Senin, 15 September 2025

TERGANTUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL..! Mengapa Guyuran Dana Rp 200 Triliun Jadi Beban Perbankan

JAKARTA- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai langkah pemerintah menempatkan dana Rp 200 triliun di bank himpunan milik negara (himbara) bisa melonggarkan likuiditas, sehingga akses pembiayaan bagi dunia usaha akan semakin terbuka. Akan tetapi, menurut Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani, penambahan likuiditas saja tidak akan secara otomatis mendorong ekspansi dunia usaha.

“Respons pengusaha akan sangat bergantung pada kondisi permintaan di pasar, kepastian kebijakan, dan biaya usaha secara keseluruhan,” ucap Shinta dikutip Bergelora.com di Jakarta, Senin (15/9).

Dia mengungkapkan, saat ini banyak perusahaan menunda ekspansi besar-besaran dan menggantinya dengan optimalisasi belanja modal (capital expenditure)

Musababnya, kata Shinta, adalah ketidakpastian global dan fluktuasi permintaan domestik. Sehingga, perusahaan pun lebih memilih pertumbuhan selektif, yaitu dengan menjalankan proyek dengan kepastian imbal hasil yang tinggi. Menurut Shinta, kondisi ini menjadi penyebab dari menurunnya kebutuhan kredit modal kerja.

Pada Juli 2025, Bank Indonesia mencatat pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 3,08 persen year on year. Angka ini menurun drastis dari awal tahun yaitu pada Februari yang tercatat sebesar 7,66 persen.

Shinta berpendapat, dunia usaha akan lebih siap memanfaatkan kredit tambahan bila pemerintah konsisten menjaga iklim usaha, menurunkan biaya struktural, dan memperkuat konsumsi.

Oleh karena itu, selain memperbesar likuiditas, Apindo juga menilai penting adanya kebijakan sektoral yang dapat memperkuat permintaan dan daya beli masyarakat.

“Belanja pemerintah yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap konsumsi dan penciptaan lapangan kerja perlu dipercepat,” kata Shinta.

Tergantung Permintaan

Terpisah, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai langkah pemerintah menempatkan dana Rp 200 triliun di himpunan bank milik negara (Himbara) tidak akan secara otomatis menggerakkan roda perekonomian. Sebab, akar masalah dari melambatnya pertumbuhan ekonomi bukan likuiditas.

Teuku menilai penempatan tersebut tidak lantas menggerakkan perekonomian.

“Memang tambahan likuiditas akan memberikan dampak sampai batas tertentu. Tapi isunya adalah di sisi permintaan,” kata Riefky, Minggu (14/9)

Dia mengatakan, permintaan muncul dari produktivitas dunia usaha dan daya beli masyarakat. Sehingga, bila dua hal itu masih rendah, maka berapa pun jumlah likuiditas yang ada tidak akan memecahkan masalah.

Riefky menyarankan pemerintah untuk mendorong perbaikan daya saing usaha dan iklim investasi, yang pada akhirnya bisa menciptakan lapangan kerja. Dengan begitu, produktivitas sektoral dan daya beli akan pulih.

“Ini yang diperlukan untuk menggenjot pertumbuhan sektor riil. Kalau ini terwujud, pertumbuhan kredit akan terjadi dengan sendirinya,” ucap Riefky.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pertumbuhan kredit pada Juli 2025 tercatat sebesar 7,03 persen, menurun dari bulan sebelumnya sebesar 7,77 persen. Tren penurunan telah terjadi sejak Maret, yaitu ketika pertumbuhan kredit menurun menjadi 9,16 persen dari 10,3 persen pada bulan sebelumnya. Sementara kredit modal kerja juga turun cukup signifikan. Pada Juli 2025, kredit modal kerja tumbuh 3,08 persen. Angka ini menurun drastis dari awal tahun yaitu pada Februari yang tercatat sebesar 7,66 persen.

Penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di himbara tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 tahun 2025. Dana ini disalurkan ke lima bank sejak Jumat, 12 September 2025. Kelima bank itu adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI).

Rencana menempatkan dana Rp 200 triliun ini diungkapkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu, 10 September 2025. Purbaya berpendapat bahwa sistem finansial Indonesia agak kering, sehingga pertumbuhan ekonomi cenderung melambat.

Kondisi itu, kata dia, menyebabkan orang susah mencari kerja selama sekitar dua tahun terakhir. Dia pun menyebut selama ini ada kesalahan kebijakan moneter dan fiskal.

“Saya lihat, Kemenkeu (Kementerian Keuangan) bisa berperan di situ dengan memindahkan sebagian uang yang selama ini ada di bank sentral, kebanyakan, ada Rp 430 triliun, saya pindahkan ke sistem perbankan,” kata dia kepada awak media seusai rapat.

Purbaya menjelaskan bahwa uang akan tersimpan dalam bentuk rekening pemerintah di bank. Jadi, kata dia, pemerintah hanya sekedar menyimpan.

“Tapi, kan, bank tidak akan mendiamkan uang itu, ada cost-nya. Dia (bank) akan terpaksa mencari return (hasil) yang lebih tinggi dari cost-nya. Di situ lah mulai ada pertumbuhan, kredit tumbuh,” ujar Purbaya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru