Rabu, 22 Oktober 2025

JANGAN DIBIARIN NIH..! Skandal Solar 13 Perusahaan Termasuk Adaro dan Astra: Negara Dijadikan Alat Perampokan Legal

 

JAKARTA- Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menilai telah terjadi pergeseran pola korupsi dalam satu dekade terakhir. Ia menyebut, praktik korupsi kini tidak lagi hanya mengandalkan suap atau merendahkan kekuasaan secara langsung, tetapi mulai mengarah pada model baru yang dilegalkan melalui kebijakan negara.

Pola-pola pemberian BBM kepada korporasi swasta dengan harga bernuansa PSO (public service obligat), untuk memurahkan harga padahal dia adalah private sector, swasta untuk kepentingan keuntungan pemilik perusahaan, maka ini jelas sebuah korupsi di level kebijakan, ujar Julius dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Pernyataan tersebut disampaikan Julius untuk menanggapi skandal penjualan solar murah yang saat ini tengah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurutnya, praktik seperti ini menunjukkan gejala pergeseran korupsi dari bentuk korupsi negara menjadi korupsi kebijakan negara — atau dari penangkapan kebijakan oleh aktor swasta menjadi legalisasi mencakup negara melalui produk hukum.

Julius menjelaskan bahwa kebijakan-kebijakan semacam itu disusun untuk secara sengaja menguntungkan korporasi tertentu, yang pada akhirnya juga memberi keuntungan kepada pemilik atau Beneficial Ownership yang sering kali terafiliasi dengan elite kekuasaan.

“Ini tentu patut diusut secara tuntas. Persoalan BBM kita itu bukan hanya soal kualitas atau mafia migas yang menyeret arah Patra Niaga, tapi juga soal ‘layanan-layanan khusus’ lewat harga-harga khusus kepada korporasi. Di belakangnya ada pejabat negara yang jelas-jelas punya konflik kepentingan,” tegas Julius.

Menurutnya, konflik kepentingan semacam ini sulit ditutupi dengan prosedur administratif semata. Jika aparat penegak hukum menyelidiki lebih jauh dokumen administrasi, surat menyurat, dan alur transaksinya, maka kejanggalan demi kejanggalan akan mudah ditemukan.

Oleh karena itu, Julius menekankan pentingnya Kejagung menonton skandal solar murah tersebut secara serius. Ia merasa khawatir, jika kasus ini tidak ditangani secara transparan, maka akan menimbulkan kesan bahwa penegakan hukum hanya berlaku bagi pihak tertentu, alias tebang pilih.

“Dan kalau kita lihat polanya seperti ini, maka tentu wajib dimintakan pertanggungjawaban negara, baik itu dalam konteks pidana maupun kerugian negara yang harus dikembalikan sesuai dengan prinsip pemulihan aset,” katanya.

Lebih jauh lagi, Julius juga menyoroti tanggung jawab atas kebijakan pemanfaatan negara yang dinilai menyimpang dari kebijakan tersebut. Menurutnya, semua pihak yang menerima manfaat — baik pemegang saham, arahan, hingga pihak-pihak yang menjalankan proses pengurusan harga BBM murah — harus diperiksa secara menyeluruh.

“Baik dia pemegang saham, arahan yang menjalani ‘operasi’ agar dapat BBM murah, jadi ini semua patut diperiksa. Tidak hanya pada level teknis pekerja atau operator biasa,” pungkas Julius.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tengah mendalami dugaan keterlibatan 13 korporasi yang memperoleh keuntungan dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna mengatakan, memusatkan perhatian pada sejumlah perusahaan besar yang terseret dalam kasus ini. Masih didalami penyidik, kata Anang saat dikonfirmasi, Kamis (16/10/2025).

Saat ditanya apakah petinggi perusahaan akan dipanggil untuk berkemah di mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, Anang menjawab singkat. “Lihat aja nanti di konferensi,” ujarnya.

Saat ini, publik menunggu keberanian Kejagung memeriksa sejumlah pengusaha besar yang perusahaannya diduga menikmati keuntungan miliaran dari penjualan solar yang harganya ugal-ugalan miringnya.

Paling tidak ada tiga nama besar yang disebut-sebut yakni Boy Thohir (Adaro Group), Franky Widjaja (Sinarmas Group) hingga Djony Bunarto Tjondro (Astra Group), demi tegaknya hukum di Indonesia.

13 Perusahaan Terlibat Skandal Solar

1. PT Pamapersada Nusantara (PAMA) – Grup Astra (PT United Tractors Tbk) – Rp958,38 miliar

2. PT Berau Coal – Sinar Mas Group – Rp449,10 miliar

3. PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) – Delta Dunia Group (DOID) – Rp264,14 miliar

4. PT Merah Putih Petroleum – PT Energi Asia Nusantara & Andita Naisjah Hanafiah – Rp256,23 miliar

5. PT Adaro Indonesia – Adaro Group (keluarga Thohir) – Rp168,51 miliar

6. PT Ganda Alam Makmur – Titan Group (kerja sama dengan LX International, Korea) – Rp127,99 miliar

7. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) – Banpu Group (Thailand) – Rp85,80 miliar

8. PT Maritim Barito Perkasa – Adaro Logistics / Adaro Group – Rp66,48 miliar

9. PT Vale Indonesia Tbk – Vale SA (Brasil) – Rp62,14 miliar

10. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk – Heidelberg Materials AG (Jerman) – Rp42,51 miliar

11. PT Purnusa Eka Persada / PT Arara Abadi – Sinar Mas Group (APP / Sinarmas Forestry) – Rp32,11 miliar

12. PT Aneka Tambang (Antam) Tbk – BUMN (MIND ID) – Rp16,79 miliar

13. PT Nusa Halmahera Minerals (PTNHM) – PT Indotan Halmahera Bangkit & PT Antam Tbk – Rp14,06 miliar.

(Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru