Kamis, 3 Juli 2025

SEGERA JEMPUT PAKSA..! DPR Heran Daya Paksa Ekstradisi Lemah: Kenapa Harus Tunggu Paulus Tannos Menyerahkan Diri?

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, mengaku heran atas lemahnya daya paksa dalam perjanjian ekstradisi buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tanos. Andreas juga mempertanyakan alasan pemerintah harus menunggu Paulus menyerahkan diri ke Indonesia secara sukarela.

“Ada satu hal yang agak sulit dipahami dalam perjanjian ekstradisi ini, yaitu lemahnya daya paksa terhadap buronan Paulus Tanos untuk diekstradisi ke Indonesia. Mengapa harus menunggu Paulus Tanos secara sukarela menyerahkan diri?” kata Andreas dikutip Bergelora.com Selasa (3/6/2025).

Selain itu, ia turut menyorot soal Paulus Tanos yang meminta penangguhan penahanan di Singapura.

“Ini sama saja dengan Paulus Tanos saat ini sedang berperkara dengan pemerintah Indonesia di pengadilan Singapura. Lantas, apa artinya perjanjian ekstradisi?” tanya dia lagi.

Lebih lanjut, ia khawatir jika pengadilan Singapura mengabulkan penangguhan penahanan tersebut. Sebab, jika penangguhan penahanan dikabulkan, ada potensi Paulus Tanos kabur ke negara lain.

“Seandainya pengadilan Singapura nanti akan mengadili dan mengabulkan penundaan penahanan, maka Paulus Tanos akan bebas, juga bisa bebas kabur lagi ke negara lain,” tuturnya.

Diketahui, pemerintah telah menyampaikan permohonan ekstradisi kepada pihak Otoritas Singapura pada 20 Februari 2025 dan tambahan informasi tanggal 23 April 2025 melalui jalur diplomatik.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelumnya mengatakan, seluruh dokumen yang diminta Otoritas Singapura terkait proses ekstradisi buron kasus e-KTP, Paulus Tanos, sudah lengkap.

Dia mengatakan, proses hukum Paulus Tanos di Singapura tinggal menunggu persidangan.

“Paulus Tanos tinggal tunggu sidang, semua dokumennya sudah lengkap kami serahkan kepada Menteri Luar Negeri, dan Menteri Luar Negeri sudah menyampaikan kepada Otoritas Singapura,” kata Supratman di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jakarta, Rabu (14/5/2025).lalu.

Supratman juga mengatakan, pemerintah berharap Paulus Tanos secara sukarela pulang ke Indonesia untuk menghadapi proses hukumnya. Belakangan, Kementerian Hukum (Kemenkum) mengatakan, buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tanos, menolak menyerahkan diri secara sukarela kepada Pemerintah Indonesia.

“Posisi PT (Paulus Tanos) saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela,” kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum, Widodo, saat dihubungi,

Widodo mengatakan, saat ini Paulus Tanos mengajukan penangguhan penahanan kepada Otoritas Singapura.

“Saat ini PT tengah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura, dan pihak AGC Singapura, atas permintaan Pemerintah RI, terus berupaya untuk melakukan perlawanan terhadap permohonan PT tersebut,” ujar dia.

Ini Penghindaran Hukum 

Anggota Komisi XIII DPR Mafirion mengecam manuver hukum yang dilakukan buron kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, di Singapura. Sebab, Tannos menolak menyerahkan diri ke Indonesia serta mengajukan penangguhan penahanan kepada otoritas Singapura.

“Ini bukan sekadar penghindaran hukum, tapi bentuk pelecehan terhadap kedaulatan hukum negara. Sebagai Anggota Komisi XIII DPR RI, saya menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh buronan,” kata Mafirion, dalam keterangannya, Senin (2/6/2025).

Menurut dia, penyelesaian kasus Paulus bukan sekadar soal hukum, melainkan terkait wibawa bangsa Indonesia.

“Jika buronan korupsi dibiarkan bebas bermanuver di luar negeri, maka yang dipertaruhkan adalah kehormatan kita sebagai bangsa berdaulat,” ungkap dia.

