JAKARTA – Dr. Rouzbeh Vadi adalah ilmuwan nuklir Iran yang memiliki latar belakang akademik dan profesional yang sangat kuat dalam bidang keselamatan reaktor dan teknologi nuklir.
Namanya mencuat setelah muncul kabar dia digantung karena dituduh membocorkan rahasia negara pada Israel.
Ia merupakan lulusan program doktoral dari Amirkabir University of Technology dengan spesialisasi di bidang rekayasa reaktor dan simulasi neutron serta termohidraulik.
Sebelumnya, ia juga menyelesaikan gelar S1 di Universitas Zanjan dan S2 di Shahid Beheshti University, dengan fokus pada desain reaktor dan keselamatan PLTN Bushehr.
Selama karier akademiknya, Vadi dikenal berprestasi, bahkan menerima pujian dari kepala badan energi atom Iran kala itu, Ali Akbar Salehi, atas kontribusinya dalam konferensi teknis internasional yang diselenggarakan IAEA.
Berikut ini berbagai fakta tentang Vadi.
1. Posisi Strategis dalam Industri Nuklir Iran
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Vadi menjabat sebagai senior nuclear safety evaluator di Iran Nuclear Regulatory Authority (INRA)—badan regulator keselamatan untuk seluruh fasilitas nuklir sipil di Iran.
Perannya sangat penting karena ia bertanggung jawab dalam evaluasi, pengawasan, dan pelaporan terhadap aspek keamanan operasional fasilitas-fasilitas nuklir seperti Natanz, Fordow, dan Bushehr. Dengan posisi tersebut, Vadi memiliki akses terhadap informasi sensitif, menjadikannya sosok penting dalam struktur teknis nuklir Iran.
Ia juga menjadi bagian dari program nasional bagi ilmuwan elite, yang memberinya kebebasan dari wajib militer, mencerminkan betapa pentingnya kontribusinya terhadap negara.
2. Tuduhan Spionase untuk Israel
Pihak berwenang Iran menuduh Rouzbeh Vadi telah melakukan spionase untuk badan intelijen Israel, Mossad. Ia disebut-sebut telah memberikan informasi strategis dan sangat rahasia mengenai lokasi, kegiatan, dan pengamanan fasilitas nuklir utama Iran.
Tak hanya itu, ia juga dituduh membocorkan informasi tentang pergerakan uranium dan identitas ilmuwan nuklir Iran kepada Israel.
Salah satu tuduhan yang paling serius adalah informasi yang dibocorkan Vadi turut menyebabkan terbunuhnya seorang ilmuwan senior Iran akibat serangan udara Israel pada Juni 2025.
Pemerintah Iran menuding Mossad berhasil merekrut Vadi dan memanfaatkan posisinya untuk mendapatkan informasi krusial tersebut.
3. Cara Rekrutmen Mossad
Menurut versi pemerintah Iran, Mossad merekrut Vadi melalui metode rekrutmen jarak jauh yang canggih dan terselubung.
Komunikasi awal disebut dilakukan oleh seseorang bernama “Alex”, yang kemudian digantikan oleh “Kevin”, seorang agen senior Mossad.
Vadi diduga melakukan lima pertemuan rahasia di Wina, Austria, dengan para agen tersebut.
Dalam pertemuan-pertemuan itu, ia harus melewati uji kebohongan (lie detector), penggeledahan menyeluruh tanpa pakaian, dan menerima perangkat komunikasi rahasia.
Sebagai imbalannya, Vadi disebut mendapatkan bayaran dalam bentuk cryptocurrency yang dikirim setiap bulan. Klaim ini, jika benar, menunjukkan kecanggihan operasi intelijen Israel dalam menjangkau bahkan ilmuwan dalam negara musuh.
4. Proses Penangkapan dan Pengadilan
Vadi ditangkap badan intelijen Iran dan ditahan di penjara Ghezel Hesar di Karaj, fasilitas penahanan dengan tingkat keamanan tinggi.
Ia menjalani pengadilan secara tertutup dan dituduh melanggar sejumlah pasal dalam hukum pidana dan undang-undang keamanan nasional Iran.
Menurut laporan resmi, Mahkamah Agung Iran menguatkan putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati terhadapnya.
Namun, berbagai organisasi HAM mengkritik proses ini karena dinilai tidak transparan, tidak memberikan hak pembelaan yang memadai, serta adanya dugaan bahwa pengakuan diperoleh melalui tekanan dan penyiksaan psikologis.
