JAKARTA- Sekretariat Nasional Seknas) Jokowi sangat menyayangkan masih adanya penangkapan terhadap aktifis agraria yang terjadi pada Pendeta Soegiyanto di Tulang Bawang, Lampung, beberapa waktu lalu. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Umum Seknas Jokowi, Mohammad Yamin kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (13/10)
“Untuk itu Seknas Jokowi meminta klarifikasi atas tindakan Polres Tulang Bawang yang menangkap Pendeta Soegiyanto secara berlebihan, seperti menangkap teroris saja,” ujarnya.
Mohammad Yamin mengingatkan bahwa tindakan Polres Tulang Bawang, Lampung berlebihan bahkan sangat mencurigakan karena tidak sesuai prosedur tetap dan kebijakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menegaskan agar aparat kepolisian harus berpihak pada rakyat bukan pada pengusaha yang merampas tanah rakyat.
“Jangan gegabah! Presiden Jokowi juga menegaskan program reformasi agraria. Seharusnya Polri tidak menggunakan cara-cara represif untuk menyelesaikan masalah sengketa agraria,” tegasnya.
Ia mengatakan, keterlibatan oknum Polri dalam sengketa agraria saat ini menjadi sorotan Presiden Jokowi dan Kapolri, karena sudah meresahkan masyarakat yang sudah lama dirugikan karena tidak pernah bisa diselesaikan oleh pemerintah sebelumnya.
“Apabila penangkapan aktifis Pendeta Soegiyanto terkait dengan sengketa agraria maka apa yang dilakukan oleh Polres Tulang Bawang bertentangan dengan kebijakan Reforma Agraria Presiden Jokowi,” tegasnya lagi.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum & HAM DPN Seknas Jokowi, Dedy Mawardi, SH menjelaskan kronologi penangkapan Pendeta Sugianto yang selama ini menjadi pendamping petani Tulang Bawang Lampung. Pada tanggal 11 Oktober 2016 Pendeta Sugianto bersama tiga petani berada di Jakarta. Sekitar pukul 19.00 wib, Sugianto dan tiga petani ditemani anak Sugianto, Kresna, mendatangi kantor KPRI (Konfederasi Perjuangan Rakyat Indonesia) di Mampang Prapatan IV.
Usai makan malam di warung dekat sekretariat KPRI, dua petani yang juga warga Tulang Bawang itu pamit untuk pulang ke Lampung. Sementara Sugianto dan satu petani tinggal di KPRI.
Kondisi Sekretariat KPRI saat itu sedang ramai, dipenuhi orang–orang yang sedang rapat rutin. Pendeta Sugianto bersama rekannya (berdua) yang bernama Sugianto naik ke lantai 2 KPRI, sedangkan Kresna, pulang duluan.
Sekitar pukul 22.00 polisi mulai berdatangan ke sekretariat KPRI. Mereka baru melakukan penangkapan sekitar pukul 00.30. Ada 15 penyidik dari Polres Tulang Bawang yang datang membawa surat penangkapan.
Sugianto saat itu sedang tidur di lantai 2 KPRI. Sementara itu seorang petani tidak ikut ditangkap. Sastro, Dadan, Deni, Irwan, Yayan dan Rozi menjadi saksi penangkapan itu.
Pukul 02.30 Wib polisi kembali mendatangi KPRI untuk mengambil barang bawaan milik Pak Sugianto yang berupa tas berisi laptop dan dua buah handphone.
Latar belakang
Pada bulan September 2016 sebanyak 2.000-an petani di Tulang Bawang melakukan aksi menuduki lahan perkebunan tebu PT BNIL. Lahan tersebut semula adalah lahan milik warga yang dirampas secara paksa oleh PT BNIL pada tahun 1993 dimasa pemerintahan Orde Baru. PT BNIL bersama aparat TNI dan Polisi pada waktu itu memaksa warga menjual lahan kepada PT BNIL dan diganti dengan uang sebesar Rp100.000.
Pada tahun selanjutnya warga kemudian meminta kembali tanah milik mereka yang diambil secara paksa lewat transaksi jual beli yang penuh ancaman dan kekerasan. Sejak sengketa tahun 1990-an hingga sekarang sudah ada 9 korban jiwa dalam sengketa agraria tersebut.
Pada 2 Oktober 2016, warga yang menduduki lahan PT BNIL diprovokasi Pamswakarsa dan berakhir bentrok. Puluhan sepeda motor dan beberapa mobil milik PT BNIL pun menjadi sasaran amukan warga.
Selanjutnya polda Lampung mengerahkan empat kompi pasukan untuk menyerang warga yang masih menduduki lahan. Dari penyerangan itu polisi menangkap 12 orang petani dan sejumlah aktivis yang mendampingi warga sebagai target penangkapan, salah satunya Sugianto. (Web Warouw)