JAKARTA — Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara ) mengungkap banyak perusahaan BUMN ‘beranak-pinak’ hingga melahirkan tujuh lapis anak usaha atau anak perusahaan .
Danantara kini berupaya menata dan membatasi jumlah lapisan anak perusahaan pelat merah demi meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi.
“Ada tujuh layer (lapis). Saya setelah bekerja di Danantara baru paham sebutan layer itu. Dulunya, saya cuma paham kalau dari cucu-cicit (perusahaan),” kata Managing Director Holding Operasional Danantara Agus Dwi Handaya di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Sleman, DIY, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (12/11).
Agus mengatakan, saat ini total ada 1.045 BUMN, di mana 50 di antaranya memiliki 338 anak usaha. Dari 338 anak usaha ini muncul 585 cucu, serta 193 cicit perusahaan. Lalu, ada piut perusahaan 36, canggah 3, wareng 2 dan di level udheg-udheg ada 2 perusahaan.
Istilah yang disebut Agus mengacu pada silsilah keturunan keluarga di Jawa. Anaknya merupakan keturunan pertama, cucu keturunan kedua, cicit keturunan ketiga, piut keturunan keempat, canggah keturunan kelima, wareng keturunan keenam, serta udheg-udheg keturunan ketujuh.
“Tentunya dengan layering yang begitu banyak, mengakibatkan operasional pengelolaan yang tidak efisien dan tidak kompetitif. Terjadi tumpang tindih dan kompetisi sesama BUMN, bahkan sesama BUMN dalam satu induk,” kata Agus.
Danantara juga melihat banyaknya kasus mismanajemen dari situasi ini. Semisal, investasi pabrik senilai puluhan triliun yang tidak dilakukan dengan hati-hati dan cermat, mengakibatkan ketidakefisienan dalam proses produksi.
” Manajemen proyek yang lemah mengakibatkan cost overrun atau proyek tertunda. Portofolio bisnis yang beragam di luar daripada core -nya sehingga tidak mampu bersaing secara kompetitif,” katanya.
Lalu, subsidi harga yang strukturnya memberikan insentif namun berdampak pada inefisiensi, terutama pada BUMN sektor pupuk.
” Mismatch financing. Banyak sekali proyek-proyek investasi jangka panjang, tapi pembiayaannya berasal dari jangka pendek. Proses rekonstruksi dilakukan secara parsial, tidak menuntaskan,” kata Agus.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Danantara kini merasa perlu untuk melakukan restrukturisasi alias perampingan jumlah BUMN yang tadinya mencapai ribuan, menjadi hanya sekitar dua ratusan saja.
Upaya ini termasuk dalam salah satu pilar transformasi BUMN, yakni transformasi bisnis. Ditambah langkah-langkah konsolidasi, redefinisi, dan juga membangun keunggulan operasional.
“Dari yang seribu (BUMN) tadi, yang tujuh lapisan tadi, akan diefisienkan menjadi mungkin sekitar 200 BUMN,” tutupnya. (Web Warouw)

