JAKARTA – Ada kelompok lain yang mengambil alih aksi demonstrasi konstruktif yang dilakukan mahasiswa. Kelompok itu ingin menduduki DPR, menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden. Demikian diungkapkan Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto, dalam keterangan pers usai menggelar rapat koordinasi dengan jajarannya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (26/9).
“Dinamika di lapangan terutama Jakarta bergerak sangat dinamis. Karenanya kami membahas dari berbagai aspek hasil rakor, untuk kemudian disampaikan kepada masyarakat dari kacamata kebenaran agar masyarakat tidak termakan hoax, isu, atau provokasi yang sangat banyak di medsos,” katanya.
Beberapa hari lalu, Wiranto mengatakan, sudah disaksikan bahwa aksi demonstrasi dilakukan oleh mahasiswa. Terkait itu, sambungnya, pemerintah tentu sangat mengapresiasi karena bernuansa ingin memberikan koreksi atas kebijakan, mengoreksi RUU yang akan ditetapkan oleh DPR dan pemerintah.
“Apa yang menjadi masukan atau usulan, atau dirisaukan oleh mahasiswa itu kemudian telah dijawab Pemerintah atau DPR. Terbukti, dari 8 RUU cuma 3 yang disetujui. Yang lain ditunda bukan hanya beberapa saat, tapi sampai periode yang akan datang. Artinya, aspirasi mahasiswa betul-betul ditangkap oleh DPR dan Presiden,” paparnya.
Apa yang berlangsung sepanjang kurun itu, menurut Wiranto, menghasilkan dialog konstruktif antara pemerintah dan mahasiswa. Sehingga bisa dikatakan, sambung dia, demonstrasi itu sesungguhnya berakhir dengan menghasilkan sesuatu yang bisa menciptakan kerukunan.
“Tapi disesalkan demonstrasi yang konstruktif itu diambil alih oleh demonstrasi yang tidak mengarah pada apa yang sudah direspons pemerintah dan DPR. Tapi demo yang brutal, dan mengakibatkan kerusuhan dan menimbulkan korban,” katanya.
Kelompok yang mengambil alih, Wiranto menjelaskan, bukan murni ingin mengoreksi kebijakan. Tapi, kata dia, ingin menduduki DPR agar tidak bisa dilantik.
“Dan lebih jauh ingin menggagalkan pelantikan presiden dan wapres terpilih,” katanya.
Diingatkan Wiranto, bangsa ini telah dapat melalui pemilu dengan baik. Bangsa, kata dia, telah mampu memilih para pemimpin dan wakil rakyat.
“Dan dipenghujung, hanya tinggal melantik. Ini adalah proses yang bisa membawa bangsa ini menjadi terhormat. Bila ada pihak-pihak lain yang ingin menggagalkan ini, itu justru melawan semua hasil karya bangsa yang telah disahkan oleh MK yang sifatnya final dan mengikat,” katanya.
Oleh karena itu, Wiranto mengatakan, menjadi kewajiban seluruh bangsa indnesia untuk mengamankan hal itu. Sebab, diingatkannya, mereka bukan saja mengerahkan pelajar, tapi juga preman dan perusuh.
“Yang dihadapi aparat bukan lagi demonstran, tapi kelompok perusuh yang aksinya direncanakan secara sistematis, untuk melakukan perbuatan inkonstitusional yang melanggar hukum,” katanya.
Provokasi dan Penyesatan
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Wiranto juga mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui bahwa nantinya akan ada gerakan gelombang baru, supaya diwaspadai, yang akan melibatkan beberapa kelompok masyarakat. Antara lain, pelajar yang sudah dihasut dan diprovokasi untuk berhadapan dengan aparat, untuk kemudian muncul korban, jadi martir, lalu menciptakan kerusuhan lebih besar, dan membangun ketidakpercayaan pada pemerintahan yang tidak sah.
“Lalu ada kelompok islam radikal/garis keras, para suporter bola, teman-teman buruh, tukang ojek, dan paramedis. Bahkan paramedis sudah diberikan penyesatan, diprovokasi ,” tuturnya.
Semua itulah, menurut Wiranto, alasan pemerintah menyampaikan kepada masyarakat agar masyarakat tahu bahwa aparat keamanan senantiasa terus jaga masyarakat.
“Jadi harus dipisahkan antara demonstrasi elegan dengan demonstrasi susulan yang mengambil alih dengan satu sikap-sikap merusak yang timbulkan kekacauan,” pungkasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)