JAKARTA- Ujaran kebencian berbau sentimen SARA (Suku, Agama Ras) yang selama ini mengganggu masyarakat ternyata ladang bisnis yang dijalankan secara terorganisir dan sistimatis oleh Saracen, sebuah sindikat penyedia jasa penyebar kebencian. Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri menangkap tiga orang kelompok Sindikat Saracen, sindikat penyedia jasa penyebar konten kebencian. Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Pol Irwan Anwar mengatakan, ketiga orang tersebut adalah dua laki-laki berinisial JAS dan MFT, lalu seorang perempuan berinisial SRN. Mereka ditangkap di tiga lokasi berbeda. JAS ditangkap di Riau, MFT di Jakarta, dan SRN di Cianjur, Jawa Barat.
“Mereka ditangkap di tiga lokasi yang berbeda,” tutur Kombes Irwan Anwar di Mabes Polri, Rabu (23/8).
Kombes Pol Irwan Anwar menjelaskan, tiga orang itu diduga bertindak sebagai kelompok yang menerima pesanan untuk menyebarkan kebencian dengan motif ekonomi.
“Sejauh ini motifnya adalah motif ekononi, karena selain memiliki akun-akun media sosial untuk menyebarkan konten kebencian yang bernuansa SARA (suku, ras, agama, dan antargolongan), mereka punya media online, yaitu Saracen, yang dibuat pada November 2015,” ujar Kombes Irwan Anwar.
Kombes Irwan menambahkan, sumber pemasukan dari kelompok Saracen juga berasal dari iklan di portal berita yang mereka kelola.
“Untuk membuat portal online tentu butuh biaya. Jadi, ketika ada yang ingin memasang iklan, itu yang kemudian mendatangkan uang,” ujarnya.
Masih kata Kombes Irwan, penyedia jasa konten kebencian, Saracen, sebagai sindikat. Sebab, Saracen sudah seperti organisasi yang memiliki grup wilayah.
“Ada grup wilayah, grup organisasi. Jadi tidak lagi perbuatan orang per orang saja. Sudah satu kelompok,” kata Kombes Irwan.
Sementara itu, Kepala Bagian Mitra Biro Penmas Divisi Humas Polri Komisaris Besar Awi Setiyono menambahkan, kelompok Saracen ini menjadikan konten kebencian sebagai ladang bisnis.
“Mereka ini penyedia jasa, menerima pemesanan dari pihak atau ormas tertentu, tapi juga ada inisiatif dari mereka sendiri untuk menyebarkannya. Jadi saling membutuhkan-lah,” ujarnya.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Kombes Awi menyebut hal yang sama juga terjadi dalam penyediaan konten dari teks atau gambar kebencian yang ingin disebarkan. “Konten juga bisa dari pihak yang memesan, bisa juga dari mereka sendiri,” tuturnya. (Web Warouw)