Selasa, 11 Februari 2025

Tepat! DPD: Sudah Saatnya Kartu BPJS Diganti Finger Print

KONAWE-SULAWESI TENGGARA- Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan segera merealisasikan rencananya untuk menggantikan kartu BPJS Kesehatan dengan sistem finger print. Selain lebih efektif dan efisien, sistem ini akan menutup celah praktik-praktik culas pemalsuan Kartu BPJS Kesehatan seperti yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Namun Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) mengatakan bahwa tidak cukup diganti finger print, tetapi Presiden Joko Widodo harus segera menghapus iuran bulanan yang membebani rakyat.

“Praktik pemalsuan yang sudah berlangsung setahun ini sangat merugikan masyarakat. Oleh karena itu, harus ada terobosan berbasis teknologi untuk mencegahnya,” demikian Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di sela-sela kunjungan kerja di Konawe, Sulawesi Tenggara,  Rabu (27/7).

Fahira mengatakan, sebenarnya pada pertengahan Oktober 2014 lalu, BPJS Kesehatan sudah meluncurkan pelayanan aplikasi finger print yang saat itu dihadiri langsung oleh Presiden SBY. Namun hingga kini publik belum mengetahui sejauh mana perkembangannya.

“Sudah saatnya, ketika kita berobat tidak perlu lagi membawa-bawa kartu. Cukup tunjukkan e-KTP kemudian sidik jari kita divalidasi dengan alat finger print. Jika sesuai, bisa langsung dilayani. Ini sangat efektif dan efisien. Bukan hanya mengurangi antrian di puskesmas atau rumah sakit, sistem ini dipastikan akan menutup pemalsuan-pemalsuan yang sangat merugikan masyarkat,” jelasnya.

Kepada Bergelora.com Fahira menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan, tidak bisa sendiri karena harus bekerja sama dengan Kemendagri untuk mengoneksikan e-KTP dengan aplikasi finger print. Sementara, untuk alat finger print-nya harus mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Perindustrian. Oleh karena itu, Fahira berharap beredarnya Kartu BPJS palsu menjadi pemicu bagi BPJS Kesehatan untuk segera berkoordinasi lebih intensif dengan kementerian terkait dan merealisasikan sistem finger print ini secepatnya.

“Persoalan lainnya, memang masih ada masyarakat kita yang belum memiliki e-KTP, makanya semuanya harus dipercepat. Kami minta BPJS Kesehatan lebih intensif koordinasi dengan Kemendagri dan kementerian terkait lainnya agar sistem finger print ini cepat terealisasi. Atau jika seluruh wilayah Indonesia belum siap, buat pilot project di beberapa kabupaten/kota yang sudah siap. Intinya terobosan yang baik ini bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” saran Senator Jakarta ini.

Sebagai informasi, sebuah rumah sakit di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menemukan kartu BPJS Kesehatan palsu dari seorang calon pasien. Berdasarkan penelusuran polisi, tindak kejahatan pemalsuan kartu ini sudah berlangsung satu tahun. Tersangka dalam melakukan aksinya diawali dengan menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pembuatan kartu BPJS seumur hidup dengan hanya membayar Rp 100 ribu per orang. Saat ini sudah ratusan warga yang jadi korban.

Persoalan Prinsip

Menanggapi hal tersebut, Pengurus Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Tutut Herlina mengatakan bahwa persoalan BPJS Palsu merupakan kegagalan tehnis pelaksanaan akibat dari persoalan yang prinsipil. Karena BPJS menurutnya telah melanggar prinsip-prinsip dasar dalam Preambule UUD 1945 tentang tugas negaa melindungi segenap rakyat Indonesia.

“Kami setuju diganti Finger Print, agar tidak perlu ada biaya pembuatan kartu BPJS yang juga bisa dipalsukan. Tapi ini sekedar masalah tehnis. Persoalan utamanya adalah negara menjual jasa kesehatannya pada rakyat dengan menarik iuran bulanan. Ini melanggar UUD 1945 yang memerintahkan negara melindungi segenap rakyatnya termasuk kesehatannya,” tegasnya.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo seharusnya segera mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) SJSN (Sistim Jaminan Sosial Nasional) dan BPJS (Badan Pelaksana Jaminan Sosial) yang melanggar UUD 1945.

“Kembalikan hak kesehatan rakyat dan pemerintah bertanggung jawab atas semua biaya kesehatan rakyat. Termasuk menghapus iuran bulanan dan co-sharing pada saat sakit,” tegasnya.

Menurut Tutut Herlina hancurnya pelayanan kesehatan saat ini adalah akibat dari keraguan Presiden Joko Widodo dalam bersikap terhadap BPJS dan Menteri Kesehatannya.

“Vaksin Palsu mengorbankan rakyat, dokter dan rumah sakit. Menterinya masih dipertahankan. BPJS  menghisap rakyat juga dibiarkan Presiden,” tegasnya. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru