JAKARTA- Sejumlah organisasi massa nasional melakukan aksi bersama di Jakarta, Kamis (19/9), menuntut Presiden Jokowi segera membubarkan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS). Lembaga tersebut dinilai telah gagal mengurus rakyat, sebaliknya menjadi mesin penghisap darah dan keringat rakyat lewat iuran bulanan yang diwajibkan dibayar oleh seluruh rakyat.
“Negara juga sudah dirugikan ratusan triliun menutup defisit BPJS berkali-kali lembaga asuransi berkedok jaminan kesehatan ini. Bubarkan BPJS dan segera kembali ke Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Nasional) oleh pemerintah,” tegas Wahida Baharuddin Upa, Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) dalam orasinya dihadapan ribuan massa dari Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Serikat Tani Nasional (STN), Jaringan Kebudayaan Rakyat (JAKER) dan Api Kartini.
Ia mengingatkan, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya,” jelasnya.
Ia mengingatkan, sebagai badan hukum nirlaba, maka BPJS yang dibentuk negara untuk penyelenggara Jaminan Sosial dibidang kesehatan seharusnya BPJS memenuhi perintah Undan-undang Dasar 45 tersebut.
“Namun anehnya pada sisi lain BPJS justru diberi kewenangan untuk menggunakan dana iuran kesehatan untuk pengembangan usaha. Inilah yang menjadi penyebab defisit berulang-ulang dan harus dipikul oleh rakyat dan pemerintah,” jelasnya.
BPJS mengalami masalah defisit setiap tahunnya. Defisit terakhir sampai agustus 2019 mencapai Rp 14 triliun, bahkan diprediksi akan defisit hingga Rp 32,84 T pada akhir tahun.
“Langkah pemerintah untuk menaikan iuran BPJS baik PBI maupun peserta mandiri menurut kami bukanlah jalan keluar dari defisit yang terus terjadi, tetapi malah membuat masalah baru. Beban tambahan bagi APBN dan APBD dan tentu saja akan menjadi beban juga bagi rakyat, 40.000, 60.000, dan 80.000 rupiah saja tidak mampu dibayar apalagi jika naik?” ujarnya.
Dibandingkan Jamkesmas
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Wahida membandingkan saat program Jamkesmas dan Jamkesda masalah seperti saat ini tidak pernah terjadi. Layanan kesehatan tetap bisa dilakukan, puskesmas dan rumah sakit dan tidak pernah berteriak tidak dibayar.
“Kelas 3 rumah sakit dan puskesmas berkembang pesat. Bahkan terdapat anggaran sisa dari alokasi APBN dan APBD setiap tahunnya,” ujarnya.
Sudah seharusnya pemerintah kemudian melakukan evaluasi dan audit secara menyeluruh terhadap BPJS sebagai penyelenggara sebagai bentuk pertanggungjawaban atas iuran yang dihimpun dari masyarakat, maupun dari APBN dan APBD bagi PBI.
“Sudah sepantasnya BPJS dibubarkan dan mengganti layanan kesehatan dengan program Jamkesmas dan Jamkesda, yang jauh lebih efektif dalam penyelenggaraan dan efisien dalam penggunaan anggaran,” ujarnya. (Web Warouw)