JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menegaskan, tidak boleh ada kriminalisasi bagi para pedemo yang melakukan aksi unjuk rasa. Hanya saja, Prabowo mengingatkan bahwa massa demo harus tetap damai dan sesuai aturan yang berlaku.
“Saya kira tak boleh ada kriminalisasi bagi para demonstran, tapi harus damai dan sesuai undang-undang. Nanti, petugas juga akan memilahnya,” ujar Prabowo, Minggu (7/9/2025).
Prabowo juga mengingatkan bahwa penyampaian aspirasi melalui unjuk rasa juga ada batas waktunya, yakni sampai pukul 18.00.
“Juga tidak boleh bawa petasan api,” imbuhnya.
Selidiki Dalang Kerusuhan
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan bekerja sama dengan TNI dan BIN untuk mengungkap dalang kerusuhan pada akhir Agustus lalu.
Dia mengatakan, pihaknya saat ini masih terus mendalami peristiwa yang terjadi. Termasuk terus melengkapi fakta-fakta yang didapat pihak kepolisian.
“Kami bekerja sama nanti dengan teman-teman dari TNI, dari BAIS, dari BIN dan seluruh elemen yang bisa menjadi sumber informasi untuk kemudian kita bisa menuntaskan,” katanya
“Jadi tentunya, kami mendukung seluruh masukan, informasi yang tentunya bisa membuat yang saat ini sedang kita laksanakan bisa betul-betul bisa menjadi terang,” ungkapnya.
Sigit juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas bangsa pasca-kerusuhan.
“Dan yang paling utama, bagaimana ke depan kita menjaga kondisi bangsa untuk terus bisa terjaga dengan baik. Karena dengan itulah Indonesia bisa melaksanakan pembangunan, bisa mensejahterakan rakyatnya,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mendorong Polri membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang bertugas menyelidiki dalang kerusuhan demonstrasi pada akhir Agustus 2025. Polri dapat menggandeng tokoh masyarakat, lembaga independen, dan pakar dalam mencari tahu penyebab kerusuhan yang berakibat rusaknya sejumlah fasilitas umum.
“Sehingga kita sama-sama bisa mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Saya kira ada yang memang organik, ada yang tidak,” ujar Usman.
Usman pun menyorot sejumlah aksi penjarahan rumah pejabat negara yang diduganya tidak organik dilakukan masyarakat.
Pasalnya, terdapat kejanggalan ketika massa dengan mudahnya merangsek masuk dan menjarah kediaman seseorang yang notabene merupakan pejabat publik.
“Ada juga yang mencurigakan, misalnya kenapa sampai rumah Sri Mulyani atau rumah anggota Dewan bisa begitu mudah diserang di dini hari misalnya,” ujar Usman.
Usman Hamid, mengungkap bahwa kepolisian telah menangkap sekitar 3.095 orang terkait demonstrasi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Paling banyak terjadi di Jakarta, saat polisi menangkap 1.438 demonstran yang melakukan aksi dalam beberapa hari terakhir.
“Hari-hari terakhir ini, Jakarta itu kurang lebih 1.438, Jawa Barat itu 386, Jawa Tengah itu 479, Yogyakarta paling tidak sembilan kasus penangkapan, Jawa Timur itu 556 korban penangkapan,” ujar Usman dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (3/9/2025) malam.
“Kalimantan Barat 16, Bali 140, Sulawesi Selatan itu ada 10, Sumatera Utara itu ada 44 kasus, Jambi 17, dan seterusnya,” sambungnya.
Menurutnya, penangkapan tersebut justru tidak mencerminkan langkah perbaikan dari Polri usai kasus kendaraan taktis (rantis). (Web Warouw)