SEMARANG – Seorang jurnalis perempuan di Semarang mengalami pelecehan seksual saat sedang meliput kampanye akbar Calon Presiden dan Wakil Presiden Ganjar-Mahfud di Simpang Lima, Kota Semarang, pada Sabtu (10/2/2024) sore.
Pelaku pelecehan diduga adalah seorang ajudan (aide-de-camp/ADC) dari seorang petinggi partai.
Video yang diterima menunjukkan jurnalis perempuan dari salah satu media terkemuka di Jawa Tengah menangis histeris setelah mengalami pelecehan tersebut.
Pada awalnya, ada tiga jurnalis perempuan lain yang mencoba menenangkan korban. Mereka kemudian dibantu oleh dua jurnalis perempuan lainnya. Kelima jurnalis itu berusaha meredakan korban yang syok akibat kejadian pelecehan tersebut.
Dalam video tersebut, terlihat seorang wanita, Puan, turut menenangkan korban dengan mengelus punggungnya.
Setelah situasinya tenang, korban langsung dibawa ke tempat yang aman oleh sejumlah jurnalis lainnya.
Korban menjelaskan bahwa saat kejadian, dia berada di belakang Puan ketika ajudan Puan meminta jurnalis lain untuk menjauh. Pada saat itulah, tangan ajudan tersebut melakukan pelecehan seksual terhadap korban.
“Pertama kali saya melihatnya (pelaku), saya hanya memperhatikan. Ketika kejadian berulang kali, dia kembali melakukan pelecehan di tempat yang sama,” ungkap korban sembari menambahkan keterangan pada Sabtu (10/2/2024) malam.
Korban tidak hanya diam saat kejadian terjadi. Dia berteriak pada pria tersebut, namun pelaku segera melarikan diri.
Menurut korban, setelah melakukan pelecehan dua kali, pelaku sempat meminta maaf sebelum pergi.
“Ia mengucapkan ‘maaf, maaf’. Saya juga sempat mengatakan padanya bahwa ini adalah tindakan yang tidak pantas. Lalu dia langsung pergi,” tambah korban.
Saksi mata di lokasi kejadian melihat pelaku yang diduga adalah ADC meninggalkan belakang panggung acara.
“Saya menduga bahwa pelaku adalah ADC karena dia mengenakan seragam, earphone, dan HT,” ujar seorang saksi mata yang merupakan jurnalis dari media nasional yang berada di lokasi kejadian.
Seorang staf khusus dari Puan telah menghubungi seorang teman korban yang juga seorang jurnalis, dan menjanjikan untuk menyelidiki kasus ini.
Kepada Bergelora.com di Semarang dilaporkan, Riska Farasonalia dari Divisi Gender, Anak, dan Kelompok Marginal AJI Kota Semarang menyatakan bahwa pelecehan seksual dan serangan terhadap jurnalis di Semarang harus ditindaklanjuti.
“Kami percaya bahwa tindakan pelaku ini merupakan bentuk penghalangan terhadap kegiatan jurnalistik. Intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tidak dapat diterima sesuai dengan Undang-Undang Pers,” katanya.
Selain itu, perbuatan pelaku juga melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Kami mengajak semua pihak untuk menentang segala bentuk pelecehan seksual dan melindungi pekerjaan jurnalis. Pelaku harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku agar kejadian serupa tidak terulang,” tambahnya.
AJI Semarang juga menekankan agar kantor redaksi media memberikan dukungan penuh kepada korban.
“Perusahaan media memiliki tanggung jawab atas keselamatan jurnalisnya, termasuk memberikan pendampingan kepada mereka yang menjadi korban kekerasan,” ujarnya.
Kejadian kekerasan terhadap jurnalis perempuan di Semarang ini hanya menambah panjang daftar kasus serupa di Indonesia.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2M) pada September – Oktober 2022, sebanyak 82,6 persen atau 704 responden jurnalis perempuan dari 34 provinsi di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual selama berkarir jurnalistik.
Survei tersebut juga mencatat bahwa terdapat 10 jenis tindak kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan, dengan body shaming secara luring sebesar 58,9 persen dan daring sebesar 48,6 persen menjadi yang paling tinggi. (Prijo Wasono)