JAKARTA – Aksi ribuan kepala desa dari seluruh Indonesia, termasuk dari Kalimantan Timur (Kaltim), mendorong Istana memberikan kepastian pencairan Dana Desa Tahap II Tahun 2025.
Pihak Istana menyatakan akan mengupayakan pencairannya sebelum 19 Desember 2025 dalam pertemuan dengan peserta aksi di Jakarta, Senin (8/12/2025).
Komitmen itu disampaikan dalam pertemuan antara peserta aksi dan perwakilan pemerintah yang diterima oleh Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro.
Menurut Ketua DPC Apdesi Penajam Paser Utara (PPU), Kasiyono, Dana Desa Tahap II non-earmark akan dicairkan sebelum 19 Desember 2025.
Kasiyono juga menyebut pemerintah memberi sinyal peninjauan ulang terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 yang menghambat pencairan.
“Akan direvisi atau dicabut, itu yang kami tunggu. Jangan sampai desa tiba-tiba tidak bisa membayar hak perangkat karena aturan yang tidak jelas,” kata Kasiyono dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (9/12/2025).
Sekretaris Jenderal Apdesi, Sumali, mengatakan aparat desa Kaltim dan daerah lain terpaksa turun ke Jakarta karena operasional pemerintahan desa terancam berhenti tanpa pencairan anggaran.
“Dana Desa Tahap II ini menyangkut gaji perangkat, kader Posyandu, guru ngaji, sampai kegiatan pembangunan yang sudah direncanakan di desa. Kalau tidak cair, semua terhambat,” ujar Sumali.
Aksi itu diikuti sekitar 8.000 peserta dari 37 provinsi. “Kami datang bukan untuk menekan, tetapi mengingatkan bahwa pembangunan dari desa tidak bisa berjalan kalau regulasi justru menghambat desa,” ujarnya.
Kasiyono menambahkan, hanya tiga desa dari PPU yang bisa berangkat ke Jakarta karena keterbatasan anggaran.
“Dari PPU hanya tiga desa yang berangkat, yakni Desa Wonosari, Desa Sumber Sari, dan Desa Babulu Darat. Biaya berangkat kami tanggung sendiri,” katanya.
Namun ia menegaskan kehadiran mereka sudah cukup mewakili keresahan aparat desa.
“Intinya bukan soal jumlah yang berangkat, tapi pesan yang disampaikan. Dana Desa ini menyangkut hak masyarakat,” ujarnya.
“Kalau dari PPU, sebagian pakai kas APDESI dan uang pribadi. Ini demi memperjuangkan hak dan kewenangan seluruh desa di PPU,” katanya.
Keresahan Soal PMK 81 Jadi Pemicu Aksi
Kepada Bergelora.com du Jakarta dilaporkan, menurut Kepala Desa Sumber Sari, Kecamatan Babulu, Tahyatul Abidin, mereka ingin menyampaikan langsung kegelisahan desa akibat PMK Nomor 81 Tahun 2025 yang disebut menghambat pencairan Dana Desa Tahap II, terutama komponen non-earmark.
“Dana Desa Tahap II ini sangat dibutuhkan desa. Banyak honor belum dibayar, pelayanan tersendat. Ini menyangkut hak masyarakat desa,” tegasnya.
Dalam orasi, massa menuntut pembatalan PMK 81/2025, pencairan Dana Desa Tahap II, serta penerbitan Peraturan Pemerintah turunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024.
Selain soal PMK 81, para kepala desa juga menuntut pencairan dana untuk tanggap bencana, pembayaran honor kader PKK, kader posyandu, dan guru ngaji yang sudah bekerja selama tiga bulan namun belum menerima honor. Mereka juga meminta Dana Operasional Desa segera diturunkan untuk menunjang pelayanan publik.
Para kepala desa turut menolak PMK Nomor 49 Tahun 2025 yang menjadikan Dana Desa sebagai jaminan perbankan.
Bertemu Prabowo jadi Langkah Terakhir
Ketua APDESI PPU sekaligus Kepala Desa Wonosari, Kasiyono, mengatakan perwakilan dari PPU hanya tiga orang, namun aksi nasional itu tetap terasa besar karena diikuti ribuan desa lain dengan tuntutan sama.
