JAKARTA- Belum seminggu instruksi Presiden Prabowo Subianto agar menutup dan menangkap para mafia tambang ilegal, karena merugikan negara Rp300 Triliun. Ternyata instruksi itu tak berlaku di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Para bos tambang ilegal di wilayah ini tetap melakukan aktivitas diduga tanpa ada larangan dari aparat keamanan di wilayah hukum Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Kini dua orang dilaporkan menjadi korban dalam tragedi longsoran di lokasi pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kampung Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Berdasarkan keterangan sejumlah saksi yang turut bekerja bersama korban, peristiwa tersebut terjadi secara tiba-tiba. Dari penuturan mereka, kronologi detik-detik dua penambang tertimbun longsoran tanah tergambar jelas.
Peristiwa nahas ini terjadi pada Jumat (21/8/2025) sekitar pukul 11.30 WITA. Kelima pekerja, termasuk kedua korban, awalnya bersama-sama masuk ke lokasi tambang emas di tanah milik keluarga Tatali dengan penanggung jawab bernama Faizal Tatali.
Mereka bekerja sejak pukul 09.00 WITA dengan membagi tugas di sekitar lubang tambang.
Saksi Jun Vendri Diamare alias Nun (38), warga Kampung Lesabe, menerangkan bahwa sekitar pukul 11.30 WITA ia meninggalkan lubang tambang sedalam dua meter.
Saat itu, kedua korban yaitu Jatri Lomboh dan Viktor Luis Pontoh, masih bekerja di dalam lubang.
Jun berjalan ke tempat pemecahan batu berjarak sekitar 60 meter. Tak lama, rekan satu grup bernama Viali Aer datang tergesa memberi kabar bahwa lubang tempat kedua korban bekerja, tertimbun longsoran tanah dari bagian atas.

Saksi Viali Aer (32), warga Tahuna, membenarkan hal tersebut. Ia yang saat itu duduk sekitar 5 meter dari lubang, melihat langsung tanah dari bagian atas runtuh dan menimpa lubang.
Menyaksikan kejadian itu, Viali panik dan segera berteriak ke arah Jun untuk meminta bantuan.
“Ada longsor di bawah,” teriaknya kala itu.
Hal serupa disampaikan saksi Adrianto Mehipe alias Nino (23), warga Kampung Binebas. Ia yang bekerja sekitar 5 meter dari lokasi kejadian juga melihat longsoran tanah jatuh menimpa tubuh kedua korban yang berada di dalam lubang.
Menurutnya, kejadian itu berlangsung sangat cepat sehingga tak ada waktu bagi korban untuk menyelamatkan diri.
Akibat kejadian tersebut, dua penambang, Jatri Lomboh dan Viktor Luis Pontoh, tertimbun material.
Aparat Abai?
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Senin (25/8), tragedi tertimbunnya dua warga di lokasi tambang emas ilegal Bowone, Tanah Mahamu, memunculkan tudingan bahwa aparat keamanan setempat diduga tidak pernah melarang aktivitas pertambangan tanpa izin. Tudingan itu tidak benar.
Faktanya Polres Kepulauan Sangihe sebelumnya telah memasang baliho larangan dengan tulisan jelas: “Dilarang Melakukan Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin di Wilayah Tanah Mahamu dan Tempat Lainnya” yang berlokasi di Bowone.
Langkah ini menjadi upaya kepolisian untuk mengingatkan masyarakat mengenai bahaya tambang ilegal terhadap keselamatan jiwa maupun kelestarian lingkungan.
Kendati sudah ada larangan, masih terdapat warga yang nekat melakukan aktivitas pertambangan liar. Tanpa standar keselamatan, aktivitas itu akhirnya memakan korban ketika dua penambang tertimbun material longsor di lokasi.
Kasus ini menunjukkan bahwa peringatan aparat keamanan tidak boleh diabaikan. Aktivitas pertambangan tanpa izin bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keselamatan penambang, merusak lingkungan, serta merugikan daerah dari sisi pendapatan. (Eddy Lahengko)