Rabu, 19 November 2025

Trump-Owens Versus Biden-Obama

Kerusuhan meluas di Amerika Serikat dipicu gerakan anti rasisme akibat pembunuhan George Floyd oleh satuan polisi beberapa waktu lalu. (Ist)

Apakah situasi ekonomi politik di Amerika Serikat yang semakin memanas akan menjurus seperti pergantian kekuasaan di Indonesia 1998? Atau akan mirip pergantian kekuasaan di Indonesia 2001? Atau akan mirip Indonesia 1965? Christianto Wibisono, penulis buku Wawancara Imajiner dengan Bung Karno, 1977,—merekam percakapan imaginer antara Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrachman Wahid (Gus Dur) yang mengamati dari ‘alam sana’,–untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Christianto Wibisono

PRESIDEN Trump mengalami situasi maraknya people power karena insiden rasialis yang dipicu penyiksaan George Floyd oleh polisiI kulit putih di Minneapolis, “membakar” puluhan kota di AS dengan demo Black Lives Matters (BLM).

Bung Karno (BK) mengundang Jenderal Soeharto, Prof Habibie dan Gus Dur, 3 mantan presiden in Nirwana untuk mendiskusikan situasi mutakhir geopolitik di tengah kemelut Covid-19 menuju Normal Baru.

BK: Selamat ulang tahun ke- 89 Jenderal Soeharto, 8 Juni hari Senin ini. Semoga pengalaman Anda sebagai salah satu presiden rekor terlama di dunia bermanfaat bagi forum Indonesia Presidents Club ini. Anda sekalian saya undang sebagai Indonesian Presidents Club untuk legawa mewariskan teori dan pengalaman Anda sebagai Presiden yang semua pernah dimakzulkan  dari posisi petahana secara de fakto. Baik melalui legal voting maupun adu intrik pakai people power tapi senjata makan tuan. Yang paling relevan adalah kalau terjadi insurgensi atau insureksi. Presiden termasuk di AS bisa menyatakan keadaan darurat militer dan mengerahkan pasukan militer reguler AS untuk menindak kerusuhan kekerasan berdarah. Bagaimana nasib Supermei 1998 yang Anda keluarkan mirip Supersemar 1966, Jenderal Harto?

Jenderal Soeharto: Siap, Bapak Proklamator Bung Besar Bung Karno. Saya sendiri sampai detik ini masih takjub dengan elite Indonesia yang perangai politiknya semua bisa jadi Brutus- Ken Arok-Machiavelli, three-in-one. Ketika Senin, 18 Mei 1998, Ketua MPR/DPR Harmoko dan para Wakil Ketua MPR/DPR minta saya mundur,  saya benar benar merasa ditikam oleh Ken Arok.

Lho, Harmoko yang memilih dan melantik saya 70 hari sebelumnya, 11 Maret 1998. Saya baru kembali dari Cairo Jumat, 15 Mei jam 05.00 fajar, langsung ketemu Harmoko dkk Sabtu, 16 Mei. Besoknya Minggu, 17 Mei satu menteri Abdul Latief mengundurkan diri. Supermei Inpres No 16 tahun 1998 saya teken Senen malam,18 Mei 1998, untuk Pangab Jenderal Wiranto membentuk Komando Operasi Pemulihan Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional. Persis daur ulang Supersemar 1966.

Tapi ternyata saya bukan Bung Karno dan Wiranto bukan saya. Maka jadilah Profesor Habibie yang saya jadikan Menristek 20 tahun pada 4 Kabinet Pembangunan 3-6 menjadi Presiden ke-3 pada 21 Mei 1998. Walaupun di bumi saya sudah putuskan “jotakan” sama 3 oknum Ken Arok, dalam suasana rekonsiliasi 7 Juni 2020 ini saya menyapa Habibie sebagai kampiun demokrasi. Karena sukarela mundur tidak ngotot waktu ditolak pertanggungan jawabnya di MPR hasil pemilu 1999. Silahkan prof assesmen Anda tentang ancaman geopolitik perang AS-Tiongkok meski tersedak insiden SARA Floyd, yang memicu situasi darurat militer mirip Mei 1998.

Habibie: Siap thanks Pak Harto. Saya mohon maaf dan bersyukur atas rekonsiliasi yang Bapak berikan kepada saya. Sudah sejak sebelum itu saya mendamaikan Bapak dengan Ali Sadikin dan AH Nasution karena konflik Petisi 50. Jadi bagi saya pekerjaan juru damai sebetulnya sudah saya laksanakan sebelum saya jadi presiden. Termasuk referendum Timtim yang “gagal” karena selain kalah dan  Timtim merdeka, juga rencana hadiah Nobel untuk Indonesia batal gara-gara kerusuhan pasca plebisit Timtim. Maka, Hadiah Nobel yang mestinya bisa diperoleh Indonesia malah jatuh ke Medicins Sans Frontiers (LSM Dokter Tanpa Batas) yang dinilai berjasa mengorganisir bantuan kemanusiaan pasca kerusuhan Timtim.

Indonesia sebetulnya sering punya peluang memperoleh Nobel tapi kurang finishing touch yang tepat atau malah melakukan gol bunuh diri, sehingga Nobel melayang ke pemenang lain padahal Indonesia sudah dinominasi jelang final.

BK: Ya itu biar ditutup sama Gus Dur, pengalaman dia kenapa sampai dilengserkan juga oleh MPR hasil pemilu.

