JAKARTA- Dinas Perhubungan DKI Jakarta diminta untuk membatalkan rencana penyerahan pengelolaan terminal kepada pihak ketiga. Pasalnya, pengelolaan terminal ke pihak swasta akan menimbulkan masalah-masalah baru seperti adanya tumpang-tindih peraturan dan kewenangan yang mengarah ke kesemerautan di terminal.
Hal itu dikatakan Ketua SPINDO (Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia) Jakarta Barat, Mangontang Silitonga kepada Bergelora.com, di Jakarta, Minggu (15/6/2014).
Menurut dia, tumpang tindih aturan dan kewenangan itu biasanya berujung kepada adanya pungutan-pungutan tambahan yang akan membebani para pekerja sektor informal seperti pedagang, pengelola bus dan lainnya.
“Jika terminal dikelola swasta, dapat dipastikan akan timbul pungutan-pungutan baru diterminal ataupun berbagai modus pungli . Pungutan tersebut pastinya akan sangat membebani ,” kata Mangontang.
Menurut dia, swastanisasi terminal dengan menyerahkan pengelolaan kebersihan, perawatan gedung, listrik, keamanan dan lainnya ke swasta dengan tujuan agar lebih professional merupakan rencana yang tidak masuk akal.
“Sebab, dengan swastanisasi terminal sama artinya Dinas Perhubungan DKI Jakarta ingin menjadi raja-raja kecil disetiap terminal untuk menutupi ketikdakmampuannya mengelola terminal,” ujarnya.
Terkait dengan berubah fungsi terminal dalam kota menjadi antar kota seperti di Terminal Rawamangun, Mangontang menyebutkan, hal itu terjadi karena tidak tegasnya petugas dalam mengatur pengelolaan terminal.
“Timbulnya ketidaktegasan itu biasanya karena adanya kongkalikong) antara pengelola bus dengan oknum-oknum petugas,” kata Mangontang. (Calvin Garry Eben-Haezer)