5. Eksekusi dan Reaksi Publik
Eksekusi dilakukan secara diam-diam pada 6 Agustus 2025. Vadi dihukum gantung di penjara tempat ia ditahan, tanpa ada pemberitahuan publik sebelumnya.
Pemerintah Iran baru mengumumkan eksekusi itu keesokan harinya, disertai video propaganda yang menunjukkan pengakuan dari Vadi yang disebut-sebut dilakukan sebelum eksekusi.
Banyak pihak internasional menilai tindakan tersebut adalah bentuk intimidasi politik dan pembungkaman terhadap intelektual yang memiliki relasi internasional.
Eksekusi ini dilakukan berbarengan dengan eksekusi terhadap Mehdi Asgharzadeh, seorang tahanan yang dituduh merencanakan sabotase fasilitas industri atas perintah kelompok Negara Islam (ISIS), menunjukkan tren eksekusi yang meningkat di Iran terhadap berbagai kelompok yang dianggap mengancam negara.
6. Kritik dari Kalangan Akademik dan Aktivis HAM
Salah satu kritik keras terhadap kasus Vadi datang dari Amirkabir Newsletter, publikasi internal universitas tempat Vadi pernah belajar dan meneliti.
Dalam laporan investigatifnya, mereka mempertanyakan keabsahan narasi pemerintah, dan menilai aktivitas Vadi selama ini justru menunjukkan kesetiaan dan dedikasinya terhadap negara.
Perjalanan Vadi ke Wina, misalnya, bukanlah kegiatan terselubung, melainkan kunjungan resmi yang diketahui pembimbing akademiknya. Bahkan proposal penelitian dan papernya terbuka dan tersedia untuk publik akademik.
Mereka menyimpulkan Vadi kemungkinan besar dijadikan kambing hitam untuk menunjukkan pemerintah serius menghadapi ancaman luar pasca-serangan Israel terhadap ilmuwan dan fasilitas nuklir.
7. Eksekusi sebagai Alat Politik Rezim
Eksekusi Vadi dinilai sebagai bagian dari strategi politik pemerintah Iran untuk memperkuat narasi “musuh eksternal” dan memperketat kontrol domestik terhadap individu-individu dengan akses ke dunia internasional.
Dalam suasana tegang akibat konflik yang meningkat dengan Israel, eksekusi semacam ini menjadi alat intimidasi terhadap ilmuwan, jurnalis, aktivis, dan siapa pun yang memiliki potensi terhubung atau berkomunikasi dengan pihak asing.
Banyak pengamat melihat langkah-langkah tersebut tidak hanya bertujuan keamanan, tetapi juga sebagai bagian dari kebijakan politik internal yang represif, untuk memperkuat dominasi negara atas sektor ilmu pengetahuan dan informasi.
8. Kritik Internasional
Berbagai organisasi HAM internasional, termasuk Iran Human Rights (IHR) dan National Iranian American Council (NIAC), mengutuk eksekusi ini sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Mereka menyatakan Iran menggunakan hukuman mati sebagai senjata politik untuk membungkam perbedaan pendapat dan mencegah kebocoran informasi tentang pelanggaran di dalam negeri.
Mereka juga menyerukan agar masyarakat internasional menekan Iran untuk menghentikan praktik eksekusi terhadap tahanan yang tidak mendapatkan pengadilan yang adil.
Kasus Vadi menjadi simbol dari ketidakadilan sistem hukum Iran yang dijalankan dalam ketertutupan dan penuh tekanan politik.
9. Pertanyaan yang Tersisa
Meski telah dieksekusi, nama Rouzbeh Vadi menjadi simbol penting dalam diskusi mengenai hak ilmuwan, kebebasan akademik, dan ketegangan antara pengetahuan dan kekuasaan. Banyak yang mempertanyakan apakah benar ia bersalah, ataukah ia hanya menjadi korban dari sistem yang tidak toleran terhadap kerja sama internasional di bidang sains.
Warisannya tetap hidup dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang batas antara nasionalisme dan paranoia, serta antara pengabdian ilmiah dan tuduhan pengkhianatan.
Kasus ini memunculkan peringatan global bahwa ilmuwan dalam negara represif bisa menjadi target bukan karena kesalahan, melainkan karena keberadaan mereka yang strategis. (Enrico N. Abdielli)