Sabtu, 5 Juli 2025

Tinggalkan Pola Pembangunan Model Daendels

Jalan Trans Papua. (Ist)

Herman Willem Daendels, seorang Gubernur Jenderal Belanda yang pernah sangat berkuasa di nusantara dimasa kolonialisme. Selama konsepsi pembangunan pemerintah secara pendekatan Daendels pasti akan tetap terjadi tabrakan bahkan pertempuran terhadap aspirasi rakyat pewaris sejati NKRI. Parduru, pengamat sosial menuliskan buat pembaca Bergelora.com (Redaksi)

Oleh: Parduru

SELAGI fokus perhatian disedot kerusuhan di Papua dan di Papua Barat yang dipantik geng orbais yang sekaligus anti Joko Widodo di Surabaya dan Malang pada tgl 16 – 17 Agustus lalu,  kerusuhan menuntut merdeka atau setidaknya menuntut referendum di Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat masih bergejolak keras. Bahkan terakhir ini bandara di Wamena ditutup sementara karena alasan  keamanan.

Tiba-tiba, saya dikagetkan rilis foto ibu-ibu bugil di pesisir Danau Toba. Beberapa spot tubuh perempuan itu diburamkan. Padahal kabarnya dilingkungan itu para perempuan rajin beribadah termasuk mengerti kewajiban menutup organ seks. Lagi pula terikat erat norma Dalihan Na Tolu, yakni sosio-kultural etnis Batak yang kuat meneguhkan kesopanan tata susila.

Warga tersebut beserta keluarganya bertempat tinggal di Desa Sigapiton Talpe, pemukim tanah ulayat Raja Na Opat terdiri dari empat marga : Manurung, Butar-butar, Nadapdap dan Sirait, Termasuk Kecamatan Ajibata, desa Sigapiton diapit (Batak: gappit, maka dinamai Sigapiton, daerah terjepit) oleh tanjung Sihaboduron dan tanjung Nadua, persis di pinggir Danau Toba, berbatasan Desa Horsik dan Desa Sirungkungon.

Badan Otorita Pariwisata Danau Toba yang diatur oleh Peraturan Presiden No. 49/2016 diberi hak pengelolaan setidaknya 500 hektar lahan di kawasan itu untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata terpadu yang dikelola secara profesional. Luasnya kemudian berkurang menjadi 386,5 ha, termasuk didalamnya  251 ha tanah ulayat Bius Raja Na Opat, sebagai komunitas empat marga disebut diatas.

Kita sudah tahu yang disebut “Halak Kita” atau warga Batak, satu diantara sukubangsa Indonesia yang kental adat komunitas atas tanah ulayat. Tanah ulayat itu anugerah dari Tuhan Maha Kuasa yang dipercayakan menjadi milik komunitas. Anggota komunitas mendapat bidang tanah perumahan dan tanah  untuk diolah jadi ladang atau sawah atau usaha mata pencaharian lainnya. Turun temurun tetap dimiliki komunitas sesuai adat yang berlaku. Tanah itu haram dijual.

Kelola tanah di daerah itu dan pada umumnya etnis Batak, diatur dua macam : 1. Tanah Pangumpolon. Tanah yang dibagi individual untuk tapak rumah, untuk digarap atau tempat usaha,  terutama setelah bersangkutan menikah.  Tanah itu tidak boleh dijual. Dalam keadaan tertentu misalnya terdesak butuh uang,  dibolehkan gadai, itu pun untuk masa dua atau tiga kali panen, tergantung besarnya uang dipinjam, diperhitungkan dengan hasil panen. Kemudian wajib ditebus. 2. Tanah Ripe-ripe atau tanah komunal, dirawat, ditanami, dimanfaatkan bersama- sama, termasuk hutan olahan bersama ataupun hutan alami.

Setiap pelimpahan hak mengelola memiliki tata fungsi. Tidak boleh sembarangan merubah atau membuat kebijakan sendiri atas setiap ruang lingkungan. Apabila ada orang/pihak yang melanggar atau mencoba melanggar, komunitas memiliki sistim dan mekanisme adat mengadili atau memberi sanksi secara adat. Begitulah umumnya kearifan lokal etnis Batak termasuk  diyakini dan keniscayaan bagi warga Bius Raja Na Opat di Sigapiton secara turun-temurun dalam memahami dan mengatur tata ruang serta menjaga wilayah adat mereka.