Oleh karenanya, ia meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum, agar mengawal proses ekstradisi secara agresif dan strategis, memastikan semua dokumen hukum disiapkan secara rapi dan meyakinkan. Pemerintah perlu berkoordinasi erat dengan otoritas Singapura, termasuk melalui jalur diplomatik dan hukum, untuk menghadapi permohonan penangguhan yang diajukan oleh Paulus Tannos.

“Memaksimalkan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang telah disahkan, sebagai bentuk komitmen bersama dalam melawan kejahatan lintas negara,” imbuh dia.

Kementerian Hukum juga harus melakukan koordinasi antar lembaga negara, terutama dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, untuk membekukan paspor Paulus Tannos.

Mafirion menilai, pemerintah perlu mencabut seluruh akses dokumen keimigrasian yang berpotensi digunakannya untuk melarikan diri.

“Memperbarui daftar cegah dan tangkal di seluruh pintu imigrasi nasional dan bekerja sama dengan Interpol serta otoritas imigrasi Singapura,” ujar dia.

Politikus PKB ini menilai, keberhasilan membawa Paulus Tannos ke Indonesia akan menunjukkan keseriusan Indonesia dalam memerangi korupsi, tanpa kompromi.

“Kasus ini menjadi batu ujian, bukan hanya bagi KPK, tapi bagi seluruh sistem penegakan hukum kita,” kata Mafirion.

Pengajuan Penangguhan Penahanan Belum Disetujui

Terpisah, Ketua KPK Setyo Budiyanto menanggapi upaya penangguhan penahanan yang diajukan buron kasus e-KTP yang sudah ditangkap, Paulus Tannos. Setyo mengatakan penangguhan penahanan Tannos belum disetujui pihak pengadilan Singapura.

“Proses tuntutan ekstradisi masih berjalan. Terinformasi pengajuan penangguhan Tannos belum disetujui,” kata Setyo kepada wartawan, Senin (2/6/2025).

Dia menjelaskan, pihak KPK terus melakukan pemantauan dalam proses persidangan Paulus Tannos yang berlangsung di Singapura.

Dia mengatakan pihaknya juga intens berkomunikasi dengan Kementerian Hukum (Kemenkum) untuk setiap proses ekstradisi Paulus Tannos.

“KPK dan Kementerian Hukum masih memantau proses di Singapura. Sampai hari ini masih intens komunikasi antarpemerintah,” jelas Setyo.

Sebelumnya, pihak Kemenkum mengungkap kalau Paulus Tannos masih melakukan perlawanan agar tidak diekstradisi ke Indonesia. Buron tersangka kasus korupsi e-KTP itu menolak pulang ke Tanah Air secara sukarela.

“Proses hukum di Singapura masih berjalan dan posisi PT (Paulus Tannos) saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela,” kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Widodo, saat dihubungi, Senin (2/6).

Widodo mengatakan Paulus Tannos juga telah mengajukan penangguhan penahanan usai ditahan oleh pemerintah Singapura.

Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Singapura tengah berupaya melawan permohonan yang diajukan Tannos.

Pemerintah Indonesia telah menyampaikan permohonan ekstradisi Paulus Tannos kepada pemerintah Singapura sejak 20 Februari 2025. Pemerintah Indonesia lalu menyerahkan informasi tambahan terkait dokumen ekstradisi Tannos ke otoritas Singapura pada 23 April.

Widodo mengatakan pengadilan di Singapura akan menggelar sidang pendahuluan terkait ekstradisi Paulus Tannos pada akhir bulan ini.

“Saat ini PT (Paulus Tannos) masih ditahan dan committal hearing telah dijadwalkan pada 23-25 Juni 2025,” kata Widodo.

Diketahui, Paulus Tannos merupakan tersangka kasus korupsi e-KTP dan menjadi buron KPK. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019, Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra mulai sulit dilacak keberadaannya.

Paulus sempat melarikan diri ke luar negeri dan mengganti nama serta kewarganegaraannya.

Dalam laman resmi KPK, namanya masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021 dengan dilengkapi nama barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).

Kini, Paulus Tannos telah ditangkap Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025. Ia ditahan sementara di Changi Prison, Singapura, sambil menunggu proses kepulangannya ke Indonesia. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru