SAMARINDA- Tahun 2015 harus menjadi tahun kebangkitan energi nasional, oleh karenanya seluruh kekuatan rakyat yang sedang berjuang diharapkan untuk secara serius menuntut pemerintahan Joko Widodo untuk merealisasi nasionalisasi terhadap semua perusahaan migas yang selama ini dikelola oleh pihak asing. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Komite Pimpinan Kota (KPK) Samarinda, Partai Rakyat Demokratik (PRD), Rahman Pardede, di Samarinda kepada Bergelora.com, Kamis (1/1).
“Perjuangan yang paling utama dan pokok saat ini adalah menyatukan semua perjuangan nasional yang pro kedaulatan energi nasional dan mendorong Pemerintah pusat untuk tidak memperpanjang kontrak Blok Migas Mahakam pada TOTAL E&P Indonesie asal Perancis. Selanjutnya serahkan Blok Mahakam pada Pertamina. Ini adalah bentuk kongrit dari Perjuangan kebangkitan Energi Nasional untuk melaksanakan Tri Sakti,” tegasnya.
Ia mengingatkan pesan Presiden pertama Ir. Soekarno dalam pidato peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1954 yang menegaskan tentang sumber kemakmuran dan kebahagiaan bagi bangsa Indonesia. Pidato ini yang menjadi dasar kebijakan nasionaliasi pada semua perusahaan migas asing di Indonesia dimasa pemerintahan Soekarno.
“Nasib kita, kaya-miskin kita, bahagia-sengsara kita, tidak tergantung dari usaha orang lain, tidak dari dewa-dewa, melainkan dari ichtiar kita sendiri. Itulah kunci kemakmuran dan kebahaagian suatu bangsa. …..Tetapi tidak mungkin unsur-unsur luar negeri itu membuat tanah air kita makmur dan sejahtera, jikalau Bangsa Indonesia sendiri hanya menjadi penonton dan penikmat saja dari hasil- hasil yang digali oleh modal dan orang lain itu. Akhirnya, yang menentukan nasib adalah bangsa kita sendiri.”
Mengenai tentang perjuangan partisipasi interes Rahman Pardede yang di atur pada pasal 34 Peraturan Pemerintah (PP) No 35 Tahun 2004 berbunyi :
“Sejak di setujuinya rencana pengembangan lapangan pertama kali akan di produksikan dari suatu wilayah kerja, kantor kerja, kontraktor wajib menawarkan Participating interest 10% kepada badan usaha milik daerah (BUMD)”
Untuk itu menurutnya, jika daerah menginginkan lebih dari aturan yang sudah ada, misalnya saham daerah yang lebih Besar, maka akan lebih baik jika mandat pengelolaan pada Blok Migas Mahakam diberikan 100% kepada Pertamina.
Ia menjelaskan, pada tahun 1967, hanya beberapa bulan setelah Soeharto dilantik jadi Presiden, Blok Migas Mahakam jatuh ke tangan koorporasi asing, Total E&P Indonesie dari Perancis dan Inpex Corporation dari Jepang. Kontrak berlaku selama 30 tahun (1967-1997). Namun, beberapa bulan sebelum Soeharto lengser, kontrak blok Mahakam diperpanjang lagi 20 tahun 2017 dikelola lagi oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Binbin F. Tresnadi)