Padahal tahun lalu perwakilan Bius Raja Na Opat yang didampingi Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa  Masyarakat telah datang ke Jakarta dan bertemu staf Presiden membahas hal tanah ulayat 251 ha tersebut dikeluarkan dari BPODT. Mereka sudah mendapat sinyal pemerintah pusat membuat ketetapan baru dan diminta menunggu.

Lagi pula  tanggal 7/9 beberapa hari sebelum terjadi kerusuhan di Sigapiton itu, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bertemu warga di komplek Institut Tehnologi DEL menjamin warga tdk dirugikan. Seorang warga minta dengan hormat agar jaminan itu tertulis. Menteri  L.B.Panjaitan membentaknya: “Saya perwira, umur 72 tahun, hati-hati kamu bicara, sama siapa kamu ngomong, kalau saya katakan saya menjamin, saya jamini. Air kalian pun saya jamin tidak akan dirusak”

Ternyata tgl  11 /9 itu escavator / bekku tetap dioperasikan mengawali pembangunan jalan sejauh 1900 m lebar 18 menuju titik Kaldera    Toba Nomadic Escave. Berhubung akan didirikan bangunan hotel bintang lima. Sehingga akan melantakkan makam leluhur mereka yang amat disakralkan sebagai jati diri dalam kultur etnis Batak.

Dipicu konsistensi keras profesionslisme dan efisiensi kerja, aparat bertindak menyita tanah ulayat itu, implementasikan Perpres no 49/2016. Tak terhindarkan situasi tegang perang argumemen yang amat mencekam.

Suami dan anak lelaki dari komunitas Bius Raja Na Opat yang berunding dengan dengan Badan Pengelola Otorita Danau Toba gagal mempertahankan tanah ulayat komunitas itu. Warga lelaki tak kuasa menghentikan aparat.

Selanjutnya ibu-ibu Sigapiton itu meledakkan keputusasaan akan kehilangan tanah ulayat selaku alat produksi nafkah hidup mereka sehari-hari dan kehilangan itu akan berlanjut menelanjangi eksistensi jati diri mereka. Maka para ibu Sigapiton itu bertindak spontan berani telanjang melawan  aparat BPOPDT.

Ibu-ibu di perairan Danau Toba itu bertindak bugil. Itu terjadi setelah suami mereka atau para lelaki di Sigapiton gagal mempertahankan tanah ulayat komunitas warga setempat dari sitaan Badan Pengelola Otorita Danau Toba. Para ibu warga ulayat tampil menggantikan para lelaki  melanjutkan demo protes dengan rasa putus asa kehilangan tanah ulayat tumpuan hidup nyawa mereka sekeluarga dan komunitasnya. Bukan hanya untuk kebutuhan makan minum harian tapi juga untuk biaya sekolah putra putri mereka. Selanjutnya akan memupus eksistensi  kultural, harga diri dan jati diri mereka. Padahal sosio kultural kearifan lokal mereka itu sudah terbukti sanggup  mengusung dan berhasil relatif banyak diantara mereka mencapai strata sosial hingga tingkat atas di NKRI. Kini mereka terancam diasingkan dari kultural dan lahan hidup, masa depan ditelanjangi hingga pupus. Luapan keputusasaan itulah menginspirasi para ibu Sigapiton bertindak telanjang, sekaligus  memproyeksikan (bayangan) hidup mereka kelak.

Pemicu lainnya keresahan dan keputusasaan mereka karena akan ditrapkan program wisata halal di wilayah mereka yang tentu langsung konotasinya bertabrakan dengan ragam kuliner setempat. Warga setempat mayoritas Nasrani, sehingga terdapat umum kuliner daging babi ataupun daging anjing, selain kuliner non babi non anjing tersebar banyak, sedang Islam hanya minoritas.

