JAKARTA – Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sanny Iskandar, menyebut aksi premanisme masih menjadi gangguan serius di kawasan industri manufaktur.
Menurut Sanny, daerah-daerah rawan bisa dipetakan secara rinci, baik di Jawa maupun luar Jawa.
“Kalau bicara di kantong-kantong kegiatan industri manufaktur tentunya memang di daerah Tangerang, Banten, Bekasi, Karawang, sampai Jawa Tengah, Jawa Timur,” kata Sanny dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu (30/7/2025).
Ia menambahkan, kawasan industri baru seperti Subang, Jawa Barat, mulai resah karena aksi preman. Gangguan serupa juga dirasakan pelaku usaha di Batam, Kepulauan Riau.
“Daerah kantong (industri) baru seperti Subang yang kemarin juga terkait dengan (pabrik mobil listrik) BYD dan segala macam itu juga terkena dampaknya,” ujar Sanny.
“Sampai ke daerah Kepulauan Riau juga di Batam khususnya. Jadi memang ini (premanisme) sangat mengganggu sekali,” ucapnya lagi.
Sanny menilai maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) ikut memicu gangguan keamanan di kawasan industri. Masalah premanisme kerap muncul di daerah yang mengalami banyak PHK atau penyerapan tenaga kerja rendah.
“Memang ini nggak bisa lepas dari menyangkut masalah yang terkait dengan ketersediaan atau penyerapan tenaga kerja,” tutur Sanny.
“Di mana dalam penyerapan (tenaga kerja) itu tidak terjadi atau bahkan justru malah banyak PHK itu menjadi praktik-praktik gangguan-gangguan keamanan itu terjadi. Jadi memang ada korelasinya,” lanjutnya.
Sanny menyarankan aparat keamanan bertindak lebih menyeluruh, bukan sekadar operasi penertiban.
“Sebetulnya enggak bisa cukup seperti dilakukan operasi dan sebagainya, karena itu kan terbatas,” katanya.
“Kemudian sempat diwawancarai beberapa pihak-pihak yang terkait di Tanah Abang, di mana, memang begitu ada operasi ya rapi, dan begitu tidak ada operasi kemudian timbul (premanisme kembali),” ujarnya.
Bikin Investor Takut Masuk
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, gangguan keamanan ini tak cuma mengganggu produksi. Menurut Sanny, premanisme juga membuat investor asing ragu menanamkan modal di Indonesia. Investor menilai iklim usaha belum memberi jaminan keamanan dan kepastian hukum. Akibatnya, negara kehilangan potensi investasi dalam jumlah besar.
“Kerugian yang dialami negara itu adalah terhambatnya daripada potensi investasi yang sebetulnya akan masuk, namun karena situasi yang ada di dalam negeri seperti itu (premanisme marak) tidak jadi masuk,” ujar Sanny.
Sebelumnya, ia pernah menyebut kerugian akibat premanisme berkedok organisasi masyarakat bisa mencapai ratusan triliun. Kerugian itu berasal dari dua sisi, yakni biaya yang sudah dikeluarkan dan investasi yang batal masuk ke Indonesia.
“Itu sih udah pasti, menurut saya itu bisa dikatakan udah kalau dihitung semuanya ya, ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang enggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan triliun juga tuh. Ratusan triliun,” kata Sanny usai Dialog Industri Nasional di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, 6 Februari 2025.
Ia menilai aktivitas ormas sering menjadi kendala besar di lapangan, tapi tidak banyak dibicarakan. Padahal pemerintah terus mendorong promosi investasi asing ke Indonesia. (Web Warouw)