Oleh: Winuranto Adhi *
KAWAN Sri Rukiyatin berpulang, Rabu, 7 Januari 2025 kemarin. Senja mulai datang dan akhirnya benar-benar tenggelam ketika saya bersama kawan-kawan usai mengantarkan pemakamannya di TPU Rorotan, Blade 51, Jakarta Utara. Kami memanjatkan doa bersama, sebelum meninggalkan Sri yang terbaring di sana.
Kini, ia sudah tak sakit lagi. Gusti Allah yang memanggil Sri dalam usia 52 tahun, pasti akan memberikan tempat terbaik baginya.
Saya bersama kawan-kawan Partai Rakyat Demokratik (PRD) Malang mengenal Sri pada 1998 silam. Kala itu, aksi protes menentang rezim Orde Baru pimpinan Soeharto, mulai merebak di berbagai kota―termasuk di Kota Bunga itu.
Saat bertemu pertama kali, Sri berjualan es buah di depan sebuah mal di kawasan Alun-alun Malang (saya rada lupa nama mal itu, kalau tak salah Mitra).
Mengibarkan bendera Komite Mahasiswa Malang (KMM), kami sering berkumpul untuk memulai aksi di dekat lokasi Sri berjualan. Sebelum melakukan rally berkeliling kota, dan biasanya berakhir di Balai Kota Malang, kami selalu membagi-bagikan selebaran. Sri yang sering melihat-lihat aksi itu, kadang diajak ngobrol. Lambat laun ia mulai tertarik bergabung. Sesekali ia meninggalkan lapaknya, untuk ikut dalam barisan aksi KMM yang diorganisasi PRD Malang.
Crackdown 27 Juli 1996, di mana PRD beserta seluruh ormasnya dinyatakan sebagai organisasi terlarang, tak membuat para anggotanya yang tersebar di berbagai kota, tunduk menyerah. Para kader partai itu bergerak membuat organisasi semilegal di berbagai sektor. Namanya sengaja dibikin bebas dan fleksibel. Yang pasti, mereka harus mengumandangkan tuntutan PRD. Mulai cabut Dwi Fungsi ABRI, cabut paket 5 undang-undang politik, bebaskan seluruh tapol/napol Orde Baru, referendum bagi rakyat Maubere, dll.
Jika di Malang terbentuk Komite Mahasiswa Malang (KMM), di Surabaya terdapat Aksi Bersama Rakyat Indonesia (ABRI), dan masih banyak lagi di kota-kota lainnya. Bisa dibilang, di masa ini, Sri ikut terlibat dalam gerakan KMM.
Kelompok lain yang tengah berlawan, seperti Pro Meg (PDI Pro Megawati Soekarnoputri), acap bertemu KMM di dalam sejumlah aksi di Malang.
Di sisi lain, para anggota PRD juga mulai mempersiapkan legalisasi organisasi yang sebelumnya dinyatakan ilegal. Melalui Komite Persiapan Legalisasi (Kepal) PRD, akhirnya partai ini menjadi peserta pemilu 1999.
Kelak, KMM bersama organisasi mahasiswa lain dari berbagai kota meleburkan diri membentuk Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND). Organisasi ini menjadi salah satu sayap PRD di era reformasi, menggantikan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID).
Terlibat dalam berbagai aktivitas PRD Malang, Sri dinyatakan sebagai calon anggota. Dia mengikuti pendidikan bersama kawan-kawan lain, hingga akhirnya dilantik menjadi anggota.
Sri rupanya sosok yang sangat aktif. Setelah melewati fase bersama PRD Malang, saya mendengar dia hijrah ke sejumlah kota, di antaranya Yogyakarta hingga akhirnya menetap di Jakarta.
Di Jakarta, beberapa kali saya bertemu Sri di sejumlah forum yang diinsiasi berbagai organisasi. Ia, misalnya, pernah muncul di acara Aliansi Jurnalis Independen (AJI), juga organisasi-organiasi lainnya.
Supel bergaul, Sri gampang diterima di mana-mana. Tak heran jika dia kenal dekat dengan sejumlah tokoh NU, PMII, PKB, Indemo pimpinan Hariman Siregar dan lain sebagainya.
Dua tahun lalu, Sri sakit. Matanya sempat tak bisa melihat akibat terkena glukoma. Saya ikut menemaninya saat hendak dioperasi. Kala itu ia meminta bisa dimasukkan lagi ke dalam grup WhatsApp “Parade Ngalam”, yang berisikan eks anggota PRD Malang dari berbagai lintas angkatan.
Tentu saja saya menolaknya. Bagaimana bisa membaca pesan di telepon seluler, melihat saja dia tak mampu. Saya memintanya untuk fokus berobat hingga sembuh.
Sembuh di mata, Sri kembali didera penyakit. Badannya terlihat menyusut drastis. Ia bercerita harus menjalani cuci darah.
Kendati sakit, Sri tetap aktif mengikuti kabar kawan-kawan. Ia ikut hadir ketika alumni SMID-PRD menggelar reuni di Kalibata, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Foto Sri bersama kawan-kawan dari Jawa Timur, sempat saya lihat beredar di media sosial. Saya tak bertemu dengannya, karena tidak ikut hadir dalam acara tersebut.
Hingga, kemarin kabar itu datang menyentak. Sri Rukiyatin dikabarkan meninggal di kamar kosnya di kawasan Kramat Pulo Dalam, Jakarta Pusat. Sempat disemayamkan di RSCM, ia akhirnya dimakamkan di TPU Rorotan.
Selamat jalan, kawan Sri Rukiyatin. Pulanglah dalam damai nan abadi…
*Penulis Winuranto Adhi, mantan pimpinan PRD Malang, Jawa Timur