Senin, 16 September 2024

UIN: Politisi Jangan Pimpin BPK

JAKARTA- Saat ini, di masa akhir jabatannya, DPR periode 2009-2014 sedang melakukan proses seleksi dan pemilihan anggota BPK, menggantikan beberapa anggotanya yang sudah memasuki masa akhir jabatan.

Bahkan beredar isu  adanya dugaan proses pemilihan ditunggangi kepentingan politik partai politik dan anggota DPR yang tidak lagi terpilih untuk periode lima tahun mendatang. Beberapa nama politisi yang ikut mendaftar sebagai anggota BPK memperkuat validitas isu ini.

Menyikapi hal tersebut, pengamat politik Universitas Islam Nasional (UIN) Andi Syafrani berharap agar lembaga wakil rakyat bisa menjaga independensi dan profesionalitas serta kemandirian BPK sebagai lembaga negara yang sangat penting dalam pengurusan keuangan negara.

“BPK adalah instrumen negara yang sangat penting dalam rangka tujuan dan keinginan bersama memberantas korupsi di negara ini. Pasal 10 UU BPK No. 15/2006 memberikan privilege kepada BPK sebagai satu-satunya lembaga negara yang dapat menentukan unsur kerugian negara dalam dugaan Tipikor. BPK adalah pintu masuk intrumental dalam upaya pemberantasan korupsi.  Oleh karena itu, BPK harus diisi oleh orang-orang yang jelas rekam jejaknya dalam isu pemberantasan korupsi,” ujar ujarnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (12/6).

Andi yang juga dosen UIN itu menambahkan, sebagai lembaga yang bebas dan mandiri, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 2 UU BPK No. 15/2006, (anggota) BPK harus terlepas dari segala ikatan kepentingan politik yang dapat mengganggu independensi dan integritasnya kelak saat menjabat.

“Calon anggota BPK karenanya sedapat mungkin tidak memiliki hubungan politik tertentu dengan Partai Politik. Kalaupun ada calon yang berasal dari atau pernah menjadi anggota parpol, maka seharusnya harus betul-betul diperhatikan rekam jejaknya dan korelasi keahliannya dengan tugas dan kerja BPK sebagai lembaga audit keuangan negaran,” tukas dosen UIN itu.

Pejabat Karir

Bahkan idealnya, masih kata Andi, BPK semestinya diisi oleh orang-orang profesional, orang-orang yang berasal dari pejabat karir yang berpengalaman. Jangan sampai ada kesan, BPK menjadi lembaga “penampungan” jabatan bagi politisi yang tidak lagi terpilih duduk di DPR mendatang.

“Koalisi Merah Putih yang saat ini dominan suaranya di parlemen usai pilpres kemarin, mestinya jangan mendorong politisi, tapi juga harus diprioritaskan dari pejabat karir yang memiliki kabapiltas dan akuntabilitas,” jelasnya.

Andi juga menyarankan kepada para para anggota DPR untuk ikut serta dalam komitmen pemberantasan korupsi dengan menjaga independensi dan kemandirian BPK melalui cara memilih sosok anggota BPK yang berintegritas, berpengalaman, dan mengerti lebih baik kelembagaan BPK dari dalam.

“Tidak memaksakan kader politik partainya terpilih menjadi anggota BPK sehingga BPK terlihat seperti lembaga karir politik. Hal ini akan semakin menambah persepsi buruk rakyat terhadap partai politik sebagai instrumen demokrasi dan berpotensi melemahkan institusi BPK dalam menjalankan kerjanya sebagai auditor negara,” pungkasnya.

Andi meminta secara Khusus kepada parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih yang sangat solid terlihat dalam isu Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD saat ini, agar lebih mendengar pada aspirasi publik terkait dengan pemilihan anggota BPK.

“Lebih baik ikut serta dalam pemulihan citra BPK sebagai lembaga negara, setelah kasus mantan Ketuanya yang dijadikan tersangka oleh BPK, dengan memilih orang-orang yang berintegritas tinggi, bertanggung jawab, profesional, independen, dan berpengalaman,” tutup Andi. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru