JAKARTA- Civitas Akademika UPN Veteran Jakarta, Jurusan Ilmu Politik mengeluarkan reaksi keras terhadap penangkapan sewenang-wenang terhadap Delpedro Marhaen yang merupakan mahasiswa Program Magister Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta (UPNVJ). UPNVJ meminta polisi segera membebaskan Delpedro. Demikian pernyataan sikap civitas akademika Jurusan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta, yang disampaikan Ketua Jurusan Ilmu Politik, Dr. Ardli Johan Kusuma di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Menurut Johan, pihaknya mengecam cara represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap mahasiswa UPN Veteran Jakarta Delpedro dengan melakukan penangkapan sewenang-wenang.

Selain itu, UPN Veteran Jakarta juga meminta pertanggugjawaban pihak kepolisian dengan menindak tegas oknum aparat yang melakukan penangkapan dengan sewenang-wenang yang disertai tindak kekerasan terhadap para demonstran termasuk mahasiswa UPNVJ Delpedro Marhaen.
Johan menegaskan, civitas akademika Ilmu Politik UPNVJ akan tetap dan terus mendukung suara kritis dalam rangka menyelamatkan demokrasi Indonesia yang dilakukan oleh masyarakat sipil termasuk mahasiswa.
UPNVJ, jelas Johan, sangat menyayangkan dan mengecam upaya yang mengkhianati konstitusi untuk kepentingan individu, kelompok dan golongan.
“Kami tidak akan berhenti dan akan terus menyuarakan dan mengawal setiap proses penegakan demokrasi dan konstitusi NKRI tercinta,” kata Johan.
Johan yang juga merupakan Pakar Politik ini menjelaskan, situasi sosial politik belakangan ini menunjukkan sedang berada dalam periode kemunduran demokrasi serta merosotnya penghargaan nilai-nilai HAM di Indonesia.
Delpedro Marhaen yang juga Direktur Lokataru Foundation dijemput paksa aparat dari Polda Metro Jaya pada Senin (1/9/2025), sekitar pukul 22.45 WIB. Petugas dari Polda Metro Jaya menggunakan mobil Suzuki Ertiga putih.
Pihak Lokataru menegaskan, penangkapan dilakukan tanpa penjelasan resmi mengenai dasar hukum.
Selain itu, tidak ada surat perintah yang ditunjukkan saat kejadian dan aparat langsung membawa ke arah Polda Metro Jaya.
Penangkapan ini adalah bentuk kriminalisasi dan ancaman nyata bagi kebebasan sipil serta demokrasi.
Kasus Pelabuhan Patimban
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, selain aktif dalam membantu korban dalam kekerasan yang terjadi pada Agustus 2025, sebelumnya pada 22 Agustus 2025, Lokataru merilis hasil penelitian dan investigasi terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Pelabuhan Patimban, Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang ditetapkan melalui Perpres 47/2016 era Presiden Joko Widodo.
Hasil penelitian yang dilakukan sejak Januari hingga Agustus 2025 ini mengungkap adanya pelanggaran HAM, penyimpangan hukum, dan praktik oligarki di balik proyek yang diklaim sebagai “kebanggaan nasional” tersebut
“Sejak awal, Patimban bukanlah proyek yang lahir dari kebutuhan publik, tetapi dari lobi bisnis. Proyek Patimban bahkan tidak ada dalam daftar awal PSN pada Perpres 3/2016. Ia baru muncul setelah serangkaian revisi peraturan, tanpa transparansi dan partisipasi publik,” ungkap Delpedro Marhaen, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation saat itu.
Hasil investigasi juga menemukan operator pelabuhan ditentukan melalui konsorsium PT Pelabuhan Patimban Internasional (PPI) yang sarat kepentingan konglomerat besar dan lingkar kekuasaan politik. Konsorsium ini terdiri dari: PT CT Corp Infrastruktur Indonesia (Chairul Tanjung), PT Indika Logistic & Support Services (anak usaha Indika Energy), PT U Connectivity Services (didirikan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri KKP), dan PT. Terminal Petikemas Surabaya (anak usaha BUMN Pelindo III). (Web Warouw)