JAKARTA – Sungai Sigultom di kawasan Desa Tukka, Tapanuli Tengah tak lagi bisa mengaliri air yang datang dari hulu sungai. Hal itu disebabkan penuhnya jalur sungai dengan gelondongan kayu yang hanyut terbawa banjir bandang dan longsor hingga akhirnya menutup aliran air.
Di lokasi pada Kamis (4/12/2025) sore, gelondongan kayu itu sudah terlihat sejak memasuki perbatasan Desa Tukka, yaitu jembatan yang berada di atas Sungai Sigultom.
Dari atas jembatan, tampak aliran sungai itu sudah dipenuhi oleh kayu-kayu dari pepohonan yang batangnya sudah terpotong.
Beberapa pohon terlihat rusak dan patah akibat tercabut dari akarnya dan terbawa arus banjir. Namun, beberapa batang pohon juga terlihat memiliki pola potongan yang cukup rapi, seperti sudah ditebang sebelum terbawa banjir bandang.
Sepanjang jalan dari Desa Tukka menuju Desa Hutanabolon, arus sungai sudah kering dan tak lagi mengaliri air. Air meluber Imbasnya, air-air yang seharusnya mengalir dari hulu pun meluber dan membanjiri jalanan permukiman Desa Tukka.
Pada mulut jalan kampung, air berwarna coklat itu awalnya hanya menggenangi jalanan setinggi 10 hingga 15 sentimeter (cm). Namun, seiring dengan masuk ke bagian dalam perkampungan, ketinggian air makin meningkat hingga mencapai kurang lebih 75 cm atau setara lutut orang dewasa. Banjir itu tak hanya membawa air, melainkan juga batang-batang kayu yang sesekali menabrak kaki saat berjalan di tengah air.
Selain itu, karena banjir disebabkan oleh tak berfungsinya Sungai Sigultom, arus air yang menggenangi jalanan Desa Tukka pun disertai dengan arus deras dari arah atas, yaitu kawasan Desa Hutanabolon.
Derasnya arus dan “tanggul” tanah bekas longsor di kanan dan kiri membuat jalanan Desa Tukka berubah menjadi seperti aliran sungai.
Ceribon Hutauruk, salah satu warga Desa Tukka yang rumahnya tepat bersebelahan dengan aliran Sungai Sigultom, menceritakan momen datangnya gelondongan kayu itu ke sungai.
Menurutnya, kecepatan aliran batang-batang kayu yang hanyut itu sama cepatnya dengan derasnya arus air yang menerjang.
“Kek mana air itu derasnya, kek gitulah kayu itu derasnya,” ujarnya dikutip Bergelora.com di Medan, Sabtu (6/12) menggambarkan situasi mencekam tersebut.
Namun, nasib baik masih berpihak padanya. Arus yang membawa material kayu tersebut melaju lurus dan tidak membelok ke arah bangunan rumahnya. Rumahnya pun selamat dari kehancuran, meski kini tumpukan kayu tersebut tertahan tepat di belakang rumahnya.
“Beruntunglah kayu itu enggak kena ke rumah. Lurus. Itulah tadi, mukjizat Tuhan, kalau kena, rusaknya semua ini, hancur,” kata dia.
Menurut kesaksian Ceribon, sungai di dekat rumahnya biasanya tenang dan tidak pernah dipenuhi kayu. Ia menduga material tersebut berasal dari longsoran di area perbukitan yang lebih tinggi, yaitu Pegunungan Malaka.
“Kalau menurut yang kita tahu ya selama ini, puncaknya dari Malaka. Perbukitan Malaka, longsor, terbawa lah itu kayu,” ucap Ceribon.
Ia menggambarkan datangnya air bah tersebut sangat tiba-tiba dan masif, seolah-olah air ditumpahkan dari wadah raksasa.
“Seperti air yang dituangkan dari ember. Kalau ada ember raksasa gitu, surrr, kayak gitu. Kayak gitulah apanya, derasnya air itu seiring dengan kayu,” tuturnya.
Tak Ada Alat Berat
Pascabanjir dan longsor, tumpukan kayu raksasa tersebut masih belum bisa dipindahkan. Ceribon menyebutkan bahwa hingga saat ini belum ada alat berat yang diturunkan untuk membersihkan material longsor di belakang rumahnya.
“Belum (ada alat berat). Itulah kendala sekarang. Belum ada,” kata dia.
Ia pun berharap pembersihan segera dilakukan agar kondisi jalan dan lingkungan kembali membaik. Menurutnya, apabila gelondongan kayu di sungai sudah dibersihkan, maka banjir di jalanan Desa Tukka juga bisa membaik.
“Itulah pertolongan kami pertama-tama, inilah dulu dibersihkan, barulah kondisi jalan baik,” ucapnya.
