BANDUNG – Tri Yanto, mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Barat, kini telah ditetapkan sebagai tersangka Polda Jabar. Penetapan tersangka mantan Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jabar itu menuai polemik setelah melaporkan dugaan adanya penyelewengan atau korupsi internal Rp 13,3 miliar.
Tri mengatakan, jauh sebelum dirinya di-PHK (pemberhentian hubungan kerja) pada Januari 2023, ia sudah aktif berkomunikasi dan berkonsultasi dengan auditor Baznas RI terkait dugaan penyalahgunaan dana. Dia melaporkan dugaan penyimpangan dana zakat sebesar Rp 9,8 miliar dan dana hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Rp 3,5 miliar yang terjadi pada 2021-2022.
“Saya menjadi pelapor ini sebelum saya di-PHK. Saya dari tahun 2021-2022 berkomunikasi dengan Baznas RI,” ujar Tri saat, Rabu (28/5/2025).
Dia menemukan adanya dugaan kelebihan penggunaan dana operasional Baznas Jabar pada 2021–2022 yang mencapai 20 persen dari total dana zakat. Padahal, sesuai aturan Kementerian Agama, batas maksimal penggunaan dana operasional oleh Baznas adalah 12,5 persen dari total dana yang dihimpun.
“Saya persuasif sampaikan itu kepada pimpinan baik-baik untuk diperbaiki, tetapi setelah berjalan beberapa bulan hingga setahun, itu tidak bergerak. Saya akhirnya konsultasikan ke Baznas RI, lalu saya diberikan SP (surat peringatan) dan akhirnya di-PHK,” kata Tri.
Dia menilai, alasan pemecatan tersebut karena dirinya telah berkonsultasi dengan auditor Baznas pusat tanpa sepengetahuan atau izin pimpinan.
Tri mengeklaim, tidak ada tendensi apa pun ia berkomunikasi dengan auditor pusat, tetapi demi kebaikan kantornya agar bisa menjadi lembaga yang kapabel.
“Salah satu pertimbangan PHK saya itu mereka sudah memberikan peringatan karena saya sudah berkomunikasi dengan Baznas RI tanpa sepengetahuan ketua. Sebelum saya di-PHK, sudah ada ketidaksukaan,” tuturnya.
Terkait dengan kelebihan penggunaan dana operasional, ia menyebut hal tersebut terjadi karena adanya penambahan pegawai setelah pergantian pimpinan pada 2020.
“Di laporan keuangan, ada kenaikan biaya operasional yang cukup tajam dari 2021, salah satunya pengeluaran gaji amil, karena tahun 2020 membawa gerbong orang-orang mereka dimasukkan jadi amil Baznas Jabar sehingga yang sekitar 30 karyawan jadi 50 karyawan,” ucap Tri.
Tri juga mengungkapkan, dana operasional turut digunakan untuk menyewa mobil dinas dan menaikkan gaji pimpinan Baznas Jabar.
“Sebelumnya, mobil operasional satu orang, kemudian semua pimpinan mendapatkan mobil operasional, menambah sewa mobil. Kemudian gaji pimpinan, walaupun dari APBD, naik 121 persen dari sebelumnya Rp 15 juta di tahun 2020, naik menjadi sekitar Rp 30 juta per orang pimpinan pada 2023,” ucapnya.
Klarifikasi Baznas Jabar Wakil Ketua IV Baznas Jabar, Achmad Faisal, membantah bahwa pihaknya telah mengkriminalisasi mantan pegawai tersebut.
Pemutusan kerja kepada Tri Yanto dilakukan atas dasar tindakan indisipliner, bukan karena membongkar dugaan korupsi.
“Tidak ada hubungan antara pemberhentiannya dengan status sebagai whistleblower. Pemberhentian dilakukan sebelum Tri Yanto melaporkan dugaan penyelewengan Baznas Jabar,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Baznas Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Selasa (27/5/2025).
Kemudian, terkait tudingan korupsi, Achmad menyebutkan hal tersebut tidak terbukti setelah dilakukan audit dari Baznas RI dan Inspektorat Jabar.
“Kami telah diaudit secara investigatif dan hasilnya sudah keluar secara resmi yang menyatakan bahwa semua tuduhan tidak terbukti,” katanya.
Pada kenyataannya, kata dia, Tri Yanto melakukan pelanggaran terhadap prosedur mengakses dokumen tanpa izin dan menyebarkannya ke berbagai pihak yang tidak berkepentingan.
Achmad mengakui bahwa pihaknya teledor karena data tersebut tersimpan di laptop milik Baznas Jabar yang ketika itu masih dikuasai oleh Tri Yanto.
“Bahwa permasalahan Tri Yanto bukan pengaduan persoalan whistleblower, melainkan telah mengakses dokumen internal secara tidak sah milik Baznas Jabar,” ucapnya. (Asep Suryana)