Selasa, 7 Oktober 2025

TEPAAAT….! Frans Maniagasi: Peningkatan Indeks Demokrasi Mesti Dibarengi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat

Frans Maniagasi. (Ist)

JAKARTA- Peningkatan indeks demokrasi mesti dibarengi oleh peningkatan kesejahteraan rakyat. Tanpa itu ketimpangan sosial yang terjadi,– kaya tambah kaya, miskin tambah miskin. Hal ini disampaikan Pengamat Sosial Politik, Frans Maniagasi kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (30/7)

“Kita boleh berbangga dengan kenaikan angka indeks demokrasi Indonesia karena semakin mengokohkan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ke tiga di dunia. Namun dibalik prestasi kenaikan indeks demokrasi, pertanyaan sederhana adakah signifikansi dengan kenaikan kesejahteraan rakyat kita? Disinilah letak ujian dari kenaikan indeks demokrasi tersebut,”  ujarnya.

Mengutip para ahli sosial dan politik, Frans mengatakan kenaikan indeks demokrasi mestinya berjalan lurus dengan kenaikan kesejahteraan rakyatnya. Ternyata dalam realitas politik tidak berbanding lurus bahkan cendrung menunjukkan kontradiksi. Masih terdapat kesenjangan sosial yang lebar antara penduduk kaya dan miskin.

“Pengangguran yang kasat mata, indeks pembangunan manusia antar wilayah di Indonesia berbeda-beda sangat mencolok. Kesenjangan pembangunan antar wilayah misalnya antar Jawa dan luar Jawa khusus Jakarta dengan wilayah-wilayah lain,” katanya.

Pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla dalam 5 tahun menurutnya sudah berupaya seoptimal mungkin untuk meminimalisasi kesenjangan tersebut  dengan berbagai program pro rakyat. Mulai dari BPJS kesehatan, Kartu Indonesia Pintar (KIP), berbagai macam jenis kartu hingga pembangunan infrastruktur yang cukup masif diseluruh Indonesia.

“Tujuannya mulia lewat pembangunan infrastruktur secara masif di seluruh dunia sebagai upaya menyatukan seluruh bangsa ini. Sementara di sisi lain bahwa pada saat yang sama terjadi transaksional dengan sistem rente. Hal-hal ini yang menjadi sasaran kritik dari kampanye-kampanye paslon 02 kemarin,” katanya.

Tantangan ke depan menurutnya, adalah meminimalisasi kesenjangan sosial dikalangan masyarakat  sekaligus kesenjangan pembangunan antar wilayah dengan upaya-upaya penguatan basis-basis ekonomi rakyat lokal. Dengan memperkuat basis ekonomi lokal, masyarakat diharapkan memiliki kekuatan dan penghasilan sehingga ada daya ungkit peningkatan kesejahteraan. Disinilah fungsi dari kehadiran Dana Desa.

“Tanpa penguatan ekonomi lokal rakyat tak berpenghasilan maka otomatis rakyat merasa tidak ada ‘rasa aman’,– melahirkan benih-benih pembangkangan sosial yang dapat berdampak un-produktif terhadap demokrasi dan stabilitas negara ini,” ujarnya.

Meningkat Jadi 72,39

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan, bahwa Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada 2018 mencapai angka 72,39, meningkat tipis (0,28 poin) dibandingkan IDI 2017 yang sebesar 72,11.

“Dengan angka IDI sebesar itu tingkat demokrasi Indonesia tetap berada dalam kategori “sedang”,” kata Kepala BPS Dr. Suhariyanto kepada wartawan di Gedung 3 lantai 1 BPS, Jl. Dr. Sutomo No. 6-8, Jakarta, Senin (29/7) siang.

Menurut Kepala BPS itu, perubahan angka IDI pada periode 2017–2018 dipengaruhi oleh penurunan aspek Kebebasan Sipil sebesar 0,29 poin (dari 78,75 menjadi 78,46), penurunan aspek Hak-hak Politik sebesar 0,84 poin (dari 66,63 menjadi 65,79), dan peningkatan aspek Lembaga Demokrasi sebesar 2,76 poin (dari 72,49 menjadi 75,25).

Jika dilihat lebih mendalam, lanjut Kepala BPS,  pada periode tahun 2017–2018, terdapat enam variabel yang mengalami peningkatan dan empat variabel mengalami penurunan.

Tiga variabel dengan peningkatan terbesar terjadi pada variabel Peran Partai Politik yang meningkat 10,46 poin, diikuti oleh variabel Peran Peradilan yang Independen yang meningkat 4,41 poin, dan variabel Kebebasan Berkumpul dan Berserikat yang meningkat 3,19 poin.

“Sementara dua variabel yang mengalami penurunan terbesar adalah variabel Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan yang menurun 1,88 poin, dan variabel Kebebasan Berkeyakinan yang menurun sebesar 1,42 poin,” terang Suhariyanto.

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan 3 aspek, 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi.

Adapun metodologi penghitungan IDI menggunakan 4 sumber data yaitu: (1) review surat kabar lokal, (2) review dokumen (Perda, Pergub, dll), (3) Focus Group Discussion (FGD), dan (4) wawancara mendalam.

Angka IDI menunjukkan bahwa sejak tahun 2009 hingga 2018, tingkat demokrasi di Indonesia mengalami dinamika. Pada periode tahun 2009–2013, angka IDI berfluktuasi di kisaran angka 60-an, sementara pada periode tahun 2014–2018, angka IDI berada di kisaran angka 70an.

Klasifikasi tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni “baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60–80), dan “buruk” (indeks < 60).

Hal ini menunjukkan walaupun IDI tingkat nasional masih pada kategori “sedang”, namun telah mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tingkat demokrasi lima tahun yang lalu.

Tingkat Provinsi

Kepada Bergelora.com dilaporkan, mengenai IDI di tingkat provinsi, Kepala BPS Dr. Suhariyanto mengemukakan, pada periode 2017–2018, jumlah provinsi yang memiliki angka IDI berkategori “baik” meningkat dari 4 provinsi menjadi 5 provinsi.

“Namun begitu, terdapat satu provinsi yang masuk ke kategori “buruk”, yaitu Provinsi Papua Barat, sementara 28 provinsi lainnya berada pada kategori “sedang”,” jelas Suhariyanto.

Provinsi DKI Jakarta, menurut Kepala BPS, berhasil mempertahankan posisi pada peringkat pertama dengan nilai IDI sebesar 85,08; diikuti oleh Provinsi Bali dengan nilai IDI sebesar 82,37. Posisi ketiga dan keempat adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Utara dengan nilai IDI masing-masing sebesar 82,32 dan 81,07. Posisi kelima ditempati oleh Provinsi DI Yogyakarta dengan capaian IDI sebesar 80,82, setelah tahun sebelumnya Provinsi DI Yogyakarta berada pada posisi kedua.

Dibandingkan dengan capaian IDI pada tahun 2017, menurut Suhariyanto terdapat 20 provinsi mengalami peningkatan dan 14 provinsi mengalami penurunan angka IDI di tahun 2018 ini.

“Dua provinsi dengan peningkatan IDI terbesar terjadi di Provinsi Aceh dan Nusa Tenggara Timur, masingmasing meningkat sebesar 9,04 poin dan 6,82 poin.  Sementara, dua provinsi yang mengalami penurunan IDI terbesar terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi, masing-masing menurun sebesar 6,68 poin dan 5,41 poin,” pungkas Suhariyanto. (Web/Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru