Jumat, 28 Maret 2025

SKANDAL MAHKAMAH KELUARGA NIH..! Sembilan Hakim Konstitusi Dilaporkan Ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi

JAKARTA- Para advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia melaporkan 9 hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/10).

Mereka melaporkan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang diduga dilakukan oleh Prof. Dr. Anwar Usman, S.H. M.H. dan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi lainnya.

Dalam surat kepada Dewan Etik yang diterima Bergelora.com di Jakarta bernomor 02-1/LAP-PKE PHK/PAN/X/2023. Perihal, LAPORAN DUGAAN PELANGGARAN KODE ETIK DAN PERI LAKU HAKIM disebutkan para hakim digugat sehubungan dengan putusan MK pada Uji Materiil yang diajukan oleh beberapa pihak antaranya oleh PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA (PSI), No. 29/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Maret 2023, oleh PARTAI GARUDA No. 51/PUU-XXI/2023, tanggal 9 Mei 2023, oleh beberapa KEPALA DAERAH No. 55/PUU-XXI/2023, tanggal 17 Mei 2023, oleh ALMAS TSAQIBBIRU RE A No. 90/PPU-XXI/2023, tanggal 15 Agustus 2023, oleh ARKAAN WAHYU RE A No. 91/PUU-XXI/2023, tanggal 15 Agustus 2023 dan oleh MELISA MYLITIACHRISTI TARANDUNG, S.H No. 92/PUUXXI/2023, tanggal 16 Agustus 2023 untuk menguji konstitusionalitas pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945, tentang batas usia minimum Capres-Cawapres di MK, yang telah dibacakan putusannya pada tanggal 16 Oktober 2023.

Dalam surat laporan kepada Dewan Etik MK dilaporkan benturan kepentingan atau conflict of interest atau konflik kepentingan dalam diri seorang Hakim dan Hakim Konstitusi dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam proses perkara yang siajukan di Mahkamah Konstitusi.

Proses persidangan perkara yang banyak mengundang reaksi publik berupa kritik, saran dan pertimbangan yang disampaikan secara terbuka melalui Media terutama Media Sosial hingga Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dijuluki sebagai Mahkamah Keluarga, hanya karena terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda antara Ketua Mahkamah Konstitusi yaitu terlapor Ketua Mahkamah Agung dan Presiden Joko Widodo.

Disoroti juga fakta-fakta yang menunjukan bahwa permohonan uji materiil sebagaimana disebutkan di atas, terkait langsung atau tidak langsung dengan kepentingan, keinginan dan tujuan dari beberapa pihak,–termasuk Gibran Rakabuming Raka Sendiri untuk menjadikan Gibran Rakabuming Raka menjadi Calon Presiden atau Wakil Presiden RI pada tahun 2024.

MK Melenceng Dari Gugatan

Sebelumnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyebut putusan batas usia capres dan cawapres yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada Senin lalu, 16 Oktober 2023, melebihi gugatan yang diajukan pemohon atau ultra petita.

Almas Tsaqibbirru sebagai pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023 hanya meminta MK menambahkan frasa ‘atau berpengalaman sebagai kepala daerah’ pada Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Mengapa amarnya bergeser? Perlu diberi catatan tebal, tidak semua yang dipilih melalui pemilihan umum adalah kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” kata Saldi dalam membacakan pandangannya di sidang MK, Senin, 16 Oktober 2023.

Saldi mencontohkan anggota legislatif baik itu DPR RI, DPD, serta DPRD provinsi, kabupaten dan kota juga dipilih melalui pemilihan umum. Sehingga secara tekstual amar yang diputuskan sudah bergeser dari hukum acara.

“Pertanyaan mendasar, bisakah lompatan nalar tersebut dibenarkan yang secara prinsip hakim harus terikat dan mengikatkan dirinya dengan hukum acara,” kata Saldi.

Saldi menjelaskan, hakim bisa saja bergeser ke petitum atau alasan permohonan, namun itu dilakukan sejauh alasan tersebut memiliki keterkaitan.

“Secara kasat mata permohonan no 90 menggunakan pengalaman sekaligus keberhasilan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai acuan, artinya permohonan tidak menyandarkan alasan-alasan permohonan pada pejabat yang dipilih (elected official). Haruskah mahkamah bergerak sejauh itu?,” kata Saldi.

Saldi dan tiga hakim lainnya ajukan pendapat berbeda
Saldi Isra dan tiga hakim Mahkamah Konstitusi lainnya yakni Arief Hidayat, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan tersebut.

Dalam pendapatnya, Saldi memaparkan sejumlah keanehan dalam proses pengambilan putusan dalam perkara tersebut.

Peran Hakim Anwar Usman

Saldi sempat menilai ada kejanggalan dalam perubahan sikap sejumlah hakim setelah Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, ikut dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk memutuskan gugatan nomor 90 dan nomor 91.

Awalnya, Anwar tak ikut dalam RPH untuk memutus gugatan nomor 25, 51 dan 55. Dalam tiga gugatan ini, enam dari delapan hakim menyatakan menolak. Mereka berpendapat soal batas usia capres dan cawapres ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang atau open legal policy.

Setelah Anwar iku dalam RPH, menurut Saldi, tiga hakim yang sebelumnya sepakat bahwa hal itu merupakan open legal policy berubah sikap. Mereka kemudian ikut menyatakan mengabulkan sebagian petitum gugatan nomor 90.

Selain Saldi cs, ada juga dua Hakim Konstitusi yang mengajukan concurring opinion atau alasan berbeda. Mereka adalah Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Foekh. Dalam pendapatnya, Enny dan Daniel sepakat jika pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum dapat menjadi capres dan cawapres meskipun berusia di bawah 40 tahun. Akan tetapi mereka membatasi pejabat itu hanya di level gubernur.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan syarat calon presiden dan wakil presiden atau capres-cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membaca amar putusannya, Senin 16 Oktober 2023.

Anwar Usman mengatakan, MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Artinya, setiap orang yang belum berusia 40 tahun tetap dapat menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dengan syarat pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum.

Putusan MK itu membuka pintu bagi kemenakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju pada Pilpres 2024. Gibran saat ini masih berusia 36 tahun namun menjabat sebagai Wali Kota Solo. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru