PALU- Paripurna DPRD Sulawesi Tengah Rabu (19/10) membahas 3 (tiga) rancangan Peraturan Daerah (Raperda), salah satunya tentang penyertaan modal ke beberapa badan usaha milik Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tengah. Karena perusahaan-perusahaan daerah merugi maka, desa harus menjadi titik tumbuh ekonomi Sulawesi Tengah.
Anggota Komisi III Fraksi Partai Nasdem Yahdi Basma yang menjadi anggota Panitia Khusus (Pansus) Raperda penyertaan modal menilai Pemerintah Provinsi perlu mengkaji ulang rencana tersebut. Kerugian selama 3 (tiga) tahun terakhir menjadi pelajaran berharga dalam penanaman modal pada Bank Sulteng (Sulawesi Tengah).
“Dalam enam rekomendasi BPK tahun 2014-2015, soal perbaikan manajemen operasional dan taksiran laba PT Bank Sulteng, belum menunjukan sesuatu yang positif,” ujarnya, di Palu, Jumat (21/10).
Yahdi menyebutkan, bahwa penyertaan modal yang diusulkan Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tengah tahun anggaran perubahan 2016 adalah sebesar Rp2, 5 miliar ke PT Pembangunan Sulteng, ke PT Bangun Palu Sulteng Rp 7,5 miliar, LUPN Rp 2,211 miliar, PT Bank Sulteng, Rp32.723.129.278. Akumulasi keseluruhan sebesar Rp230.839.646.390.
“Angka rata-rata sebesar itu setiap tahun kita gelontorkan, tapi laporan yang kita terima adalah kerugian. Kami khawatir jangan-jangan penyertaan modal untuk Perusda ini memang didesain untuk rugi,” katanya.
Yahdi mengatakan, Pansus Raperda penyertaan modal sebaiknya mengkaji ulang urgensi penggelontoran anggaran sebesar itu. Kata dia, sasaran penyertaan modal sebaiknya dilakukan karena jaminan bahwa hal itu efektif untuk mendorong aktivasi operasional pengelolaan perusahaan daerah yang efesien.
“Memang menjadi masalah seluruh Indonesia, jarang sekali ada Perusahaan Daerah yang melaporkan keuntungan. Sebagian besar hanya memaparkan kerugian setiap tahunnya. Dan kita tidak boleh mengulang kesalahan semacam itu,” tegasnya.
Ia berharap, anggota Pansus Ranperda penyertaan modal benar-benar mencermati keharusan atau tidak hal ini dilanjutkan. Sebab kata dia, uang sebesar itu jauh lebih bermanfaat bila dialokasikan untuk hal-hal yang bersifat produktif dan terukur.
“Kita berharap, perusahaan daerah, baik itu Bank Sulteng, maupun PT Pembangunan Sulteng memberikan rasionalisasi anggaran dan jaminan penggunaan uang rakyat yang efektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan sekedar menghabiskan uang setiap tahunnya, tanpa hasil yang jelas,” katanya.
Reposisi Bank Sulteng
Yahdi Basma menambahkan agar Pemerintah Daerah fokus pada lembaga keuangan mikro berbasis pedesaan sebagai transformasi pembenahan desa berbasis BUMDES. Posisi Bank Sulteng bisa menjadi dinamisator, penggerak dan mitra lembaga keuangan mikro pedesaan.
“Desa dan Provinsi sama-sama penggerak ekonomi rill. Bukan lagi urusan atas ke bawah tetapi sinergis,” ujar Yahdi.
Dengan demikian katanya, desa-desa di Sulawesi Tengah betul-betul bertransformasi sebagai arena pelaksanaan program pembangunan bukan sekedar lokasi program pembangunan. Desa harus menjadi titik tumbuh ekonomi Sulawesi Tengah.
“Penggunaan anggaran APBD sebagai partisipasi modal penggerak keuangan mikro pedesaan akan bersinergi secara imposisi bukan lagi mutilasi sektoral seperti yang sudah-sudah. Seolah-olah Bank Sulteng dan Perusda terpisah dari kegiatan keuangan mikro pedesaan,” jelasnya.
Optimisme ini diyakini oleh Yahdi akan lebih memperkuat fundamental ekonomi di Sulawesi Tengah, terukur, dinamis dan memiliki kegiatan produktif sebagai landasan yang dapat diukur pada setiap triwulan.
Menurutnya, pembenahan cara pandang pada investasi dan pembangunan oleh Perusda mesti diletakkan dalam suatu gagasan baru. Apalagi kata dia, fokus pembangunan nasional mengarusutamakan pedesaan, daerah terbelakang dan tertinggal sebagai fokus pelaksanaan program pemerintah secara nasional.
Ia mengingatkan reposisi Bank Sulteng memayungi agenda pembangunan keuangan mikro perdesaan.
“Ini akan lebih menjamin hubungan yang harmonis dan hasil yang bisa dipastikan, bahwa kita telah turut serta membumikan PT Bank Sulteng dan Perusda pada buminya. Bukan retorika ekonomi makro yang jauh dari jangkauan rill ekonomi masyarakat Sulteng secara mayoritas yang tinggal diperdesaan,” tegasnya. (Lia Somba)