JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan setidaknya terdapat 300 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang masih mengalami kerugian dengan total mencapai Rp5,5 triliun.
Berdasarkan jenis usaha, 300 BUMD rugi tersebut berasal dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang melaporkan kerugian. Kemudian, kerugian juga diderita oleh 127 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan 4 BUMD yang bergerak di bidang industri agro.
Lalu, ada 5 perusahaan Jaminan Perkreditan Rakyat (Jamkrida) yang juga tercatat masih rugi. 12 perusahaan migas daerah, 8 BUMD yang bergerak di bidang pengelolaan pasar, 7 di sektor pariwisata rugi, dan 112 BUMD aneka usaha lainnya juga tercatat masih mengalami kerugian.
“300 BUMD rugi pak. Itu jumlah uang yang ada di BUMD itu lebih kurang Rp1.240 triliun asetnya, jadi ini potensial,” ujar Tito dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah (KPID), dikutip lewat kanal Resmi Kemendagri, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Ratusan BUMD yang merugi itu merupakan sekitar 28% dari total BUMD yang tersebar di seluruh wilayah Pemerintah Daerah (Pemda) Indonesia yang sebanyak 1.091 unit.
Anggaran Daerah Boros, Perjalanan Dinas Sampai 20 Kali
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan modus pemborosan anggaran yang kerap dilakukan pemerintah daerah.
Menurut Tito, pemborosan ini muncul di belanja birokrasi dan operasional. Alhasil, kerap ditemukan pemerintah daerah (Pemda) melipatgandakan rapat dan perjalanan dinas yang seharusnya bisa ditekan.
“Kalau belanja pegawai aman, masih harus dibayar. Tapi belanja birokrasi, belanja operasional pegawai kan banyak sekali juga terjadi pemborosan. Rapat-rapat yang tidak penting cukup dua kali, dibuat 10 kali. Kemudian juga perjalanan dinas ya mungkin cukup 4 kali dibuat mungkin 20 kali,” ujar Tito dalam acara Peluncuran Dokumen Master Plan Produktivitas Nasional di kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Ia juga menyoroti biaya perawatan dan pemeliharaan yang sering kali dinaikkan tanpa dasar kebutuhan yang jelas.
“Itulah salah satu. Biaya untuk perawatan dan pemeliharaan yang sebetulnya cukup terbatas ini kemudian dinaikkan dan sebagainya. Ini mau terjadi pemborosan-pemborosan kami,” tambah Tito.
Tito pun menyebut contoh kasus dengan adanya efisiensi besar-besaran dalam transfer ke daerah pada tahun 2025 ini. Katanya, ada banyak daerah yang mengeluh akibat adanya penyesuaian transfer anggaran dari pusat ke daerah.
Namun, kata dia, ada pula daerah yang berhasil mengelola anggarannya dengan baik. Salah satunya adalah Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.
“Dia (Lahat) mampu untuk menyederhanakan, efisiensikan lebih kurang Rp462 miliar yang sebetulnya tadi mau digunakan untuk yang macam-macam birokrasi tadi, tapi dialihkan kepada program yang langsung bisa membantu rakyat, pertumbuhan ekonomi, yaitu membangun sistem irigasi untuk mengairi 8.000 hektare tanah pertanian,” ungkapnya. (Web Warouw)