MALINAU- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membantah adanya desa fiktif yang sempat ditudingkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai ‘desa-desa hantu’ pemakan anggaran Dana Desa,– program andalan Presiden Jokowi. Direktur Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Kemendagri Benny Irwan menyebut desa-desa yang diduga fiktif itu hanya belum tertib administrasi terkait pengelolaan Dana Desa.
“Kondisi desa itu sesungguhnya desa yang belum tertib administrasi. Desa itu ada, bukan desa fiktif,” kata Benny dalam Forum Merdeka Barat di Jakarta, Selasa (19/11).
Benarkah demikian? Tim Bergelora.com dan SH.Net menelusuri laporan masyarakat dari Kalimatan Utara lewat surat yang dibuat masyarakat Malinau tertanggal 1 Agustus 2019 kepada Presiden Jokowi di Jakarta.
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Malinau tahun 2018, mencatat jumlah penduduk Kabupaten Malinau sebanyak 79.903 jiwa. Jika mengacu kepada Undang-Undang Pembentukan desa harusnya desa yang ada di Kabupaten Malinau saat ini hanya 53 atau 45,5 % dari jumlah 109 desa yang ada sekarang.
Namun, Bupati Malinau tetap mempertahankan status desa yang memang sudah ada sejak pemerintahan sebelumnya, walaupun desa tersebut sudah tidak memenuhi syarat dari segi jumlah penduduknya berdasarkan ketentuan Undang-undang No 6/2014 tentang desa.
Desa 28 Jiwa
Di Kecamatan Sungai Boh, Malinau,– Desa Long Top tetap menerima dana desa sampai hari ini. Padahal menurut laporan registrasi penduduk dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Malinau tahun 2018 jumlah penduduk di Desa Long Top hanya 28 jiwa.
Status Long Top sebagai desa harusnya dihapus dengan terbitnya Undang-undang No 6 tahun 2014 tentang desa, yang mensyaratkan jumlah penduduk minimal 1.500 jiwa untuk setiap desa.
Namun sejak bergulirnya Dana Desa, Desa Long Top tetap menerima dana desa yang sama besarnya dengan desa lain yang sah berdasarkan Undang-undang. Seharusnya Bupati Malinau segera menghapus status desa Long Top sebagai desa sesuai pasal 9 dan digabungkan ke dalam desa terdekat dalam bentuk dusun (pasal 10 UU No 6/2014).
Hal yang sama di Kecamatan Metarang Hulu, Kabupaten Malinau. Desa Long Pala, Long Semamu, Long Mekatip, Long Kebinu, Long Simau dan Long Sulit. Padahal rata-rata penduduknya saat ini hanya antara 8 sampai 20 Kepala Keluarga di setiap desa.

Kantor Kades Fiktif
Desa-desa hantu yang lain adalah Desa Long Liku, Desa Long Gafid, Desa Temalang serta Desa Long Bisai di Kecamatan Mentarang, Kabupaten Malinau. Keempat desa ini sudah tidak kelihatan bekasnya apalagi jika dilihat di peta. Karena pada dekade akhir tahun 90-an penduduk keempat desa ini sudah mulai berpindah (exodus) ke desa-desa yang ada disekitarnya, seperti Desa Singai terang, Desa Mentarang Baru, Desa Pulau Sapi dan Desa Lidung Keminci.
Seharusnya desa-desa tersebut tidak lagi dimasukkan kedalam daftar 109 desa yang memperoleh Dana Desa. Namun dalam 5 tahun terakhir (2015, 2016, 2017, 2018 dan 2019) Desa Long Liku, Desa Long Gafid serta Desa Temalang dan Desa Long Bisai, tetap memperoleh dan mencairkan Dana Desa tersebut.
Fakta yang ditemukan di lapangan bahwa Desa asli Long Liku di Kecamatan Mentarang memang sudah tidak ada. Yang tersisa di lokasi adalah sebuah pondok yang sering digunakan sebagai tempat bermalam bagi masyarakat yang berburu hewan liar di hutan sekitarnya.
Sehingga patut diduga bahwa Dana Desa yang telah dicairkan oleh aparat Desa Long Liku ternyata tidak digunakan untuk kepentingan masyarakat desa, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi oleh aparat Desa Long Liku. Untuk membangun rumah pribadi dan membeli mobil jenis Toyota Double Cabin Hilux dan Toyota Agya.
Caranya cukup mencengangkan. Untuk mencairkan Dana Desa, keempat desa bayangan ini, dibuatlah Kantor kepala Desa fiktif di desa lain di Desa Lidung Keminci ada Kantor Desa Long Liku yang jaraknya puluhan kilometer dari lokasi desa aslinya.
Sedangkan untuk Desa Long Gafid dan desa Temalang serta Desa Long Bisai kantor desanya ada di Desa Singai Terang. Untuk mencairkan dana desa ini langsung dilakukan oleh kepala desa bayangan tanpa membangun sesuatu di desanya. Anehnya penyelewengan ini dibiarkan oleh Bupati Malinau berlangsung sejak bergulirnya Dana Desa tahun 2015 sampai saat ini.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Adminstrasi Pemerintahan (terlampir), seharusnya menjadi pedoman Bupati Malinau dalam menghapus desa lama yang jumlah penduduknya sudah tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat 7 UU no 6 tahun 2014, dan membentuk desa baru,– yang merupakan hasil penggabungan beberapa desa yang tidak memenuhi syarat dan bertentangan dengan Undang-Undang Desa.
Namun Laporan jumlah desa di Kabupaten Malinau tetap sebanyak 109 desa seperti yang tertuang dalam Keputusan Bupati Malinau Nomor : 138/K.223/2015 tentang perubahan Keputusan Bupati Malinau Nomor: 138/K.227/tahun 2013 tentang Penetapan Kode Wilayah Admnistrasi Pemerintahan Nama Kecamatan dan Desa se Kabupaten Malinau Tahun 2015.
Pertanyaannya adalah siapa oknum yang ada dibelakang pencairan Dana Desa pada desa-desa tersebut sejak tahun 2015 sampai sekarang? Diduga ada keterlibatan aparat pemerintah yang sengaja ditempatkan di kecamatan,– termasuk para pejabat di Kabupaten Malinau sebagai aktor intelektual dibelakang skenario pencairan dana desa bayangan tersebut. (TIM)

