Kamis, 17 Juli 2025

Tangkap..! Hendardi: Kejar Aktor Intelektual Penyerangan Kantor LBH

Hendardi, Ketua Setara Institute (Ist)

JAKARTA- Masyarakat mengapresiasi Polri! Pada Minggu malam 17 September 2017 aparat kepolisian berhasil mencegah kekerasan massa yang digerakkan oleh hoax (berita bohong) dan hasutan tentang adanya kegiatan yang bermuatan menyebarkan komunisme di kantor YLBHI. Hal ini disampaikan oleh Hendardi, Ketua Setara Institute kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (19/9)

“Polri menyadari betul bahwa tindakan persekusi atas kelompok masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan ilmiah dan mempromosikan pengungkapan kebenaran dan keadilan atas kejahatan kemanusiaan pada 1965, merupakan gerakan by design yang ditujukan untuk tujuan politik dan menciptakan instabilitas politik dan keamanan,” katanya.

Menurut aktifis 1980-an ini, secara de jure paham komunisme telah dilarang berkembang dan secara de facto gerakan ini tidaklah nyata.

“Dengan demikian, kebangkitan PKI adalah illusi tetapi terus dikapitalisasi sebagai alat politik penundukkan,” jelasnya.

Pada peristiwa yang terjadi di YLBHI, menurutnya tampak jelas bahwa kelompok penyerang adalah organ-organ intoleran yang selama ini menebar teror atas ketertiban dan bekerja atas desain aktor lain yang mengendalikannya.

“Masyarakat sadar dan memahami bahwa isu kebangkitan PKI adalah cara untuk memecah belah warga dan hanya menguntungkan pihak-pihak yang menggerakkannya,” katanya.

Ia menegaskan agar aparat kepolisian tidak boleh berhenti hanya mengamankan beberapa aktor lapangan saja atas peristiwa penyerangan kantor YLBHI tetapi harus mencari aktor intelektual di balik peristiwa itu.

“Indikasi keterlibatan individu dan organisasi jelas bisa ditelusuri dari hoax-hoax yang selama ini diproduksi dan disebarluaskan, yang pada intinya bertujuan melemahkan kepemimpinan Jokowi. Polri juga tidak boleh lagi berkompromi pada kelompok yang mengklaim anti-PKI yang melakukan banyak praktik persekusi dalam 3 tahun terakhir,” katanya.

Mimpi Di Siang Bolong

Secara terpisah Buya Syafii Maarif menyampaikan pendapatnya soal isu kebangkitan komunisme di Indonesia. Dia mengaku tak percaya kebangkitan itu benar-benar terjadi.

“Apa (isu kebangkitan komunis di Indonesia) itu bukan mimpi di siang bolong. Saya nggak begitu percaya, ndak tahu ya,” kata Buya Syafii saat menemui rombongan dari Humas Polri di masjid Nogotirto, Selasa (19/9).

Masjid ini terletak dekat rumah Buya Syaffi di perumahan Nogotirto Elok II, Gamping, Sleman.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengatakan bahwa komunisme di mana-mana sudah runtuh. Di Rusia, di China dan Vietnam. Buya melanjutkan, saat ini hanya ada Kim Jong-un di Korea Utara yang masih bertahan dengan komunismenya. Namun menurutnya hal itu hanya digunakan Kim Jong Un untuk menjadi seorang diktator.

“Di mana-mana sudah runtuh, dulu mengapa PKI itu kuat tahun 50an-60an itu karena ada bosnya terutama Rusia, China,” tuturnya.

Terkait dengan kasus seminar pelurusan sejarah 65 di LBH Jakarta, Buya menilai seminar itu baik-baik saja. Dia tidak melihat ada kekhawatiran yang akan mengancam negara.

“Untuk dikhawatirkan akan mengancam negara, saya kira nggak, saya ndak melihat. Massa (yang membubarkan seminar) itu siapa, mungkin kelompok radikal juga, mereka merangkap sebagai polisi swasta, itu yang harus diantisipasi,” pungkasnya.

Pandangan Kivlan

Sebelumnya Mayjen TNI Purnawirawan Kivlan Zen membeberkan penyebab massa demonstrasi mendadak rusuh di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, pada Minggu, 17 September 2017 malam kemarin.

Menurut informasi yang diterimanya, ada unsur fisik dari PKI yang terlihat di lokasi seminar. Oleh sebab itu, unsur tersebut menyulut emosi massa yang lantas meluapkan kemarahan mereka.

“Saya enggak tahu kejadian itu ada lempar-lemparan juga. Karena saya dengar juga lempar-lemparan itu karena ada yang keluar pakai kaus tunjukkan palu arit PKI di baju. Mereka keluar dari kantor LBH itu lo,” tutur Kivlan kepada pers di Jakarta, Senin (18/9).

Selain itu, massa semakin kesal karena terdengar suara alunan musik yang identik dengan aksi kekejaman PKI pada 1965 silam. Seperti saat PKI mengeksekusi para jenderal di Lubang Buaya.

“Ada kedengaran lagu-lagu, kan, ada pesta seni mereka. Lagunya ‘Genjer-Genjer’. ‘Genjer-Genjer’ itu lagu perangnya PKI. PKI itu kalau mau perang, macam-macam. Mau menyerang itu lagunya ‘Genjer-Genjer’. Setelah lagu ‘Genjer-Genjer’, langsung bunuh orang dia,” ucap dia.

Kivlan Zen menyebut, massa aksi yang datang merupakan gabungan sejumlah organisasi masyarakat yang tegas menolak kembalinya PKI. Di antaranya Laskar Merah Putih (LMP), GP Ansor, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gereja Protestan Indonesia (GPI), dan Muhammadiyah. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru