JAKARTA- Warga Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung, bersikukuh menolak proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Pulau Gelasa yang ada di wilayah kecamatan yang sama.
Alasan menjaga ruang laut yang disampaikan konsisten sejak mereka pernah menolak pula rencana tambang timah di perairan yang sama.
Nelayan sotong (cumi) dari Pulau Gelasa, Sayidina, mengatakan penolakan pembangunan PLTN merupakan komitmen nelayan dan warga setempat dalam menjaga laut dari segala bentuk perusakan. Mereka bergeming atas tawaran atau iming-iming pembangunan fasilitas seperti dermaga nelayan, lapangan pekerjaan, pembelian hasil tangkap nelayan, sampai dengan listrik murah.
“Tawaran yang dilampirkan PT Thorcon Power Indonesia hanya merupakan kepura-puraan investasi saja yang datang untuk mengeksploitasi ruang hidup nelayan. Untuk itu kami tetap menolak PLTN,” ujar Sayidina , dikutip Bergelora.com di Jakarta, Jumat, 5 September 2025.
Dia mengungkap, jauh sebelum ada tawaran PT Thorcon Power Indonesia itu, masyarakat sudah menerima iming-iming serupa dari PT Timah Tbk. dan mitranya agar perusahaan itu bisa menambang di laut di perairan Beriga. Namun hingga saat ini, kata dia, masyarakat tetap berkomitmen menjaga ruang laut.
“Dalam 20 tahun terakhir, kami sudah terbiasa menghadapi ancaman perampasan ruang hidup kami di laut,” kata Sayidina.
Dia menambahkam, “Pemerintah dan pengusaha harus mengerti satu hal bahwa hubungan kami dengan laut bukan soal ekonomi saja.”
Menurut Sayidina, menukar laut dengan proyek PLTN, tambang timah, atau apa pun secara tidak langsung sama saja mencederai nilai-nilai kelestarian lingkungan yang telah dijaga dan bertahan turun temurun sampai saat ini.
“Bagi kami, Pulau Kelasa (Pulau Gelasa dalam bahasa lokal) sudah menjadi ruang hidup, identitas budaya, navigasi tradisional, penahan gelombang alami, dan tempat berlindung saat terjadi badai di laut,” tuturnya. Jadi, selain khawatir terhadap risiko radiasi nuklir dari pembangkit listrik, warga setempat memproyeksi bakal ada pembatasan akses nelayan ke Pulau Gelasa karena proyek PLTN itu. “Ini jelas mengancam kelangsungan hidup nelayan dan masyarakat luas,” ujar dia.
Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bangka Belitung, Regi Yoga Pratama, menerangkan bahwa Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) telah memberikan persetujuannya atas permohonan evaluasi tapak proyek PLTN PT Thorcon di Pulau Gelasa pada 30 Juli 2025. Itu artinya, Regi menyatakan, secara tidak langsung telah melegitimasi perampasan ruang hidup nelayan pesisir dan mengancam keberlanjutan ekologi Pulau Gelasa.
Regi menyebut Pulau Gelasa merupakan benteng ekologi. Proyek PLTN mengancam keanekaragaman hutan dan ekosistem bawah laut di pulau itu. “Hal ini juga meningkatkan privatisasi ruang yang membatasi akses nelayan terhadap ruang hidupnya,” ujar dia.
Ia menambahkan kalau Walhi memberikan edukasi kepada masyarakat terdampak antara lain dengan menggelar nonton bareng film dokumenter tentang ekspedisi Pulau Gelasa dan dokumenter ledakan nuklir yang terjadi Fukushima, Jepang. Maksudnya, memberi gambaran mengenai ancaman dan bahaya pembangunan PLTN.
Sebelumnya, Bapeten menerima permohonan Persetujuan Evaluasi Tapak untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir TMSR500 yang berlokasi di Pulau Gelasa tertanggal 21 Januari 2025. PT Thorcon membawa TMSR500 yang merupakan reaktor nuklir (PLTN) generasi lanjut berkapasitas 500 MWe, yang menggunakan garam cair sebagai bahan bakar dan media pendingin. (Web Warouw)