JAKARTA- Pengamat intelijen dan terorisme, Ridlwan Habib, memperingatkan masyarakat agar tetap waspada terhadap operasi intelijen asing yang menyusup melalui berbagai saluran di Indonesia. Ia menilai bahwa sejumlah pihak asing, baik yang mewakili negara maupun perusahaan swasta internasional, memiliki kepentingan agar situasi di Indonesia terus berada dalam kondisi tidak stabil.
“Yang harus kita waspadai dalam konteks geopolitik adalah keberadaan pihak asing, bisa negara atau swasta, yang justru berharap kondisi kacau di Indonesia ini berlangsung lama,” ujar Ridlwan saat berbincang dalam podcast EdShareOn yang dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (5/8).
Ridlwan menjelaskan bahwa aktor-aktor asing tersebut mencoba memanfaatkan kekacauan untuk keuntungan sendiri, baik secara ekonomi maupun politik. Dalam dunia bisnis, mereka bisa mengambil peluang dari gejolak pasar melalui skema tertentu.
“Secara bisnis, mereka bisa bermain saham, bisa menggunakan metode buyback dan semacamnya. Dalam hal politik, mereka bisa mendukung pihak-pihak yang masih menyimpan rasa tidak puas terhadap pemerintahan Presiden Prabowo,” ungkapnya.
Isu mengenai intelijen asing bukanlah hal baru. Presiden Prabowo Subianto sendiri sempat menyinggung soal ini ketika masih menjabat Menteri Pertahanan. Dalam pidatonya pada Kongres Partai NasDem, Agustus 2024 lalu, Prabowo menyatakan bahwa sejumlah intelijen asing mengincar sumber daya alam strategis Indonesia seperti nikel, bauksit, dan emas.
Lebih jauh, Ridlwan mengingatkan bahwa operasi intelijen asing bukan hanya terjadi dalam konteks ekonomi, tapi juga dalam ranah politik.
Ia menyoroti kemunculan akun-akun media sosial yang menyebarkan narasi penggulingan pemerintahan saat ini.
“Beberapa akun bahkan mengancam pemerintahan. Bisa saja itu dibuat oleh intel asing, atau mungkin aktor dalam negeri dengan kepentingan oligarki yang merasa dirugikan oleh kabinet Pak Prabowo,” ucap lulusan Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia itu.
Menurut Ridlwan, aktivitas intelijen asing di Indonesia tak lepas dari peran kedutaan besar negara-negara sahabat yang menjalankan fungsi pengumpulan informasi, sama seperti yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri.
“Saya berani katakan hampir semua kedutaan menjalankan fungsi intelijen, termasuk Rusia, Korea Selatan, dan lainnya,” kata Direktur The Indonesia Intelligence Institute tersebut.
Ia menyebutkan bahwa para agen biasanya mendekati tokoh-tokoh penting untuk mengumpulkan informasi strategis.
“Mereka biasanya mencari akses dengan mendekati wartawan, media, politisi, anggota DPR, tokoh agama, akademisi, dan ilmuwan,” tuturnya.
Namun demikian, Ridlwan memastikan bahwa operasi asing tersebut tetap diawasi oleh lembaga intelijen nasional seperti Badan Intelijen Negara (BIN).
Menurutnya, tugas utama intelijen adalah mencegah potensi ancaman sebelum berkembang menjadi bahaya nyata.
“Intelijen itu konsepnya adalah mencegah agar tidak terjadi. Ancaman itu rumusnya: niat jahat dikalikan kemampuan, dikalikan situasi. Kalau salah satu faktor dibuat nol, maka ancamannya juga nol,” pungkasnya. (Web Warouw)