JAKARTA- Hubungan antara gizi dan penyakit tentunya tidak hanya kekurangan gizi (under-nutrition), tetapi juga kelebihan gizi (Obesitas). Kekurangan gizi pada balita akan menyebabkan balita menderita gizi buruk atau balita menjadi pendek menurut umur (stunting). Sebaliknya, kegemukan (obesitas) juga merupakan faktor risiko penyakit degeneratif. Dalam rangka Hari Gizi Nasional, Bergelora.com mewawancarai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP (K), MARS, DTM&H, DTCE, di Jakarta, Sabtu (24/1).
Apakah makanan bergizi itu selalu mahal?
Makanan bergizi tidak selalu mahal. Makanan bergizi intinya adalah makan makanan yang mengandung ‘zat gizi’ seimbang, meliputi protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Dulu ini disebut dengan makanan 4 sehat 5 sempurna, yang terdiri dari nasi, lauk, buah, sayur (4 sehat) dan ditambah susu menjadi 5 sempurna. Sekarang konsep ini diperbaiki menjadi makanan gizi seimbang. Karena makanan sehat tidak dilihat dari berat asupan per jenis bahan pangan nasi, terigu, daging, ikan, dan seterusnya. Tetapi lebih dilihat dari aspek asupan ‘zat gizi’ secara total makanan. Sumber zat gizi protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, bisa di[eroleh dari sumber makanan lokal. Misal, untuk protein bisa diperoleh dari ikan, kedelai, dan kacang-kacangan lainnya. Vitamin dan mineral diperoleh dari sayuran lokal, seperti bayam, kangkung, tomat, dll, serta buah-buahan lokal seperti mangga, pisang, jeruk dan lainnya. Sehingga perlu dikembangkan ‘warung hidup’ untuk sumber makanan bergizi.
Makanan apa saja yang ekonomis, mudah didapat, tetapi bergizi tinggi?
Seperti tadi disebut, makanan bergizi harus mengandung zat gizi yang seimbang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein, karbohidrat, dan lemak, disebut zat gizi makro. Sedangkan vitamin dan mineral disebut zat gizi mikro. Untuk zat gzi makro, yang paling penting adalah asupan kalori dan protein, sementara lemak kalau kebanyakan kurang baik karena berisiko penyakit kardiovaskuler. Sumber protein yang murah dan sehat adalah ikan, ayam, segala jenis kacang-kacangan kedelai, kacang tanah, buncis, kacang tunggak, jamur, dan sebagainya. Bahkan nasi (beras) pun mengandung protein juga. Sumber vitamin dan mineral pada prinsipnya dalah buah dan sayur. Buah lokal seperti jeruk, pisang lokal, manggis, mangga, jambu, belimbing. Sayuran lokal, seperti bayam, kangkung, buncis, bahkan daun kelor, kesemuanya adalah sumber makanan bergizi. Daun kelor banyak mengandung vitamin, mineral, dan protein.
Bagaimana mensiasati keadaan ekonomi sulit?
Secara logika, keadaan ekonomi akan mempengaruhi daya beli. Selanjutnya daya beli akan mempengaruhi ketersediaan makanan bergizi di keluarga. Namun demikian, daya beli bukan satu-satunya yang mempengarahi asupan makanan bergizi. Karena pengatahuan masyarakat dan gaya hidup akan mempengaruhi juga pada gizi seseorang. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini harus melalui pemberdayaan masyarakat. Misalnya melalui perbaikan ekonomi keluarga dan juga program warung hidup dipedesaan perlu digalakkan lagi. Kemudian, yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan pengetahuan masyarakat melalui KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi). Sehingga, masyarakat mampu memilih makanan yang bergizi namun murah (terjangkau).
Makanan apa saja yang tidak baik untuk pertumbuhan gizi?
Makanan yang baik tentunya harus kaya zat gizi dan juga aman tidak mengandung bahan-bahan cemaran berbahaya. Selama ini, kita bisa melihat trend orang untuk mengkonsumsi makanan cepat saji, makanan pabrikan, jajanan yang mungkin tidak aman, minuman kurang sehat, atau makanan yang kandungan zat gizinya rendah. Makanan cepat dianggap kurang sehat karena komposisinya yang kurang seimbang. Biasanya tinggi lemak. Makanan pabrikan tentunya mengandung bahan tambahan pangan (pengawet). Minuman kurang sehat misalnya soft drink. Makanan di kampung yang biasanya terdiri umbi-umbian, jagung, ketela (gaplek), ikan, jamur, dan makanan lokal lainnya, sebenarnya adalah makanan sehat. Yang perlu ditingkatkan adalah komposisi hidangan yang dimakan harus lengkap, jadi harus ada sumber protein, sumber karbohidrat, dan sumber vitamin dan mineral.
Penyakit apa saja yang mudah diderita ketika kekurangan gizi?
Hubungan antara gizi dan penyakit tentunya tidak hanya kekurangan gizi (under-nutrition), tetapi juga kelebihan gizi (Obesitas). Kekurangan gizi pada balita akan menyebabkan balita menderita gizi buruk atau balita menjadi pendek menurut umur (stunting). Balita dengan gizi buruk akan mudah menderita penyakit infeksi yang ujungnya memperparah kurang gizi. Dan ini bisa meningkatkan angka kematian anak. Juga balita yang kurang gizi akan mempengaruhi perkembangan otak (menurunkan IQ). Sehingga secara umum balita yang kurang gizi akan menciptakan sumber daya manusia yang kurang berkualitas. Juga disinyalir, bahwa balita yang menderita stunting (pendek), setelah dewasa akan mudah terjangkit penyakit tidak menular (penyakit degeneratif), seperti kencing manis, jantung, gangguan pembukuh darah, dan lainnya. Sebaliknya, kegemukan (obesitas) juga merupakan faktor risiko penyakit degeneratif seperti kencing manis, jantung, stroke, dan lainnya. Dengan demikian, asupan gizi yang benar adalah asupan yang tepat seuai dengan kebutuhan tubuh, yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, dan aktivitas (jenis pekerjaan). (Enrico N. Abdielli)