JAKARTA- Pesawat TNI jenis Sukhoi SU-27/30MKI Flankers dari Skuadron Udara 11 berhasil melakukan force down (pendaratan paksa) terhadap satu buah pesawat terbang asing sipil Beechcraft 9L bernomor registrasi Singapura, VH-PKF/Pesawat latih yang melintas memasuki wilayah kedaulatan udara RI, di Pangkalan Udara (Lanud) Supadio, Pontianak, Selasa (28/10).
Dalam rilis kepada Bergelora.com disebutkan, keberhasilan pesawat TNI dalam force down tersebut berawal pada pukul 10.15 WIB setelah Radar TNI AU melihat adanya satu pesawat asing yang melintas di wilayah Indonesia dari arah Selatan Singapura menuju Sibu Kinabalu, Malaysia.
Atas kejadian tersebut, pesawat TNI AU langsung secara sigap melaksanakan pengejaran, dengan mengerahkan dua Flankers, Call Sign Klewang Flight, terdiri dari TS 3008, dengan pilot Letkol Penerbang Tamboto dan Kapten Penerbang Fauzi, serta TS 2704 dengan penerbang Kapten Penerbang Gusti lepas landas dari Batam menuju sasaran. Namun pesawat terbang asing sipil tersebut telah memasuki wilayah udara Malaysia.
Selanjutnya pada pukul 13.00 WIB pesawat asing tersebut kembali terbang dari Malaysia dengan menggunakan route yang sama. Penerbangan pesawat asing yang sama tersebut ditangkap kembali oleh radar Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional I pada posisi di utara Pontianak.
Melihat kejadian ini pesawat TNI AU kembali terbang dari Batam menuju sasaran untuk melaksanakan pendaratan secara paksa terhadap pesawat asing tersebut di Lanud Supadio, Pontianak.
Menurut Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Fuad Basya, pesawat asing tersebut untuk sementara dicurigai terbang di atas wilayah Indonesia tanpa izin pemerintah Indonesia pada ketinggian sekitar 20.000 kaki dari permukaan laut dengan kecepatan 250-350 knot perjam. Pesawat tersebut selanjutnya dicegat alias diintersep dua Sukhoi Su-27/30MKI Flankers di atas perairan Laut China Selatan, yaitu di Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara diperoleh keterangan bahwa tujuan terbang pesawat asing melintasi wilayah udara Indonesia adalah dalam rangka melaksanakan latihan/mengajar siswa penerbang dengan pesawat type Beecraft/VH-PFK/Pesawat Latih. Ada tiga awak pesawat (pilot asing/siswa) yang saat ini masih dimintai keterangan di Lanud Supadio yaitu Tan Chin Kia (Capt Pilot), Mr. Z. Heng Chia (Siswa), Xiang Bo Hong (Siswa) Warga Negara Singapore.
Dalam sepekan ini, pesawat TNI telah dua kali berhasil mencegat dan memaksa mendarat pesawat terbang asing yang melanggar kedaulatan udara nasional. Hal ini membuktikan bahwa TNI selalu siap siaga sepanjang tahun tanpa henti, untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di udara demi kepentingan dan keamanan nasional Indonesia.
Pesawat Australia
Sebelumnya Rabu (22/10) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) memaksa pesawat Australia untuk mendarat, karena telah melanggar jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Dua orang yang berada di pesawat pribadinya itu kemudian diamankan di Landasan Udara Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara.
Kepala Pusat penerangan TNI AU, Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto menjelaskan pada pukul 07.00 WIB, radar Lanud Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, menangkap sinyal adanya pesawat yang melewati Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, kemudian ke Manado.
Setelah mengetahui itu, TNI AU Manado berkoordinasi dengan Military Civil Coordination (MCC). TNI AU juga meminta izin kepada Komando Sektor Makassar untuk menerbangkan dua pesawat Sukhoi tipe 27/30.
Dari Makassar, kemudian dua pesawat Sukhoi tersebut diterbangkan untuk menyergap pesawat yang ternyata berjenis Beech Craft. Pesawat asing yang datang dari Darwin, Australia, itu dipaksa untuk mendarat. Tepat pada pukul 10.29 WIB, pesawat asing tersebut mendarat di Bandara Sam Ratulagi, Manado.
Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto menjelaskan setelah diidentifikasi, ternyata pesawat hanya berisi dua orang, Jacklin Graeme Paul sebagai pilot dan Mc Lin Richard Wayne sebagai co. pilot.
Ia menambahkan, pesawat yang bernomor registrasi VHR 5S itu ingin menuju Cebu, Filipina. Menurut dia, pesawat itu telah melanggar Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). (Enrico N. Abdielli)