Rabu, 2 Juli 2025

SEJARAH PERLU DITULIS ULANG NIH..! Ini Respons Ilham Aidit Atas Pengakuan Jokowi Mengenai Pelanggaran HAM Berat

JAKARTA- Sebagai anak dari Dipa Nusantara Aidit (D. N. Aidit) selaku ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi korban peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada 1965-1966, Ilham Aidit meminta pemerintah untuk menulis ulang sejarah. Hal ini menjadi respons atas pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pelanggaran HAM di masa lalu.

Ilham mengatakan, penulisan sejarahnya dapat dilakukan melalui penelitian dan terangkum dalam dokumen negara. Bahkan, bila perlu tertuang kembali dalam buku pelajaran di sekolah, baik tingkat SMP, SMA, maupun perguruan tinggi.

“Sangat diharapkan, pemerintah selanjutnya melakukan penelitian dan penulisan ulang sejarah terkait peristiwa ’65/66,” kata Ilham kepada Alinea.id, Sabtu (14/1) dan dimuat ulang Bergelora.com, Senin (16/1).

Ilham menyebutkan, sudah ada begitu banyak buku dan tulisan dari disetrasi doktoral yang telah beredar luas. Rangkuman itu telah mengungkapkan fakta baru terkait peristiwa ini.

“Semua itu bisa menjadi bahan masukan bagus untuk penulisan ulang sejarah bangsa,” ujarnya.

Ia mengaku, pernyataan Jokowi adalah terobosan yang baik, karena sudah lebih dari 23 tahun, perdebatan penyelesaian kasus tersebut tidak menemui akhir. Terobosan Jokowi terlihat kala menggunakan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 dan bukan undang-undang.

Meskipun ia merasa, tidak sepenuhnya bisa memenuhi harapan para korban, terutama tak adanya permintaan maaf dari negara. Tapi secara umum, dirinya sebagai korban, menyambut baik dan mengapresiasi tinggi semua upaya dan niat baik pemerintah.

Ia mengingatkan, hal yang kemudian harus dikawal ketat adalah pelaksanaan dari janji-janji terkait pemulihan dan reparasi yang dikatakan oleh Jokowi. Selain itu, adalah menjadi sangat penting, upaya lanjutan, tentang pengungkapan kebenaran peristiwa atau penyelesaian dengan cara non judicial.

“Sebenarnya pengungkapan kebenaran ini merupakan prasyarat mutlak pada sebuah upaya rekonsiliasi,” ujarnya.

Maka dari itu, para generasi muda diharapkan dapat belajar dari peristiwa yang pernah terjadi. Belajar dari masa lalu untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik yang pasti akan menjadikan Indonesia lebih baik ke depannya.

“Karena generasi muda harus mendapatkan warisan tulisan sejarah yang baik dan benar,” ucapnya.

 

Pernyataan Keluarga Korban 1965

Paguyuban Keluarga 65 menyatakan mensyukuri dan mendukung pidato Presiden Jokowi yang mengakui dan menyesalkan pelanggaran ham berat peristiwa 1965-1966

“Kami yang merupakan anggota dari korban dan keluarga korban/penyintas 65 telah menyimak dengan seksama pidato (pernyataan pers) Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 Januari 2023, setelah Presiden menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat (PPHAM) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” demikian Woro salah satu anak dari keluarga korban.

Menurutnya, pidato Presiden pada intinya menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa” dan “sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat” di 13 kasus, utamanya disini adalah Peristiwa 1965-1966.

Dan selanjutnya negara “berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial” serta “pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang”.

Ia mengatakan pada akhirnya setelah menunggu selama 57 tahun, kini ada pengakuan negara oleh Presiden Joko Widodo atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat pada peristiwa 1965-1966. Kami dengan ini menyampaikan rasa hormat kami dan rasa terima kasih kami kepada Presiden. Langkah ini patut diapresiasi dan disyukuri, dimana sebelumnya tidak satupun Presiden sebelumnya yang berani mengambil langkah ini,” katanya.

