JAKARTA- Pernyataan Joko Widodo dalam kapasitasnya sebagai Capres dan Presiden aktif jangan cenderung emosional. Semestinya Jokowi, melalui perangkat dan organ pemerintahan yang dimiliki dapat menjelaskan kepada publik secara detil dan informatif. Karena memang begitulah tugas pemerintah. Hal ini disampaikan Hendra Ratu Prawiranegara, Jubir BPN Prabowo-Sandi, Staf Khusus Menteri PU (2005-2009) kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (22/2) menanggapi Presiden Jokowi yang menanggapi kritik capaian pembangunan infrastruktur jalan desa yang disebutnya mencapai 191.000 km, dengan meminta pihak-pihak yang protes khususnya dari tim BPN Prabowo-Sandi untuk mengukur sendiri infrastruktur jalan desa jika meragukan panjang kilometer capaiannya.
“Bukan malah sebaliknya menyuruh orang lain untuk mengukur sendiri panjang infrastruktur jalan desa. Kan beliau sendiri yang menyampaikan dalam forum Debat Capres. Kalau kami meragukan, masih dalam koridor yang wajar,” ujarnya.
Keraguan ini menurut Hendra bukan tanpa alasan, diantaranya adalah ; Pertama, total panjang infrastruktur jalan di Indonesia sejak tahun 1950-an sampai sekarang ini dalam kisaran 530.000 km. Ini merupakan akumulasi panjang jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota seluruh Indonesia. Jumlah ini juga merupakan panjang jalan yang belum beraspal (berupa tanah, kerikil/ sirtu).
Alasan kedua, kementerian/lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas penanganan infrastruktur jalan di Indonesia berdasar peraturan perundangan yaitu Kementerian PUPR dan BPS belum merilis bahwa ada tambahan panjang jalan desa yang dimaksudkan oleh Jokowi tersebut.
Alasan ketiga adalah, menurut definisi infrastruktur jalan, dan kaidah-kaidah teknis tentang jalan, jika merujuk Manual Desain Perkerasan Jalan Indonesia bahwa paving block tidak termasuk dalam kaidah teknis perkerasan jalan (flexible dan rigid pavement).
Jadi jika jalan desa menggunakan paving block seperti penjelasan Kementerian Desa, dapat dikatakan paving block belum memenuhi kategori dalam infrastruktur jalan sesuai rujukan manual perkerasan jalan yang dimaksud diatas. Alasan selanjutnya adalah Dana Desa bukan merupakan alokasi Dana Bidang Infrastruktur dalam APBN, jadi tidak serta merta output dari dana desa diklaim sebagai capaian bidang/sektor infrastruktur, sebagaimana penjelasan Jokowi bahwa dalam pemerintahannya sektor infrastruktur sudah terbangun jalan desa 191.000 km.
“Kami sepakat dana desa ini bermanfaat bagi masyarakat. Namun yang penting dana desa juga tidak boleh dijadikan alat politik oleh penguasa. Karena dana desa ini kan untuk memenuhi amanah Undang-Undang Desa. Sama halnya dengan amanah UU Pendidikan bahwa alokasi dana pendidikan harus minimalnya 20 persen dari total APBN. Artinya memang pemerintah wajib menjalankan amanah UU, tak terkecuali dana desa,” katanya.
Jangan pula menurutnya karena memprioritaskan infrastruktur, semua dianggap sebagai hasil bidang infrastruktur, padahal bukan hasil capaian bidang infrastruktur, seperti Dana Desa ini. Hal inilah yang perlu dikoreksi.
“Jadi yang kami kritisi adalah hal-hal diatas. Jangan dikarenakan untuk kepentingan elektoral, karena kepentingan pilpres pemahaman dan pengetahuan kita seolah dianggap tidak ada. Seolah-olah masyarakat Indonesia harus langsung mempercayai sajian-sajian angka statistik yang dipertotonkan,” tandasnya. (Fatimah)