Sabtu, 5 Juli 2025

Tafsir Mimpi ‘Jokowi 3 Periode’

Oleh: Nirmal Ilham

KETIKA seluruh elemen masyarakat sepakat membangun tembok besar yang diberi nama 2 periode, dan bersama-sama menjaganya. Lalu seorang pemimpin mengajak kelompoknya untuk merubuhkan tembok itu. Padahal sebelumnya ikut membangun. Maka, mimpi apakah yang menghantui pemimpin tersebut?

Pandemi Covid 19 yang berkelanjutan diikuti krisis ekonomi, pasti bukanlah mimpi yang dimaksud. Karena itu sudah merupakan sebuah kenyataan pahit yang harus dihadapi.

Defisit perdagangan ditambah beban hutang yang besar juga pasti bukan mimpi yang dimaksud. Karena itu sudah merupakan sebuah konsekuensi kebijakkan yang mesti ditangani.

Mimpi itu pastilah tentang situasi buruk yang akan dihadapi Indonesia di masa depan sepeninggal masa jabatan pemimpin tersebut.

Situasi buruk di masa depan itu pasti masalah ekonomi dan politik serta pertahanan dan keamanan. Ditambah kekhawatiran kelemahan pemimpin penerus dalam menghadapi semua masalah.

Dalam ekonomi dan politik, Indonesia saat ini sedang menghadapi permasalahan yang semuanya disulut dari luar negeri. Dari pandemi Covid 19, yang menyebabkan fokus pada kesehatan melebihi fokus kepada ekonomi. Hingga provokasi China di Laut China Selatan, yang menyebabkan ekspektasi pada pertahanan melebihi ekspektasi kepada ekonomi.

Rencana kenaikan harga BBM ditengah kenaikkan harga minyak dunia secara signifikan akibat perang Rusia-Ukraina dan prediksi akan terjadinya perang China-Taiwan dalam waktu dekat akan memberikan dampak langsung kepada ekonomi dan politik Indonesia.

Dampaknya akan semakin membesar jika perang Rusia-Ukraina melebar di eropa,— dan perang China-Taiwan menyeret Amerika Serikat dan Jepang. Dapat dipastikan kegiatan ekspor-impor ketiga zona utama ekonomi Indonesia yaitu Asia Timur, Eropa dan Amerika Utara terhambat. Bahkan dapat terhenti.

Pada situasi ekonomi dan politik yang genting tersebut, dampaknya akan langsung kepada pertahanan dan keamanan negara. Sehingga untuk mengatasinya peran pemimpin menjadi begitu sentral. Harapan hanya dapat diletakkan pada pundak pemimpin yang memiliki rekam jejak berpengalaman menghadapi situasi sulit dan dikenal berani.
Seperti saat berdiri di atas kapal perang dalam menantang China di Laut China Selatan. Dan seperti saat mengatakan World Bank, IMF dan ADB sudah usang dan perlu dibuang dalam menantang Amerika Serikat sebagai kreatornya. Hal tersebut telah membuat pemimpin itu dikenali, dihormati dan disegani.

Belajar dari perang Rusia-Ukraina di Eropa timur, semua orang melihat kegagahan pihak Rusia bukan hanya dari pasukan dan peralatan perangnya. Tetapi justru dari figur Presiden Rusia, Vladimir Putin yang pemberani dan berpengalaman lebih 20 tahun memimpin Rusia.

Sebaliknya pemimpin Inggris, Perancis dan Jerman di Eropa barat, tampak figur-figur yang kurang berpengalaman. Tidak dapat menumbuhkan rasa kepercayaan diri rakyatnya akan kehebatan dan kemampuan negaranya dalam menghadapi resiko terburuk. Akibatnya rakyat mereka gemetar terhadap ancaman Perang Dunia III.
Terkhusus Jerman. Negara yang semestinya tampil di depan sebagai pelindung Eropa barat dari perang. Atau sebaliknya tampil mengambil alih kemudi Eropa barat dalam usaha perdamaian. Tetapi gagal memanfaatkan momentum. Hal ini justru disebabkan pergantian pemimpin Jerman.
Kanselir Angela Merkel yang berpengalaman memimpin Jerman selama 16 tahun dan diakui sebagai pemimpin de facto Uni Eropa, diganti oleh wakilnya Olaf Scholz pada penghujung tahun 2021.

Sebagai pemimpin baru yang belum dikenal dan belum punya rekam jejak itu, membuat Jerman luput dalam perhatian dunia dari perang Rusia-Ukraina.
Padahal Jerman mengetahui bagi Amerika, perang Rusia-Ukraina hanyalah sasaran antara. Sasaran utama dari perang itu adalah Jerman. Terhentinya Nord Stream 2, pasokan energi dari Rusia ke Jerman akan membuat industri Jerman kelabakan. Sedangkan industri Jerman adalah pesaing utama industri Amerika. Seperti Airbus vs Boeing, Mercedes Benz vs General Motors hingga Leopard vs Abrams.

Berdasarkan situasi dunia saat ini dan kemungkinan buruk yang terjadi di masa datang, selayaknya rakyat Indonesia mengambil pelajaran.

Pertama, Covid 19 adalah perang biologi yang merupakan early warning dari perang konvensional. Dimana pemerintahan saat ini mampu menghadapinya dengan sangat baik.

Kedua, perang Rusia-Ukraina dapat menyulut perang yang jauh lebih besar dan diprediksi terjadi dalam waktu dekat. Diperburuk dengan perang China-Taiwan serta ambisi China di Laut China Selatan yang akan memaksa Indonesia terlibat dalam perang. Sehingga dibutuhkan pemimpin berpengalaman dan pemberani. Sebagai efek gertak Indonesia.

Ketiga, dalam kondisi pra-perang hingga perang, pergantian pemimpin justru akan memperlemah negara tersebut. Seperti yang terjadi pada Jerman saat ini. Bila itu terjadi pada Indonesia dapat dipastikan negara besar ini langsung terpecah pecah.

“Jokowi 3 periode” adalah sebuah mimpi. Karena tidak sesuai dengan kenyataan konstitusi. Tapi selayaknya mimpi tersebut ditafsirkan dalam bingkai keselamatan negara. Bukan dalam buai kekuasaan semata. Karena dalam situasi perang semua akan tampak tidak berharga. Kecuali nyawa dan negara.

Penulis Nirmal Ilham, Tenaga Ahli di DPR-RI

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru