JAKARTA- Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD angkat bicara soal informasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap hakim Mahkamah Agung. Menurut Mahfud, tindakan OTT sudah biasa dilakukan KPK karena memiliki cukup bukti sebelumnya.
Mahfud juga tak mempermasalahkan KPK melakukan OTT ke aparat penegak hukum selama ada bukti. Menurutnya di dunia hukum juga ramai mafia.
“Karena di sana ramai masalah mafia hukum dan sebagainya, tetapi tetap harus profesional, tidak boleh mencari-cari,” ujar Mahfud di Malang, Jawa Timur, Kamis (22/9/2022).
Menurut Mahfud, lembaga pimpinan Firli Bahuri itu sudah mempunyai ukuran dalam melakukan tindakan OTT.
“Menurut saya KPK cukup punya ukuran-ukuran untuk melakukan tindakan. (OTT KPK) ini bukan berikutnya lagi, kan sudah berkali-kali OTT,” katanya.
Suap dan Pungutan Liar
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan hakim agung berinisial SD atau Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap dan pungutan liar terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, pihaknya telah mengantongi alat bukti yang cukup untuk menaikkan perkara ini ke tingkat penyidikan.
“Penyidik menetapkan 10 orang sebagai tersangka, SD hakim agung MA,” kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (23/9/2022).
Adapun tersangka lainnya adalah Elly Tri Pangestu selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung, Desy Yustria dan Muhajir Habibie selaku PNS Kepaniteraan Mahkamah Agung.
Kemudian, Redi dan Albasri yang merupakan PNS di MA, Yosep Parera dan Eko Suparno sebagai pengacara, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto dari pihak swasta atau Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID
Komisi antirasuah kemudian menahan para tersangka selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.
Sebelumnya diberitakan, terjadi tangkap tangan yang dilakukan di dua wilayah yakni, Jakarta dan Semarang. Selain mengamankan sejumlah orang, KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang.
Karena perbuatannya, KPK menyangka Dimyati dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. (Calvin G. Eben-Haezer)