Gus Dur: Selamat Minggu pagi yang cerah diseluruh dunia. Saya mantan presiden termuda dari klub eksklusif ini memang perlu bicara situasi darurat militer dan supremasi sipil global. Kalau Indonesia ganti presiden pertama pakai Supersemar, lalu mau didaur ulang Supermei gagal.

Sekarang kalau AS bisa darurat militer atau tidak? Secara legal, bisa terjadi Presiden AS kerahkan militer untuk menindak insureksi domestik berdasarkan UU 1807. Dan sudah belasan kali Presiden AS mengerahkan militer untuk mengawal krisis politik demonstrasi atau konflik rasial yang menembak mati ditempat para perusuh. Apakah presidennya kemudian masih didukung oleh voters, itu menjadi risiko dan spekulasi politik. Bisa juga partainya akan ditinggalkan oleh pemilih dalam hal presidennya memang sudah tidak populer dan melakukan blunder.

Saya juga bikin Dekrit membubarkan MPR/DPR 2001, tapi tidak didukung militer  malah MPR yang memakzulkan saya Juli 2001. Yang sekarang ini harus diwaspadai jangan sampai Trump ini membuat putusan politik mencemplungkan dunia dalam Perang Dunia ke-3 antara AS dan Tiongkok. Jangan sampai Xi Jinping terpancing untuk sama sama berduel barjibarbeh kalau perlu mati bareng bersama 7 miliar manusia. Bung Karno-lah yang kaliber juru damai tingkat geopolitik. Seperti waktu 1962 bisa memenangkan Irian Barat tanpa perang dan bila tidak konfrontasi dengan Malaysia sebetulnya Bung Karno bisa memperoleh Hadiah Nobel untuk kasus Irian Barat itu.

BK: Saya sedih dengan tertembaknya Presiden Kennedy 22 November 1963 yang masih misterius sampai detik ini. Saya tidak akrab dengan Lyndon Johnson yang akan membawa AS semakin dalam kelumpur perang Vietnam. Gebrakan G30S di luar dugaan saya dan BPI Subandrio kecolongan kalah oleh Biro Khusus PKI Syam Kamarulzaman. Yang mungkin jadi triple agent sekaligus CIA, KGB dan intel RRT.

Penculikan Jenderal Yani cs diperparah dengan pembunuhan, dan Mayjen Soeharto muncul di tikungan pergantian rezim ketika saya teken Supersemar yang diboomerangkan kepada saya sendiri. Dari negara dengan Partai Komunis ketiga terbesar sedunia setelah RRT dan Uni Soviet, mendadak Indonesia jadi anti komunis gratisan buat AS.

Lyndon Johnson seperti mendapat durian runtuh dan lotere casino, ya mengutus wapres Hubert Humphrey ke Indonesia untuk mengucurkan bantuan yang menurut saya “peanut” dibanding yang harus mereka keluarkan di Vietnam membendung Vietcong. Gagal dengan anggaran miliaran dolar dan korban 50.000 tentara AS gugur di Vietnam 1965-1975.

Kerusuhan SARA domestik AS kasus George Floyd ini memang bisa mirp G30S bagi administrasi Trump. Dalam 10 hari popularitas Trump lenyap meskipun ekonomi dikabarkan sempat membaik dengan employment dan growth yang diumumkan bulan Mei 2020 ini.

Sekarang masih 5 bulan lagi, bila Trump tetap memaksakan darurat militer dan terjadi proses pemakzulan, juga akan “balapan “ dengan proses pilpres yang sudah hampir final. Tinggal menunggu Konvensi Partai Demokrat 17-20 Agustus dan Partai Republik 24-27 Agustus untuk pencalonan resmi Trump-Pence dan Biden-Michel Obama oleh kedua partai.

Wapres Pence ulang tahun ke 61, Minggu 7 Juni ini. Pasangan Biden masih open belum definitif sampai hari ini. Merespon situasi demam sara dewasa ini, bisa saja Biden memilih wanita Afro American sebagai cawapresnya seperti mantan ibu negara Michele Obama (lahir 17 Jan 1964). Atau anggota Kongres dari Hawai Tulsi Gabbard (lahir 12 April 1981) wanita keturunan Samoa.

Tapi, Trump juga punya kandidat pamungkas wapres wanita kulit hitam dari Partai Republik Candace Owens. Lahir 29 April 1989 dan mengekspose rekam jejak kriminal George Floyd sehingga di-bully dimedsos. Tapi justru itu yang mengundang Candace ke White House untuk penjajakan jadi cawapres.

Sekarang ini yang kita perlukan adalah supaya Indonesia bisa menyelamatkan dunia dari bahaya 2 godfather bondo nekat Xi dan Trump. Sambil menawarkan win-win solution supaya dunia bisa lepas dari kemelut Covid dan pulih ekonominya dari ancaman kiamat einmalig yang mengerikan ini.

Bung Christ kalau ada masukan dan respon antusias pembaca mengenai moda  “sarasehan Indonesian Presidents Club” ini boleh kita jadwalkan reguler. Tapi kalau generasi milenial tidak mudeng dengan fiksi imajiner, ya sudah kita pensiun saja dari posisi komentator. Kalau dianggap utopia dystopia dan tidak diminati ya kita WFH, work from heart  instead of work from home saja.

CW: Siiap Pak, kita tunggu respon pembaca  apa mudeng dan berminat, apa cuek dan careless. Siapa tahu malah Presiden Trump yang mendatangi Bapak dan Presiden Soeharto untuk minta resep bagaimana Bapak berdua masing-masing bertahan 22 dan 31 tahun. Patent itu resepnya. Bagaimana mengelola AS dalam situasi darurat militer pasca Floyd.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru