JAKARTA – Gelombang aksi demonstrasi terjadi di beberapa wilayah Indonesia pada akhir Agustus 2025. Aksi bermula ketika berbagai kelompok masyarakat memprotes kenaikan tunjangan anggota DPR RI di Jakarta pada 25 Agustus.
Demonstrasi kemudian berlanjut hingga beberapa hari, dan sempat diwarnai kericuhan serta menimbulkan korban. Saat demonstrasi berlangsung, muncul isu penjarahan di beberapa wilayah oleh kelompok tidak dikenal.
Beberapa rumah milik anggota DPR RI seperti Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya dijarah. Rumah milik Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga tak luput menjadi target sasaran.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menduga, kelompok yang melakukan penjarahan bukan murni para demonstran. Ia curiga ada sebuah operasi untuk memprovokasi masyarakat seperti kasus kerusuhan yang sebelumnya pernah terjadi di Indonesia.
“Berdasarkan investigasi YLBHI, kerusuhan Ambon, kerusuhan Poso, kemudian ’98, itu bukan masyarakat sipil atau demonstran yang merusak atau menjarah. Tapi ada pemantik, ada operasi, ada upaya untuk memprovokasi bahkan dari aktor-aktor kekuasaan, dari aktor aparat itu sendiri,” kata Isnur, Sabtu (30/8/2025).
Menurut Isnur, penting untuk membongkar aktor di balik kerusuhan dan penjarahan yang terjadi pada akhir Agustus 2025. Sebab, penjarahan itu menimbulkan kekacauan dan menyimpang dari tujuan awal demonstrasi. Ia berpandangan, aksi demonstrasi yang saat ini berlangsung merupakan akumulasi keresahan masyarakat karena mengalami penderitaan dan ketidakadilan dari penguasa.
Kendati begitu, Isnur mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dan tetap saling jaga. Bagi YLBHI, penting untuk fokus pada tuntutan memperbaiki sistem negara.
“Tetap fokus pada perbaikan negeri, fokus tekan DPR untuk mengubah sikapnya, mengubah kebijakan yang busuk. Fokus mendesak agar kepolisian direformasi dan beri sanksi kepada pelaku kekerasan dari kepolisian,” ujar Isnur.
“Jangan sampai melakukan tindakan kejahatan dengan menjarah, mencuri, merampas, merusak atau menyerang kelompok lain,” kata dia.
Di samping itu, Isnur mengingatkan aparat untuk tidak melakukan tindakan represif ketika menangani aksi massa. Tindakan represif justru akan memperkeruh kedaan dan menimbulkan lebih banyak korban.
Isnur juga menyayangkan adanya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diterjunkan saat demonstrasi berlangsung. Sebab bukan tugas pokok dan fungsi TNI mengamankan aksi yang dilakukan oleh masyarakat.
“Harusnya kan justru yang tampil pimpinan kepolisian, pimpinan masyarakat untuk mendinginkan. Bukan tentara yang tampil kayak jadi semacam pahlawan,” kata Isnur.
Mengaburkan Konsentrasi
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, hal senada juga disampaikan oleh Direktur LBH Bandung, Heri Pramono. Ia menyebut ada upaya dari pihak tertentu untuk mengaburkan konsentrasi masyarakat melalui tindakan penjarahan.
Menurut dia, aksi demonstrasi yang berlangsung pada akhir Agustus 2025 merupakan momen masyarakat untuk bersatu menuntut perbaikan hukum dan kebijakan pemerintah maupun DPR.
“Adanya isu penjarahan, isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) itu mengaburkan konsentrasi warga terhadap tuntutannya,” kata Heri.
Heri pun mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dan tidak melakukan tindakan kriminal seperti penjarahan.
“Yang paling penting adalah bagaimana kita saling jaga, warga dengan warga ini saling jaga,” kata Heri. (Web Warouw)