JAKARTA – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan mengerahkan polisi hutan (polhut) tambahan imbas demonstrasi yang berujung perusakan sarana prasarana di pos Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau.
Pos komando taktis operasi penertiban di TNTN didatangi sekelompok massa yang menolak penertiban kebun sawit ilegal. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan pihaknya bersama Satgas PKH, Kodam XIX/Tuanku Tambusai memperkuat pengamanan dengan menurunkan tambahan 30 prajurit Kodam dan 20 personel polhut serta Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC).
“Kementerian Kehutanan menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara damai, namun menegaskan bahwa perusakan fasilitas negara dan upaya menghalangi penegakan hukum tidak dapat dibenarkan,” ungkap Dwi dalam keterangannya, ditwrima Bergelora.com di Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Tujuannya, mengamankan kembali pos komando taktis, mencegah perusakan berulang, serta memastikan operasi penertiban dan pemulihan ekosistem tetap berjalan tertib. Kata Dwi, pos komando taktis akan diperbaiki dan difungsikan kembali sebagai pusat kendali pengamanan kawasan di TNTN.
Sedangkan, personel yang bertugas di pos komando taktis sementara waktu dipindahkan ke kantor seksi pengelolaan. Nantinya, petugas tambahan bakal memperkuat patroli rutin, menjaga titik-titik rawan perambahan, mengawasi pos jaga, portal, dan parit batas, serta mengawal pelaksanaan pemulihan 8.000 hektare areal prioritas.
Taman Nasional ini dikenal sebagai rumah Domang dan kawanan gajah lainnya. Namun, 40.000 hektare area telah beralih fungsi menjadi kebun sawit ilegal dan permukiman.
“Penegakan hukum di Tesso Nilo diarahkan untuk mengembalikan taman nasional ini sebagai rumah Domang dan kawanan gajah lainnya, bukan hamparan kebun sawit. Operasi penertiban di Tesso Nilo kami rancang untuk memutus rantai bisnis perusakan kawasan, bukan mengorbankan rakyat,” ucap Dwi.
Dia memastikan, Kemenhut mengedepankan pendekatan persuasif terhadap masyarakat yang kooperatif dan bersedia mengembalikan lahan.
Sejumlah warga pun bersedia menyerahkan kembali lahan yang mereka kuasai melalui surat pernyataan.
“Fokus kami menyasar para pemilik lahan, pemodal, dan pengendali alat berat yang memperdagangkan kawasan hutan negara,” papar dia.
Selain penegakan hukum pidana, pihaknya mengenakan sanksi administratif terhadap pelanggaran perizinan berusaha.
Dwi menyebut, rehabilitasi lahan rusak, penertiban akses keluar-masuk, penguatan batas kawasan, dan pemulihan habitat gajah dikerjakan bersama pemerintah daerah, pelaku usaha yang taat hukum, lembaga konservasi, dan masyarakat. Sekitar 4.700 ha kebun sawit ilegal di dalam kawasan TNTN telah ditertibkan.
Selain itu, petugas menertibkan tempat penampungan TBS sawit ilegal untuk memutus rantai pasok, membongkar pondok dan bangunan, menghentikan pembukaan lahan baru, merusak jalan serta jembatan liar, membuat parit batas, serta memasang papan objek penguasaan lahan. (Web Warouw)