“Karenanya kami mendukung dan akan mengawal bagi langkah-langkah tindak lanjutnya. Terutama kami mendorong bagi diadakannya Rekonsiliasi Nasional lebih lanjut sehingga tidak ada lagi pewarisan dendam masa lalu. Kami berharap agar penyelesaian ini segera mendapat landasan hukumnya, dapat dilakukan dengan cepat dan tidak bertele-tele, serta dijalankan secara bertahap oleh pemerintah hingga tuntas.
Kami juga mengharapkan agar penyelesaian atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya dapat mengutamakan langkah judisial serta membuka ruang pencarian kebenaran bagi kasus-kasus tersebut,” ujarnya.

Ia yakin penyelesaian tuntas atas peristiwa 65 dan keseluruhan kasus-kasus pelanggaran HAM berat ini kami yakin akan dapat membawa Indonesia kembali menjadi bangsa yang besar, berperi-kemanusiaan, beradab, adil dan makmur.

“Kami juga mendukung dan mendorong agar rekomendasi Tim PPHAM dapat diwujudkan dan dijalankan, yaitu dalam hal:

(a) Melakukan tindakan penyusunan ulang sejarah dan rumusan peristiwa sebagai narasi sejarah versi resmi negara yang berimbang seraya mempertimbangkan hak-hak asasi pihak-pihak yang telah menjadi korban peristiwa;

(b) Memulihkan hak-hak para korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat lainnya yang tidak masuk dalam cakupan mandat Tim PPHAM;

(c) Melakukan pendataan kembali korban;

(d) Memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban; dan hak-hak sebagai warga negara;

(e) Memperkuat penunaian kewajiban negara terhadap pemulihan korban secara spesifik pada satu sisi dan penguatan kohesi bangsa secara lebih luas pada sisi lainnya. Perlu dilakukan pembangunan upaya-upaya alternatif harmonisasi bangsa yang bersifat kultural;

(f) Melakukan resosialisasi korban dengan masyarakat secara lebih luas;

(g) Membuat kebijakan negara untuk menjamin ketidakberulangan peristiwa pelangaran HAM yang berat;

(h) Membangun memorabilia yang berbasis pada dokumen sejarah yang memadai serta bersifat peringatan agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan;

(i) Melakukan upaya pelembagaan dan instrumentasi HAM. Upaya ini meliputi ratifikasi beberapa instrumen hak asasi manusia internasional, amandemen peraturan perundang-undangan, dan pengesahan undang-undang baru;

(j) Membangun mekanisme untuk menjalankan dan mengawasi berjalannya rekomendasi yang disampaikan oleh Tim PPHAM.

“Momen saat ini adalah momen bersejarah yang telah lama dinanti-nanti para korban dan keluarga korban 65. Kita tidak hidup di masa lalu, tetapi di masa kini dan untuk masa depan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membimbing kita semua dalam upaya Rekonsiliasi Nasional ini serta mempererat kembali persatuan nasional dan kerukunan bangsa,” ujarnya

Paguyuban Keluarga 65 adalah Forum dari para korban/penyintas dan keluarga besar ’65. Terdiri dari baik organisasi seperti LPRKROB, Humanis, Wanodja Binangkit maupun perorangan.

Sebelumnya, Jokowi mengklaim kesungguhan pemerintah agar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat tidak terjadi lagi di tanah air. Dirinya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim PPHAM dan mengakui adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi pada berbagai peristiwa.

“Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” kata Jokowi usai menerima Laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM), di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1).

Presiden pun sangat menyesalkan 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu, yaitu:

1. Peristiwa 1965-1966;
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989;
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998;
6. Peristiwa kerusuhan Mei 1998;
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999;
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;
9. Peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999;
10. Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002;
11. Peristiwa Wamena, Papua di 2003, dan
12.Peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.

(Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru