PALANGKARAYA- Mantan Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Dr. Agustin Teras Narang, S.H. berkesempatan menyampaikan kuliah umum untuk ratusan mahasiswa Universitas Kristen Palangka Raya (UNKRIP) di Palangkaraya, Senin (2/9).
Mantan Gubernur Kalimantan Tengah dua periode ini juga menyinggung terkait peraturan pencalonan kepala daerah melalui partai politik. Salah satunya adalah kebebasan bagi para pasangan calon bisa memborong semua partai politik tentu dapat dipastikan menjadi pemenang pilkada.
“Saya ingin memberikan nuansa perubahan pada Pilkada 2020 nanti. Perlu ada revisi pada Undang-Undang Pemilu, jangan sampai ada oleh satu Paslon borong parpol sehingga hanya ada calon tunggal,” katanya.
Sistim borong parpol ini menurutnya menghilangkan hak masyarakat untuk terlibat langsung memilih calonnya sesuai dengan hati nurani karena tidak ada pilihan lain. Terlebih pada paslon yang memiliki uang banyak dan bisa memborong semua partai politik. Ia menegaskan agar parpol atau gabungan parpol jika sudah memenuhi persyaratan dukungan, tidak boleh menambah lagi dukungan parpol.
“Ini juga untuk mengurangi monopoli atau money politic dalam mencari dukungan parpol atau gabungan perpol,” ujarnya.
Teras Narang menambahkan hal ini penting juga untuk membuka kesempatan kepada pemilih untuk memilih dari beberapa Paslon yang berkualitas dan pendidikan politik bagi rakyat agar memilih dan memilah dengan baik, benar dan adil.
“Seperti yang diatur dalam Undang-Undang, pemenang pilkada adalah Paslon yang memperoleh suara terbanyak sebagaimana di atur dalam Pasal 107 dan Pasal 109 UU No.10 Tahun 2016,” jelasnya.
Di tambahkan juga menurutnya, Pasal atau Ayat yang mengatur, apabila Paslon sudah cukup memenuhi dukungan sebagaimana di atur dalam pasal 40 ayat (2) dan pasal 40 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2015 jo UU No. 10 Tahun 2016, Paslon tidak boleh menambah lagi dukungan dari partai politik/gabungan partai politik
“Undang-Undang Pilkada untuk tahun 2020 agar tidak membatasi jumlah Paslon sepanjang memenuhi persyaratan. Makin banyak Paslon pilkada, rakyat akan mampu memilih kepala daerah yang berkualitas,” katanya.
Beda Dengan Orba
Dalam kuliah umum ini juga, Teras menjelaskan dinamika ketatanegaraan mulai dari masa orde baru hingga orde reformasi. Ketatanegaraan berubah dari menganut sistem kedaulatan negara menjadi kedaulatan rakyat.
Kemudian bangsa ini terbentuk dari berbagai keberagaman dan perbedaan suku, agama, ras dan golongan, sehingga kondisi tersebut harus diterima oleh semua masyarakat yang merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Saya lama kuliah di Universitas Kristen Indonesia (UKI), di situ yang banyak saudara kita dari Sumatera Utara dan Manado (Sulawesi). Orang Dayaknya bisa dihitung pakai jari. Namun, cita-cita saya bagaimana bisa menjadi Ketua Senat waktu itu, ” cerita Teras.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Kalteng ini juga menyampaikan berbagai hal dalam rangka menghadapi Pilkada 2020 mendatang. Mahasiswa diharapkan dapat memilih dengan cermat, siapa pemimpin yang dinilai dapat membawa kemajuan bagi daerah.
“Jangan sampai memilih pemimpin daerah berdasarkan iming-iming uang yang hanya dimanfaatkan sesaat, namun 5 tahun tidak merasakan kemajuan karena pemimpin cuma mengutamakan kepentingan pribadi maupun golongan,” katanya.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, sementara itu, mewakili Rektor UNKRIP, Lukas, mengharapkan supaya para mahasiswa dapat mendapatkan pengetahuan mengenai wawasan kebangsaan dan pilkada melalui kegiatan tersebut, sehingga mahasiswa menjadi kritis, tidak mudah terbawa arus ketika dihadapkan dengan berbagai paham yang bertentangan dengan Pancasila. Sebaliknya semakin kuat dalam persatuan dan kesatuan. (Peter Rondonuwu)