Padahal umum ketahui, warga disana pun tahu puau Bali yang dimana- mana dipajang kuliner babi, dikunjungi Raja Salman dan para Pangeran disertai puluhan pejabat Kerajaan Arab, berwisata lama disana, ternyata adanya kuliner itu tidak perintang.

Landskap Danau Toba amat permai. Anugerah Tuhan Maha Kuasa ini madu amat manis untuk meraup devisa dari kunjungan pewisata. Lokasi itu perlu ditata sistimatik oleh tangan professional. Kebijakan pemerintah itu otomatis berdampak ikutan mengkondisikan peluang ekonomi yang diyakini akan melancarkan gerobak penghasilan warga lokal naik mendaki bukit barisan melalui kreasi warga.

Warga yang umumnya paling rendah tamatan SMP itu amat mahfum multi dampak ikutan proyek pembangunan parawisata itu sangat memajukan kehidupan mereka.

Warga Bius Raja Na Opat antusias menyambut planning pemerintah.

Menurut hematku, kerusuhan itu bangkit akibat pilihan pola  pembangunan ternyata ditentukan dengan  pendekatan keunggulan struktur tehnik dan efisiensi biaya, sebagai inti profesionalismenya. Itu adalah profesionalisme Daendels, yang mengkontruksikan gagasan seakan diruang hampa tanpa manusia.  Pola pembangunan kolonialisme atau kapitalisme dilakukan hanya dengan pendekatan tehnik modern dan efisiensi biaya dan mengabaikan dilokasi proyek itu ada warga yang hidup inklusif dengan jati diri hasil kearifan lokalnya.

Papua dan Papua Barat bergejolak menuntut merdeka atau referendum ini dampak akselerasi uang yang diguyur amat besar dalam konstalasi pembangunan model Daendels, model kolonialisme/kapitalisme. Sejak era militerisme oligarki rezim Suharto, pembangunan yang dilakukan  mengkonfirmasi praktek pendekatan Daendels.

Selama konsepsi pembangunan pemerintah secara pendekatan Daendels pasti akan tetap terjadi tabrakan bahkan pertempuran terhadap aspirasi rakyat pewaris sejati NKRI.

Tanah ulayat entitas keniscayaan dalam sosio-kultural umumnya warga etnis Indonesia di seluruh penjuru tanah air. Antara lain di Toba dan Papua. Ketebalan kultur komunal memang menipis di masyarakat domestik pulau Jawa, berhubung kejayaan dahulu sebelum masa VOC, telah pernah berperadaban masyarakat feodal dan  bukan lagi tipe komunal. Meski pun demikian warga etnis Jawa tetap    hidup inklusif dengan tanah, tipikalnya berkarakter individual dan tidak berkarakter komunal. Secara terminologi ekonomi pun  pemilikan atas tanah salahsatu elemen alat produksi.

Pendekatan pembangunan nasional NKRI, sesuai kondisi masyarakat Indonesia yang bernyawa kearifan lokal sosio-kultural inklusif atas tanah, maka tanah yang diperuntukkan untuk berdirinya pembangunan fisik atau dan  usaha diatasnya wajiblah diperhitungkan sebagai saham atas nama pemilik tanah individual atau pemilik tanah komunal untuk masa selama-lamanya perusahaan itu ada dan hidup diatas tanah dimaksud, yang proporsional tanpa mengurangi pendapatan Negara dari pembangunan itu.

Konsep ini dapat dibahas, diolah dan disusun lebih cermat.

Prinsipnya rakyat dan negara secara organik turut memiliki proporsional konstruksi bangunan itu atau dan perusahaan diatasnya sekalipun hak penggunaannya ditangan swasta.

Pendekatan pembangunan nasional berdikari sedemikian itu kuyakini pasti memobilisasi gotong royong warga turut aktif berpartisipasi cancut taliwondo.

Kerusuhan Papua & Papua Barat serta demo buka-bukaan baju di Sigapiton Kabupaten Tobasa tidak akan terjadi jika pembangunan fisik dilakukan dengan pendekatan pembangunan nasional berdikari seperti dimaksud diatas. Merdeka!

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru