Jumat, 5 September 2025

Rp 5,6 Triliun untuk Bakamla Hanya Pemborosan! NMSS Tumpang Tindih dengan KPLP, DPR Harus Tolak!

Oleh: Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB *

USULAN Anggaran Bakamla Sangat Bermasalah. Badan Keamanan Laut (Bakamla) kembali membuat kejutan dengan mengusulkan tambahan anggaran Rp 5,6 triliunpada APBN 2026 untuk pembangunan National Maritime Surveillance System (NMSS) di 35 titik perairan Indonesia.

Alasan Bakamla sederhana: untuk memantau pergerakan kapal, terutama di perbatasan.

Namun, sebagai ahli hukum maritim, saya menilai proyek ini bukan prioritas, melainkan pemborosan. Bukan hanya karena kondisi keuangan negara sedang ditekan, tapi juga karena secara hukum dan fungsi, Bakamla tidak tepatmelaksanakan proyek ini.

Bakamla Hanya Bisa Memantau, Bukan Menindak

Bakamla dibentuk melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan tugasnya jelas: patroli keamanan dan keselamatan laut.

Namun, Bakamla tidak memiliki kewenangan penegakan hukum penuh. Jika ada pelanggaran, Bakamla tetap harus menyerahkannya kepada TNI AL, Polri, PSDKP, atau KPLP.

Artinya, meskipun NMSS dibangun secanggih apa pun, Bakamla hanya bisa melihat, tidak bisa bertindak.

Menghabiskan Rp 5,6 triliun untuk sistem pemantauan yang tidak disertai kewenangan penindakan adalah pemborosan anggaran negara.

Fungsi Sudah Dimiliki KPLP: Duplikasi Anggaran

Perlu diingat, pemantauan pergerakan kapal bukanlah wilayah kosong.

Kementerian Perhubungan melalui Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) sudah memiliki infrastruktur modern seperti Vessel Traffic Service (VTS) dan Automatic Identification System (AIS) untuk memantau kapal di seluruh perairan Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam: Pasal 276 ayat (1) UU No. 66/2024 tentang Perubahan UU 17/2008 ttg Pelayaran

Jika Bakamla memaksakan NMSS, maka akan ada duplikasi sistem, duplikasi anggaran, dan duplikasi kewenangan. Dalam kondisi fiskal yang ketat, ini jelas tidak bisa diterima.

APBN Sedang Krisis, DPR Harus Bersikap Tegas

Pemerintah saat ini sedang menjalankan kebijakan penghematan anggaran karena beban subsidi, pembiayaan IKN, dan proyek strategis nasional lainnya.

Menganggarkan Rp 5,6 triliun untuk sistem pemantauan kapal yang fungsinya sudah dimiliki Kemhub adalah bentuk pemborosan APBN.

DPR harus bersikap tegas dan menolak usulan ini. Dana sebesar itu lebih tepat digunakan untuk meningkatkan fasilitas dan sistem KPLP yang sudah ada. Memperkuat patroli TNI AL dan PSDKP. Membenahi koordinasi antarinstansi agar tidak tumpang tindih

Rekomendasi: Integrasi, Bukan Duplikasi

Indonesia tidak butuh proyek mahal yang fungsinya tumpang tindih. Solusinya adalah:

  1. Integrasikan NMSS ke KPLP di bawah Kementerian Perhubungan.
  2. Fokuskan Bakamla pada koordinasi lintas instansi, bukan membangun sistem sendiri.
  3. Optimalkan teknologi yang sudah ada seperti VTS dan AIS.
  4. Pastikan setiap rupiah anggaran digunakan efektif dan tepat sasaran.

Keamanan laut memang vital, tetapi menghamburkan Rp 5,6 triliun untuk proyek yang tidak sesuai kewenangan dan tumpang tindih fungsi jelas tidak dapat dibenarkan.

Bakamla seharusnya fokus pada patroli dan koordinasi, bukan membangun infrastruktur mewah tanpa kejelasan manfaat.

DPR RI harus menolak proyek NMSS Bakamla. Indonesia butuh integrasi, bukan duplikasi.

——

*Penulis Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB, KABAIS TNI 2011-2013

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru