JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menjadi sorotan pasalnya dianggap menaikkan UMP Jakarta sebesar 5,1 persen secara sepihak.
Keadaan ini tentu disambut baik oleh kelangan buruh, tapi Kemnaker menganggap itu melanggar aturan.
Tentunya kalangan buruh mengapresiasi kebijakan Anies menaikkan UMP meskipun katanya belum maksimal.
“Bagi kita, adalah satu kepala daerah atas desakan kaum buruh, kemudian dia mendengar aspirasi, lalu terjadi perubahan, ya kita luar biasa ya, kita memberikan apresiasi. Seharusnya mendengarkan apa yang menjadi aspirasi rakyat walaupun aspirasi itu belum maksimal,” kata juru bicara dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos, pada hari Sabtu, 18 Desember 2021.
Lanjut menurut juru bicara KASBI ini, naiknya UMP Jakarta sebesar 5,1 persen adalah hasil perjuangan kaum buruh.
“Artinya, ada niat sedikit melakukan perubahan atas kritik, masukan, dari stakeholder. Artinya 5,1 persen itu kan buah perjuangan walaupun belum memenuhi kebutuhan yang menjadi tuntutan serikat buruh,” ujar Nining.
Disisi berbeda, respon Kemnaker tak sejalan dengan keputusan Anies ini.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan. Gubernur Anies Baswedan dianggap melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan dalam menetapkan UMP DKI 2022. Sebab jika mengacu pada PP 36, UMP DKI Jakarta hanya naik 0,85 persen, bukan 5,1 persen.
“Dalam pelaksanaanya dia (Anies) mungkin tidak sesuai dengan PP 36,” kata Kepala Biro Humas Kemenaker, Chairul Fadhly Harahap, pada Senin, 20 Desember 2021.
Menanggapi permasalahan ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan berkoordinasi terkait sanksi untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kemenaker menilai Anies telah melanggar aturan dalam kebijakannya.
Aturan merevisi besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2022 dari sebelumnya 0,85 persen menjadi 5,1 persen dianggap tak sesuai dengan PP 36. (Enrico N. Abdielli)