JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup (LH) mengungkapkan, ribuan hektare hutan di wilayah Sumatera bagian utara hilang dalam tiga dekade terakhir. Pemerintah berkomitmen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang menyebabkan kerusakan tersebut.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (3/12/2025), Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq memaparkan sejumlah data kehilangan tutupan hutan di beberapa daerah.
Untuk wilayah Aceh, terjadi pengurangan tutupan hutan sekitar 14.000 hektare sejak 1990 hingga 2024.
“Di Batang Toru, Sumatera Utara, terdapat pengurangan hutan sejumlah 19.000 hektare. Kemudian di DAS (Daerah Aliran Sungai) Sumatera Barat, kita kehilangan hutan di angka 10.521 hektare,” ujar Hanif di Gedung DPR RI.
Hanif menegaskan pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah penanganan. Selain penegakan hukum, pemerintah juga akan memperkuat pengendalian izin dan memastikan penyelarasan rencana tata ruang wilayah agar degradasi hutan tidak terus meluas.
“Ada penegakan hukum, penyelarasan RTRW, kemudian pengendalian izin. Selanjutnya rehabilitasi ekosistem sebagai implementasi pola ruang dan integrasi mitigasi adaptasi iklim dalam penataan ruang,” jelasnya.
Hanif memastikan bahwa dalam waktu dekat, Kementerian Lingkungan Hidup akan langsung turun ke lapangan untuk meninjau kondisi aktual kawasan terdampak.
“Direncanakan kami akan melakukan kunjungan lapangan untuk melakukan tindakan pertama di hari Kamis besok. Namun demikian, mulai hari ini, persediaan lingkungan telah kami lakukan evaluasi pada seluruh unit yang ada di Batang Toru, terutama terkait kapasitas lingkungannya,” tuturnya.
Identifikasi Perusahaan Perusak Hutan
Selain itu, Hanif menegaskan pihaknya sudah mengidentifikasi sejumlah perusahaan yang diduga berkontribusi terhadap kerusakan hutan dan banjir yang menerjang Sumatera belakangan ini.
“Kemudian mulai hari Senin, seluruh pimpinan perusahaan yang diindikasikan berdasarkan kajian citra satelit berkontribusi menghadirkan log-log (kayu gelondongan) pada banjir tersebut, kami akan undang. Untuk dilakukan proses penjelasan kepada Deputi Gakkum (Penegakkan Hukum) dan kami akan segera memulai langkah-langkah penyelidikan terkait dengan kasus ini,” kata Hanif.
Hanif menambahkan bahwa Kementerian LH akan melaksanakan proses hukum tanpa toleransi, sebab kerusakan lingkungan itu telah menimbulkan bencana dan mengakibatkan banyaknya korban.
“Tentu korban yang cukup banyak, tidak boleh kita memberikan dispensasi-dispensasi ke dalam kasus ini. Hukum harus ditegakkan, korban cukup banyak. Jadi Kementerian LH berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini melalui multicore pendekatan hukum terkait dengan penanganan hidrometeorologi di Sumatera bagian utara ini,” pungkasnya.

Hutan Kian Berkurang akibat Alih Fungsi Lahan
Sementara itu, banjir parah melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada 25-27 November 2025.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan Kementerian Kehutanan, Dyah Murtiningsih, menyebutkan tutupan hutan kawasan ini kian berkurang karena dominasi area penggunaan lain (APL).
Di Aceh, proporsi APL 100 persen berada di DAS Krueng Geukeuh, 81 persen di DAS Krueng Pasee, dan 59 persen di DAS Krueng Keureto.
Sementara, di Sumatera Utara 85 persen dari total luas DAS Aek Pandan merupakan APL, 79,7 persen di DAS Badiri, 77,3 persen di DAS Garoga, 67 peren di DAS Kolang, serta 89,2 persen di DAS Sibuluan.
Kondisi serupa terjadi di Sumatera Barat, antara lain DAS Anai, Antokan, Banda Gadang, Masang Kanan, Masang Kiri, dan Ulakan Tapis. Penggunaan lahan di enam DAS tersebut didominasi APL dengan proporsi 45 sampai 98 persen.
“Pada saat terjadi curah hujan tentu saja segera melimpas ke daerah-daerah yang lain. Sebagian besar wilayah ini adalah APL, di mana ada fungsi DAS atau daerah tangkapan air yang mestinya menjadi fungsi untuk menyerap air,” kata Dyah dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (28/11/202).
Banjir parah pun tak terbendung, menyebabkan kerusakan infrastruktur bahkan permukiman sekitarnya.
Data tutupan lahan 2019-2024 menunjukkan perubahan yang signifikan di dalam maupun di luar kawasan hutan.
Di DAS Krueng Geukueh, misalnya, tutupan belukar berkurang 2.292 hektare, sementara perubahan pada pertanian lahan kering juga turun lebih dari 1.400 ha.
Dyah mencatat, banjir tercatat di enam DAS Sumatera Utara yakni Anai, Antokan, Banda Gadang, dan Ulakan Tapakis.
“Ini ada wilayah batas antara hutan produksi dan kawasan APL yang merupakan zona paling rawan rumah, karena berada pada transisi daerah tangkapan aliran dan juga aliran permukaan,” ucap dia.
Kemenhut kini mengidentifikasi titik rawan di hulu DAS, percepatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, serta revegetasi di sempadan sungai dan lereng curam untuk meningkatkan stabilitas lahan.
Selain itu, mengawasi perubahan tata guna lahan diperketat guna memastikan pemanfaatan ruang tetap sesuai fungsi ekologisnya.
“Terkait dengan rehabilitasi yang terus kami lakukan, tentu saja kami punya data yang namanya lahan kritis yang ada di seluruh Indonesia dan ini juga sudah di-state oleh Pak Presiden Prabowo. Kami akan menyelesaikan (rehabilitasi) lahan kritis seluas 12,3 juta hektare,” tutur dia.
Pembabatan Hutan
Diberitakan sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Utara menilai, penyebab banjir bandang dan tanah longsor di Sibolga dan Tapanuli tidak bisa dilepaskan dari campur tangan manusia.
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut Jaka Kelana Damanik menjelaskan bahwa saat banjir terjadi, banyak kayu yang terbawa arus dan citra satelit menunjukkan hutan sekitar lokasi bencana sudah gundul. Dia menganggap, negara gagal mengelola lingkungan sehingga memicu krisis ekologis yang berujung pada bencana.
“Artinya bahwa negara dalam hal ini pemerintah atau pengambil kebijakan berperan besar atas bencana ekologis yang terjadi saat ini,” ujar Jaka, Rabu (26/11/2025).
Dia menuturkan, banjir bandang dan longsor di Sibolga-Tapanuli bukan pertama kali terjadi. Bencana serupa kerap muncul setiap tahun, terutama saat musim hujan.
Sudah 164.Meninggal
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir di tiga provinsi mengakibatkan 164 jiwa meninggal dunia, 79 hilang dan 12 luka-luka akibat bencana, per Jumat kemarin.
Di Tapanuli Selatan, jalur nasional Sidempuan-Sibolga terputus di satu titik, sementara jalur Sipirok-Medan terputus di dua titik.
Di Mandailing Natal beberapa ruas jalan seperti Singkuang-Tabuyung dan Bulu Soma-Sopotinjak terputus akibat banjir dan longsor. Upaya pembukaan akses dilakukan melalui pengerahan alat berat. (Web Warouw)

