JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengatakan, saat ini ada 27 ribu aplikasi milik kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Menurutnya, puluhan ribu aplikasi itu berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak sinkron satu dengan lainnya. Akibatnya, fungsi satu aplikasi dengan lainnya saling tumpang tindih dan menyebabkan pelayanan publik lebih sulit.
“Bagaimana bisa (pelayanan publik) lebih mudah kalau di kementerian, di lembaga, di pemerintahan daerah, provinsi, kabupaten, kota ada kurang lebih 27 ribu aplikasi yang berjalan sendiri-sendiri. Yang kerjanya sendiri-sendiri,” ujar Jokowi saat memberi sambutan di acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 dan Peluncuran GovTech Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/5/2024).
“Enggak akan mungkin mempermudah, mempercepat. Enggak. Tidak terintegrasi dan bahkan banyak yang justru tumpang tindih,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Jokowi memerintahkan agar mulai 2024 ini pemerintah pusat dan daerah berhenti membuat aplikasi baru. Selain tidak efektif, pembuatan aplikasi baru juga menelan anggaran yang besar. Kepala Negara mencontohkan, ada salah satu instansi yang membuat perencanaan anggaran sebesar Rp 6,2 triliun khusus untuk membuat aplikasi baru.
Padahal, di kementerian sudah ada ratusan aplikasi yang pernah dibuat.
“Kemarin kita cek waktu bikin anggaran ada Rp 6,2 triliun yang akan dipakai untuk membikin aplikasi baru. Di satu kementerian ada lebih dari 500 aplikasi. bayangkan,” ungkap Jokowi.
“Karena setiap, mungkin dulu, setiap ganti menteri ganti aplikasi. Sama (kondisinya) di daerah ganti gubernur ganti aplikasi, ganti kepala dinas ganti aplikasi. Orientasinya selalu proyek. Itu yang kita hentikan dan tidak boleh diteruskan lagi,” tegasnya. (Web Warouw)