JAKARTA- Ikatan Pengabdi dan Bantuan Hukum pada Ikatan Advokat Indonesia (IKABH IKADIN) menyatakan keprihatinan dan mempertanyakan akuntabilitas, legalitas, serta dasar hukum dari kerja sama antara Kejaksaan Agung RI dengan penyedia layanan telekomunikasi dalam pelaksanaan penyadapan guna kepentingan penegakan hukum pada Selasa 24 Juni 2025 yang lalu.
Ketua Umum IKABH IKADIN, Dr. Hermawanto, S.H., M.H., menegaskan bahwa langkah tersebut tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip konstitusional dan asas negara hukum, khususnya berkaitan dengan perlindungan hak atas privasi, kerahasiaan komunikasi, dan jaminan fair trial bagi setiap warga negara.
“Penyadapan tanpa pengawasan yudisial yang ketat adalah bentuk penyalahgunaan wewenang yang berbahaya. Negara tidak boleh membuka ruang bagi praktik pengawasan rahasia yang lepas kendali dan tidak akuntabel,” tegas Dr. Hermawanto dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Tiga Catatan Kritis
Menurutnya kerja sama antara lembaga penegak hukum dan provider telekomunikasi, apapun bentuknya, tidak boleh mengesampingkan perintah atau izin dari pengadilan sebagai pengawas independen.
“Tidak boleh melewati pengadilan. Hal ini penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan melindungi hak konstitusional warga,” tegasnya.
Hingga kini menurutnya, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus tentang penyadapan yang mengatur secara tegas mengenai prosedur formal permintaan penyadapan; batasan waktu dan jenis perkara; pengawasan dan mekanisme akuntabilitas;
perlindungan komunikasi profesi, termasuk advokat.
“Belum Ada UU Penyadapan yang Jelas dan Komprehensif,” tegasnya.
IKABH IKADIN mengingatkan bahwa penyadapan terhadap komunikasi antara advokat dan klien adalah pelanggaran serius terhadap prinsip kerahasiaan profesi hukum.
“Kerjasama itu potensi melanggar hak profesi advokat,” katanya.
Komunikasi antara advokat dan klien termasuk dalam privileged communication yang harus dilindungi. Hal ini karena Advokat dalam kapasitasnya sedang menjalankan fungsi konstitusional dalam menjamin keadilan dan karenanya harus dilindungi, bukan diawasi secara sewenang-wenang, oleh karenanya Penyadapan terhadap komunikasi advokat tanpa izin pengadilan merupakan pelanggaran serius terhadap asas fair trial dan prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality of arms).
“Kami tidak menolak penyadapan sebagai instrumen hukum, tetapi harus dilakukan dengan akuntabilitas penuh. Jangan sampai praktik ini justru digunakan untuk membungkam, mengintimidasi, atau mengkriminalisasi proses pembelaan hukum,” lanjut Hermawanto.
Seruan Kepada Pemerintah dan DPR RI
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, IKABH DPP IKADIN menyerukan kepada Presiden dan DPR RI untuk segera menyusun dan mengesahkan Undang-Undang Penyadapan yang menjamin pengawasan yudisial dan perlindungan HAM,
Ombudsman RI dan Komnas HAM diminta untuk ikut mengawasi pelaksanaan kerja sama yang melibatkan lembaga penegak hukum dan korporasi telekomunikasi, agar tidak terjadi maladministrasi bahkan penyalahgunaan kekuasaan.
Kejaksaan Agung diminta membuka kepada publik protokol, dasar hukum, dan jaminan akuntabilitas dalam kerja sama tersebut.
“Di tengah upaya penegakan hukum, negara tidak boleh lupa bahwa setiap tindakan aparat penegak hukum juga harus tunduk pada hukum. Negara hukum bukan hanya soal menghukum pelanggar, tetapi juga memastikan bahwa proses hukumnya adil, akuntabel, dan menghormati hak asasi,” tutup Hermawanto. (Web Warouw)