Misteri Kayu-kayu Gelondongan di Banjir Sumatera

Sebelumnya dilaporkan, bencana banjir bandang yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara, menyisakan sebuah anomali yang kini menjadi sorotan tajam publik.
Dalam sejumlah video yang beredar, terlihat bukan hanya air bah berwarna keruh yang menerjang permukiman, melainkan ribuan batang kayu gelondongan raksasa yang ikut terseret arus deras bak peluru tak terkendali.
Pemandangan mengerikan ini tak pelak memicu tanda tanya besar yang menyisakan misteri: Dari manakah asal kayu-kayu yang telah terpotong rapi ini? Apakah ini murni amukan alam, atau ada jejak kelalaian manusia di hulunya?
Desakan Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno meminta pemerintah mengusut dugaan pembalakan liar menyusul banyaknya kayu gelondongan berukuran besar yang hanyut dalam banjir bandang di Batangtoru, Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara.
Kayu-kayu yang ditemukan itu bahkan tanpa kulit, diduga merupakan sisa hasil penebangan di wilayah hulu sungai.
“Kita sudah bicara masalah penegakan hukum. Ya, bahwa perlu adanya tindak lanjut dari permasalahan yang sekarang kita sudah lihat, adanya kayu gelondongan yang sudah sangat nyata di depan mata kita, sumbernya dari mana,” kata Eddy di Kasablanka Hall, Jakarta Selatan, Sabtu (29/11/2025).
Menurut Eddy, pengusutan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah penebangan dilakukan sesuai aturan. Pemerintah bisa menelusuri perizinannya. Namun, jika dilakukan secara ilegal maka harus dihukum sesuai peraturan yang berlaku.
Menurut Eddy, penegakan hukum diperlukan agar menjadi efek jera sehingga kejadian serupa yang menyebabkan bencana alam tidak terjadi lagi.
Tim Investigasi

Sebelumnya dilaporkan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman mendorong pemerintah membentuk tim investigasi khusus untuk mengusut banyaknya kayu gelondongan saat banjir bandang tersebut. Meski begitu, ia mendorong semua pihak untuk fokus lebih dahulu selama masa tanggap darurat ini.
“Ya saya rasa itu perlu ya (tim investigasi khusus), tapi menurut saya kita selesaikan dulu masa tanggap darurat ini,” kata Alex di Kompleks Parlemen, Jakarta,
Senin (1/12/2025). Setelahnya, barulah pemerintah diminta untuk melakukan pendalaman dan antisipasi agar hal serupa tak terulang lagi.
Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan juga mendesak pemerintah membentuk tim investigasi guna mengusut munculnya kayu gelondongan saat banjir bandang. Diharapkan tim investigasi ini nantinya dapat mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
“Kita mendorong agar pemerintah segera membentuk tim investigasi untuk memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Sehingga masyarakat memahami dengan jelas, selain tim investigasi ini untuk memastikan penyebabnya, tapi juga sebagai dasar agar kejadian yang sama tidak terulang,” ucap dia.
Mendagri Menjawab
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan melakukan investigasi dengan aparat untuk mencari tahu sumber kayu gelondongan.
“Itu saya perlu investigasi dari aparat penegak hukum yang ada di sana. Kami enggak bisa menjawabnya dulu sekarang,” ujar Tito saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).
Untuk saat ini, Tito belum mengetahui terkait asal muasal kayu gelondongan tersebut. Tito mengatakan, ia mendengar isu yang beredar bahwa kayu-kayu yang terbawa arus air itu berasal dari pembalakan liar dan kayu yang sudah lapuk.
“Ada yang berkembang bahwa itu katanya illegal logging, ada juga yang itu katanya kayu yang sudah lapuk,” ucapnya.
Dugaan sementara Kementerian Kehutanan (Kemenhut) turut menelusuri asal muasal kayu gelondongan yang ikut terbawa banjir tersebut Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menduga kayu-kayu tersebut milik pemegang hak atas tanah atau PHAT yang berada di areal penggunaan lain (APL).
“Secara visual, secara pengamatan umum sebetulnya kayu-kayu yang bekas tebangan yang sudah lapuk. Itu kami duga itu dari PHAT salah satu-satunya yang belum sempat diangkut,” kata Dwi ditemui di kantornya, Jumat (28/11/2025).
Menurut dia, Gakkum Kemenhut kerap melakukan operasi membongkar modus operandi pencurian kayu ilegal hasil pembalakan liar melalui PHAT. Termasuk menemukan sejumlah kasus di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
“Ini masih dicek, aksesnya masih sulit kawan-kawan kan masih mengecek ya tapi kami senyalir ke situ (terkait PHAT),” imbuh Dwi. (Sugianto/Web)

