JAKARTA- Divestasi Saham 51 % PT didalam peraturan pemerintah pasal 97 No. 1 tahun 2017 menyatakan bahwa perusahaan asing yang melakukan kegiatan pertambangan diwajibkan melepaskan sahamnya kepada pihak Indonesia secara bertahap sesuai waktu produksi. Pelepasan saham Freeport terhadap Pemerintah memberikan ruang bagi ibu pertiwi berkuasa atas kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta mengembalikan penguasaan mayoritas saham dan kontrol negara terhadap perusahaan asing. Hal ini disampaikan Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Indriyani Abd. kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (31/8)
“Skema pelepasan saham Freeport harus disampaikan secara terbuka kepada publik. Dengan skema mayoritas pemegang sahamnya pemerintah pusat dan atau BUMN dengan tujuan kepentingan Nasional yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat Indonesia (Masyarakat setempat) agar kekayaan republik ini dirasakan sepenuhnya bagi rakyat miskin sesuai dengan amanat pasal 33 UUD 1945 dimana Bumi, Air, Udara dan seluruh kekayaan alam terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Ia menjelaskan perubahan KK (Kontrak Karya) menjadi IUPK (Ijin Usaha Pertambangan Khusus) menunjukkan belum adanya kedaulatan penuh negara atas perubahan ini.
“Kita mengetahui bersama bahwa pembahasan tentang perpanjangan kontrak dalam bentuk status Kontrak Karya dibahas 2 tahun sebelum berakhir. PT Freeport Indonesia berakhir Kontrak Karyanya pada tahun 2021 dan dibahas tahun 2019 kedepan. Perubahan dari KK menjadi IUPK ini dengan sendirinya memberikan perpanjangan izin kepada Freeport 2×10 tahun sampai tahun 2041,” katanya.
Namun menurutnya pihak Freeport mengajukan lebih dulu perpanjangan kontrak mengingat tahun 2019 ada momentum politik di Republik ini tetapi ada kepentingan perusahaan untuk menjamin keberlangsungan investasinya.
“Perubahan dari KK menjadi IUPK seperti hasil negosiasi disatu sisi akan meningkatkan pendapatan Negara lewat Royalti, PPH, PPN dan PBB. Namun dibalik itu pemerintah masih memberikan izin kewenangan kepada Freeport untuk melakukan izin ekspor kosentrat ke luar,” katanya.
Padahal menurutnya izin ekspor tersebut bertentangan dengan UU No 4 tahun 2009 tentang kepentingan negara serta pendapatan nilai lebih lewat pembangunan dan pengolahan pemurnian sehingga tidak ada lagi ekspor dalam bentuk bahan baku tetapi menjadi bahan setengah jadi maupun bahan jadi.
“Pemberian kewenangan ini sangat merugikan bangsa dan jauh dari semangat serta roh dari Undang-Undang yang mengarah pada kepentingan nasional demi kedaulatan bangsa. Perubahan dari KK menjadi IUPK juga harus ada kejelasan serta penyesuaian luas area pertambangan yang belum disampaikan kepada publik,” tegasnya.
PT. Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama 5 tahun atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada oktober 2022.
“Selalu pemeritah memberikan kelonggaran terhadap perusahaan dalam pembangunan smelter ini. Seharusnya sejak berlakunya UU No. 4 tahun 2009 yang dipertegas pada pasal 107 maka menjadi keharusan serta kewajiban perusahaan untuk membangun smelter dengan memperhatikan tenaga kerja lokal, barang dan jasa dalam negeri,” katanya.
Hasil Perundingan
Sebelumnya diberitakan, PT. Freeport Indonesia telah sepakat untuk melakukan divestasi 51 persen sahamnya untuk kepemilikan Nasional. Selain itu, PT Freeport Indonesia juga setuju untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada Oktober 2022. Kesepakatan itu dicapai dalam pertemuan antara Tim Perundingan Pemerintah dan PT Freeport Indonesia, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Minggu (27/8).
Dalam pertemuan itu, Pemerintah RI diwakili oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan selaku Ketua Tim Perundingan Pemerintah dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, jajaran Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan, serta wakil dari Kementerian terkait seperti Kemenko Perekonomian, Kemenko Maritim, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian LHK, Kementerian BUMN, Sekretariat Negara, dan BKPM. Sementara dari pihak Freeport hadir President dan CEO Freeport McMoran Richard Adkerson dan direksi PT Freeport Indonesia.
Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (29/8) menjelaskan, ada 4 (empat) kesepakatan final yang dicapai dalam pertemuan tersebut. Pertama, landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK).
Kedua, divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia. “Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport Indonesia,” kata Jonan. Ketiga, PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada Oktober 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
Keempat, penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.
Setelah PT Freeport Indonesia menyepakati 4 poin di atas, jelas Menteri ESDM, sebagaimana diatur dalam IUPK maka PT Freeport Indonesia akan mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2×10 tahun hingga tahun 2041.
“Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan bekerja sama untuk segera menyelesaikan dokumentasi dari struktur yang disepakati, dan PT Freeport Indonesia akan mendapatkan persetujuan korporasi yang dibutuhkan,” tegas Jonan.
Sesuai Instruksi Presiden
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, hasil perundingan antara Pemerintah RI dengan PT Freeport Indonesia itu sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo untuk mengedepankan kepentingan nasional, kepentingan rakyat Papua, kedaulatan negara dalam pengelolaan sumber daya alam, serta menjaga iklim investasi tetap kondusif.
“Bapak Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada kami agar kesepakatan ini segera dijabarkan dan dilaksanakan, serta dilaporkan kepada Beliau,” ungkap Jonan.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, selaku Ketua Tim Perundingan Pemerintah Republik Indonesia, Jonan mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota Tim Perundingan lintas Kementerian/Lembaga, yang telah bekerja berbulan-bulan untuk mencapai kesepakatan ini, dan masih akan meneruskan dalam satu pekan ke depan untuk merumuskan hal-hal teknis dan rinci sehingga kesepakatan ini dapat segera diimplementasikan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Ucapan terima kasih juga disampaikan Jonan kepada Komisi VII DPR RI yang telah mendukung penyelesaian yang baik ini. (Enrico N. Abdielli)