Minggu, 19 Oktober 2025

SIAPKAN TIANG GANTUNGAN..! Negara Rugi Rp 285,1 T akibat Korupsi BBM yang Seret Riza Chalid

JAKARTA – Sidang dakwaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) mengungkap kerugian keuangan dan perekonomian negara yang ditaksir mencapai Rp 285,1 triliun.

Perbuatan korupsi itu diduga dilakukan oleh anak saudagar minyak Riza Chalid sekaligus beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza, bersama empat terdakwa lainnya.

“Itu rangkaian perbuatan daripada terdakwa yang menjadi rangkaian penuh dan akhirnya menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 285 triliun, total seperti itu,” ujar Jaksa Triyana Setia Putra seusai sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

iAngka tersebut memang tidak disebutkan secara spesifik dalam dakwaan Kerry dan kawan-kawan.

Jaksa memastikan bahwa perbuatan lima orang ini masih berkesinambungan dengan perbuatan terdakwa atau tersangka lainnya. Perbuatan melawan hukum ini ditemukan dari hulu ke hilir tata kelola minyak mentah.

“Semua klaster di dakwaan Pertamina itu satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Tata kelola mulai dari hulu, dari impor-ekspor minyak mentah, sampai nanti ke ada penjualan solar maupun subsidi BBM,” kata Tri.

Unsur Kerugian Negara

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa, kerugian keuangan negara terjadi karena ada tiga perbuatan melawan hukum.

Pertama, dalam pengadaan ekspor minyak mentah, negara dalam hal ini PT Pertamina dan anak perusahaannya, mengalami kerugian hingga 1.819.086.068,47 dollar AS. Sementara, pada pengadaan impor minyak mentah, negara mengalami kerugian hingga 570.267.741,36 dollar AS.

Dalam pengadaan impor ini, sebanyak 19 perusahaan, termasuk pihak asing, diduga telah menerima keuntungan secara melawan hukum.

Lalu, pada pengadaan penyewaan kapal, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.073.619.047,00 dan 11.094.802,31 dollar AS. Pengusaha minyak Mohamad Riza Chalid dan anaknya, Muhammad Kerry Adrianto Riza, diduga menerima keuntungan dalam pengadaan sewa kapal ini.

Selain itu, pada pengadaan sewa terminal BBM, negara dinilai mengalami kerugian sebesar Rp 2.905.420.003.854,00. Biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan ini diduga telah masuk ke kantong Riza Chalid dan kroninya.

Selain itu, negara juga mengalami kerugian untuk kompensasi bahan bakar minyak (BBM) RON 90 alias Pertalite sebanyak Rp 13.118.191.145.790,40.

Sementara, dari penjualan solar murah, negara mengalami kerugian senilai Rp 9.415.196.905.676,86. Jika dijumlahkan, total kerugian keuangan negara akibat kasus ini mencapai Rp 25.439.881.674.368,30 dan 2.732.816.820,63 dollar AS.

Kerugian ekonomi negara Selain menyebabkan kerugian keuangan negara, para terdakwa maupun tersangka diduga juga telah menyebabkan kerugian perekonomian negara hingga Rp 171.997.835.294.293,00. Angka ini berasal dari harga pengadaan BBM yang lebih mahal dari yang seharusnya sehingga berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan.

Selain itu, terdapat juga keuntungan ilegal senilai 2.617.683.340,41 dollar AS.

Keuntungan ilegal ini dihitung dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri.

Jika angka kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dijumlahkan dan dihitung dengan kurs Rp 16.000, total kerugian keuangan dan perekonomian negara mencapai Rp 285,1 triliun.

Perusahaan Diuntungkan

Jaksa juga mengungkapkan bahwa ada 19 perusahaan yang diuntungkan dalam proses pengadaan impor dan ekspor minyak mentah. Di antaranya, terdapat 10 perusahaan asing yang mendapatkan perhatian khusus karena diusulkan langsung oleh terdakwa sebelum pengadaan dilakukan. Usulan ini diberikan oleh terdakwa Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, bersama dengan Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin dan VP Crude and Trading ISC PT Pertamina tahun 2019-2020, Dwi Sudarsono.

“Terdakwa Agus Purwono, Sani Dinar Saifuddin, dan Dwi Sudarsono mengusulkan 10 mitra usaha sebagai pemenang pengadaan impor minyak mentah/kondensat meskipun praktik pelaksanaan pengadaan tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan,” ujar jaksa.

Perusahaan asing ini juga mendapatkan bocoran harga perkiraan sendiri (HPS) yang merupakan persyaratan utama lelang dan semstinya bersifat rahasia.

“(Para terdakwa juga) melakukan perubahan persyaratan utama berupa volume pengadaan dan waktu pengiriman. (Serta), mengundang perusahaan yang sedang dikenai sanksi untuk mengikuti pelelangan,” imbuh jaksa.

Perusahaan-perusahaan yang diuntungkan dalam proses pengadaan impor itu adalah Vitol Asia Pte Ltd, Socar Trading Singapore Ptd, Glencore Singapore Pte Ltd, ExxonMobil Asia Pacific Pte Ltd, BP Singapore Pte Ltd, Trafigura Asia Trading Pte Ltd, Petron Singapore Trading Pte, BB Energy (Asia) Pte Ltd, dan Trafigura Pte Ltd.

Jaksa menyebut 10 perusahaan asing di atas memperoleh kekayaan 570.267.741,35 dollar AS dari praktik curang tersebut.

Sementara itu, ada 9 perusahaan dalam negeri, baik anak perusahaan Pertamina dan swasta, yang memperoleh keuntungan lewat pengadaan ekspor minyak mentah. Perusahaan-perusahaan itu antara lain PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pertamina EP Cepu (PEPC), Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL), Medco E&P Natuna Ltd, Petronas Carigali Ketapang II Ltd, PT Pema Global Energi.

Daftar Terdakwa Dan Tersangka

Sejauh ini, sudah sembilan terdakwa dihadirkan dalam persidangan untuk mendengarkan dakwaan yang dituduhkan kepada mereka.

Pada sidang kemarin, ada 5 terdakwa yang menghadapi dakwaan, yakni beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhamad Kerry Adrianto Riza, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono. Kemudian, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.

Sementara itu, empat tersangka lainnya sudah lebih dahulu mengikuti sidang pembacaan dakwaan pada Kamis (9/10/2025). Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya, serta VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Sembilan tersangka lain yang berkasnya masih belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus adalah Alfian Nasution, selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2021-2023; Hanung Budya Yuktyanta, selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014.

Kemudian, Toto Nugroho, selaku VP Integrated Supply Chain tahun 2017-2018; Dwi Sudarsono, selaku VP Crude and Trading ISC PT Pertamina tahun 2019-2020; Arief Sukmara, selaku Direktur Gas Petrochemical dan New Business Pertamina International Shipping; Hasto Wibowo, selaku VP Integrated Supply Chain tahun 2018-2020.

Lalu, Martin Haendra, selaku Business Development Manager PT Trafigura tahun 2019-2021; Indra Putra, selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi; dan Mohammad Riza Chalid, selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru