Jumat, 14 November 2025

TANGKAAAP…! Hendardi: Penyebaran Hoax Berkaitan Dengan Rencana Terorisme Sambut 22 Mei

Hendardi, Ketua Badan Pengurus SETARA Institute. (Ist)

JAKARTA- Pasca coblosan 17 April 2019 tidak menyurutkan produksi hoax, fitnah dan kebencian menyebar di media sosial walau Polri telah maksimal melakukan penindakan. Patut diduga bahwa semua itu hoax, fitnah dan kebencian bentuk propaganda untuk penggalangan menjelang pengumuman KPU pada 22 Mei 2019 nanti.

“Temuan rencana serangan teroris pada 22 Mei menunjukkan ada kaitan antara penyebaran hoax dengan gerakan terorisme menjelang pengumuman kemenagan Presiden Jokowi. Demikian  Hendardi, Ketua SETARA Institute kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (14/5)

Ia juga memaparkan, fakta-fakta seputar Pemilu 2019, khususnya Pilpres, mulai dari tahap deklarasi dukungan, kampanye, hingga respons atas hasil quick count lembaga-lembaga survey dan rekapitulasi suara sementara KPU, nyata-nyata mengindikasikan bahwa Pilpres telah ditunggangi oleh penumpang gelap (free rider).

“Mereka berlatar belakang simpatisan HTI, kelompok keagamaan radikal seperti GARIS. Ketua Umum-nya, Chep Hermawan, pernah mengaku sebagai Presiden ISIS Regional Indonesia. Termasuk kelompok-kelompok teroris seperti Jama’ah Anshorud Daulah (JAD), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), dan Jamaah Anshorus Syari’ah (JAS),” paparnya.

Ia mengingatkan penangkapan teroris Bekasi dari jaringan JAD pekan lalu yang merancang peledakan bom dalam aksi 22 Mei 2019 menanggapi pengumuman resmi hasil Pemilu 2019 oleh KPU RI menegaskan bahwa kelompok teroris telah menunggangi Pemilu 2019 untuk kepentingan politik mereka.

“Caranya memberikan dukungan ‘tidak gratis’ kepada kontestan serta menjadikan titik-titik rawan yang ditimbulkan oleh fragmentasi elite untuk melakukan konsolidasi jaringan dan kekuatan,” katanya.

Oleh karena itu Hendardi meminta agar elite politik hendaknya membersihkan diri dari anasir-anasir non demokratis dan anti Pancasila yang memanfaatkan momentum politik elektoral untuk kepentingan ideologis dan politis mereka.

“Intensitas narasi dari elite politik dan pendukungnya untuk mendelegitimasi proses dan hasil Pemilu 2019, melalui reproduksi hoaks, misinformasi, dan disinformasi telah melahirkan titik-titik kerawanan yang membangkitkan sel-sel tidur jaringan teroris,” katanya.

Merespons situasi tersebut, menurut Hendardi, elite politik dan publik hendaknya ikut memelihara kondusivitas sosial-politik dengan menahan diri dari melakukan tindakan yang dapat meningkatkan kerawanan keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Hentikan produksi hoaks-misinformasi-disinformasi, ujaran kebencian, dan provokasi-provokasi menjelang, pada, dan pasca pengumuman resmi hasil Pemilu 2019 oleh KPU RI,” tegasnya.

Rencana Serangan 22 Mei

Sebelumnya, Densus 88 Antiteror Polri terus memburu kelompok teroris Jamaah Ansharut Daullah (JAD) pimpinan EY alias Rafli. Polri mengantisipasi betul rencana kelompok ini melakukan serangan bom pada 22 Mei 2019.

Kenapa mereka ingin melakukan serangan pada tanggal ini? Polisi mengatakan EY alias Rafli berpikir pada tanggal tersebut akan ada kerumunan massa di KPU pusat yang berdemonstrasi terkait pengumuman hasil Pilpres 2019.

“Boleh dikatakan masih ada beberapa orang yang cukup berbahaya. Kenapa Densus 88 terus melakukan kegiatan preemptive strike? Ini dalam rangka memitigasi rencana aksi terorisme menjelang tanggal 22 Mei nanti yang akan dilakukan kelompok JAD Bekasi,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (10/5).

Densus 88 sudah menangkap belasan orang dari kelompok ini. Polri serius menangani karena kelompok ini berbahaya. Kelompok ini punya personel dengan kemampuan merakit bom. Peralatan mereka pun tergolong modern.

Kelompok ini menggunakan bahan kimia triacetone triperoxide (TATP) alias mother of satan yang punya daya ledak tinggi. Mereka juga memodifikasi remote control yang digunakan untuk meledakkan bom atau switcher dengan memakai ponsel.

“Menurut keterangan EY, apabila nanti terjadi demonstrasi dengan jumlah massa yang cukup besar di KPU 22 Mei mendatang, itu diprediksi sama dia akan ada jammer terhadap HP. Jammer itu bisa dilakukan beberapa pihak. Artinya, HP tidak bisa dioperasionalkan secara maksimal sebagai switching bom,” jelas Dedi. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru