JAKARTA- Wacana perpanjangan masa jabatan Presiden yang mulai ramai dibicarakan perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini akibat amandemen UUD’45, negara tidak memiliki lembaga yang bisa memperpanjang masa jabatan presiden. Hal ini disampaikan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kepada Bergelora.com di Jakarta, Junat (25/2) menanggapi berbagai polemik tentang perpanjangan masa jabatan presiden.
“Keadaan seperti ini harus dicermati betul, karena ini potensial menimbulkan konflik politik yang bisa meluas ke mana-mana,” katanya.
Yusril Ihza Mahendra mengakui bahwa Amandemen UUD’45 sejak awalnya membawa banyak persoalan dalam ketata negaraan.
“Amandemem UUD 45 menyisakan persoalan besar bagi bangsa kita, yakni kevakuman pengaturan jika negara menghadapi krisis seperti tidak dapatnya diselenggarakan Pemilu.,” katanya.
Yusril mengingatkan saat inj dibawah UUD maka tidak ada satu lembagapun yang dapat memperpanjang masa jabatan Presiden atau Wakil Presiden.
“Atau (tidak bisa- red)menunjuk seseorang menjadi Pejabat Presiden seperti dilakukan MPRS tahun 1967,”
Ia menanggapi usul seperti yajg disampaikan Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar untuk meempetpanjang masa jabatam Presiden Jokowi atas itu sebelumnya sudah dikemukakan oleh Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.
“Dalam negara demokrasi orang boleh usul apa saja tentunya. Tetapi usulan penundaan Pemilu ini menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang,” ujarnya.
“Sebagai negara hukum, kita wajib menjunjung hukum dan konstitusi. UUD 45 hasil Amandemen tegas mengatakan bahwa Pemilu diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Undang-undang juga demikian. Kalau Pemilu ditunda, maka lembaga apa yang berwenang menundanya,”
Konsekuensi dari penundaan itu menurut Yusril adalah masa jabatan Presiden, Wapres, kabinet, DPR, DPD dan MPR akan habis dengan sendirinya. Lembaga apa yang berwenang memperpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut? Apa produk hukum yang harus dibuat untuk menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan tersebut?
“Pertanyaan-pertanyaan ini belum dijawab dan dijelaskan oleh Cak Imin maupun Pak Bahlil. Kalau asal tunda pemilu dan asal perpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut, tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka ada kemungkinan timbulnya krisis legitimasi dan krisis kepercayaan,” katanya. (Web Warouw)