“Kami cuma tiga orang dari PPU, tapi aksi ini sudah dimulai sejak jam 7 pagi. Total sekitar 8.000 orang hadir dan tuntutannya sama, terkait PMK 81,” ujarnya.
Kasiyono menyebut aksi turun ke Jakarta merupakan langkah terakhir setelah berbagai upaya dialog dengan Kemendagri dan Kementerian Keuangan tidak membuahkan hasil.
“Sebelumnya kami sudah bertemu Kemendagri dan Kementerian Keuangan, tapi tidak ada solusi. Makanya teman-teman desa sepakat turun aksi damai menemui Presiden,” katanya.
Akibat PMK 81, penyaluran Dana Desa Tahap II komponen non-earmark terhenti sejak 17 September 2025. Banyak program desa terhenti, dari pembangunan infrastruktur hingga pembayaran honor. Di PPU, setidaknya 23 desa terdampak dengan nilai dana non-earmark yang belum cair mencapai ratusan juta per desa.
Para kepala desa berharap Presiden Prabowo segera turun tangan agar kebijakan tersebut direvisi atau dicabut sehingga pelayanan dasar masyarakat desa tidak makin terhambat.
Menkeu Purbaya: Ditahan untuk Kopdes Merah Putih
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi persoalan tersendatnya pencairan dana desa tahap II di sejumlah daerah. Ia mengakui keterlambatan tersebut sudah diketahui sejak awal. Purbaya menjelaskan sebagian anggaran dialihkan untuk program koperasi desa atau Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes). Mekanisme penyalurannya tidak ditangani langsung oleh Kementerian Keuangan.
“Karena memang sebagian ada yang di tahan beberapa triliun itu diperuntukkan untuk Kopdes Merah Putih. Bukan di kami, bisa tanya Kemenkop dan Kementerian Desa,” ujar Purbaya di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/11/2025).
Ia menegaskan pengelolaan dana tersebut berada di Kementerian Desa dan Kementerian Koperasi. Keterlambatan pencairan juga tidak berada dalam kewenangan Kemenkeu.
“Itu ranahnya Kementerian Desa,” ucapnya.
Purbaya juga menanggapi penolakan terhadap Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 mengenai pengalokasian dan penyaluran dana desa. Ia menyebut keberatan dari asosiasi pemerintah desa sebagai hal yang tidak perlu dibesar-besarkan.
“Oh biarin aja dia nolak. Emang boleh nolak,” kata Purbaya.
Sejumlah daerah sebelumnya melaporkan pencairan dana desa tahap II tidak berjalan. Aparatur desa di Kabupaten Semarang, Kendal, hingga Blora mengaku pembangunan dan program pemberdayaan terhenti karena dana belum turun.
Sekretaris Paguyuban Kepala Desa Hamong Projo Kabupaten Semarang, Siswanto, menyebut RKPDes dan APBDes tidak terpenuhi akibat pencairan yang mandek.
“Ini yang merasakan dampak langsungnya ya masyarakat, sudah dianggarkan tapi pembangunannya menjadi terhenti,” ujar Siswanto, Selasa (2/12/2025).
Di Kabupaten Kendal, sebanyak 237 desa belum bisa mencairkan dana desa tahap kedua karena pengajuan belum lengkap.
“Ada sekitar 237 desa yang terancam tidak bisa mencairkan dana desa tahap dua,” ujar Kepala Dispermades Kendal, Yanuar Fathoni, Senin (1/12/2025).
Protes juga muncul dari Pemerintah Desa Bangsri, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora. Mereka menyebut dana desa tahap dua senilai sekitar Rp 200 juta tidak dapat dicairkan. Kepala Desa Bangsri, Yannanta Laga Kusuma, mengatakan kondisi tersebut membuat desa berhadapan dengan tuntutan warga.
“Jadi, secara tidak langsung ini kami sangat keberatan karena kami dibenturkan dengan warga masyarakat yang notabene menyampaikan aspirasi kepada kami. Setelah kami acc, tinggal realisasi, tetapi ternyata dana desa tahap dua yang non-earmark ini belum bisa dicairkan,” ujarnya di balai desa, Senin (1/12/2025). (Web Warouw)

